Referensi solusi krisis serbaneka Sicunpas On_Line Koleksi informasi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, moral
Senin, 28 November 2011
Revolusi atau Evolusi
catatan serbaneka asrir pasir
Revolusi atau Evolusi
“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS 13:11; simak
juga QS 8:53). Tuhan tidak akan merobah keadaan mereka selama mereka
tidak merobah sebab-sebab kemunduruan mereka (catatan kaki 768,
“AlQuran dan Terjemahnya”, Depag RI, 1993).
Perubahan masyarakat (social change) umumnya dengan tiga ragam/macam
pendekatan, yaitu konservatif, reformatif dan radikal (Simak
ALMUSLIMUN, No.199, Oktober 1986, hal 69-73; No.267, Juni 1992, hal
83-84). Ada perubahan secara evolusi, reformasi, revolusi.
Menurut Nani Wisono, bahwa Revolusi Islam itu disebut dengan “Tsaurah
Islamiyah”, memadukan pengertian taghyir dan inqilab secara
menyeluruh. Mengacu kepada ayat 110:1-3, maka “Kemenangan kaum beriman
hanya akan tercapai dengan pertolongan Allah” (Simak tulisannya “Jalan
Revolusioner Menuju Kemenangan”, ALMUSLIMUN, Bangil, No.267, Tahun
XXIII (39), Juni 1992, hal 80-88). Dalam kontek kekinian, Revolusi
Islam itu merupakan padanan Jihad Global.
Terminologi/pengertian revolusi itu sendiri masih bersifat debatable.
Tan Malaka menyebutkan bahwa revolusi itu baru timbul karena ada
krisis, ketika ada pertentangan antara pihak Yang Lama yang tak
sanggup lagi mengatur dengan pihak Yang Baru yang sudah siap
menggantikannya (Simak “Dari Penjara Ke Penjara”, III, Jogyakarta,
1948, hal 34). Ir Soekarno juga sejalan dengan Tan Malaka memandang
bahwa revolusi itu tool and retool, membongkar/mendobrak Yang Lama dan
membangun Yang Baru.
Umat Islam diseru agar tidak berpangku tangan dalam menyikapi
kezaliman (ketidakadilan, kecurangan), tetapi harus proaktif berusaha,
berikhtiar untuk mengubahnya dengan mengamalkan ayat QS 13:11. Bisa
dengan kekuatan kekuasaan, kemampuan bicara/diplomasi, setidaknya
dengan keyakinan- ideologi. Siap memikirkan, melaksanakan cara yang
tepat sasaran untuk menumpas kezhaliman (tirani, thagut) apakah perlu
revolusi atau evolusi ? (Simak SUARA MUSLIM, Bekasi, Edisi
30-Thn.2011M/1432H, hal 24-25, “Evolusi atau Evolusi ?”, oleh Asdani
[Ahmad Salimin Dani MA, Ketua DDII Bekasi ?]).
Diantara contoh revolusi disebutkan antara lain Revolusi Industri
(Inggeris), Revolusi Borjuis Perancis (1787-1800), Revolusi Komunis
Rusia (1917-1921), Revolusi Cina (1911-1949), Revolusi Islam Iran,
Revolusi Islam Kartosoewirjo. Sedangkan evolusi seperti Evolusi
Ikhwanul Muslimin Mesir, Evolusi Abul A’la alMaududi, Evolusi Mohammad
Natsir, dan lain-lain.
Perubahan dari jahili/sekuler ke Islam berangkat dari perubahan
akidah, dari syirik ke tauhid, bukan dari sentimen nasionalisme, atau
sosialisme, atau moralisme, bukan dengan mengibarkan panji-panji
nasionalisme, sosialisme, moralisme. Sayid Quthub dalam bukunya
“Petunjuk Jalan” (Metode Revolusi ?) menyebutkan bahwa Islam itu
berangkat dari fiqhul aqidah-ideologis, bukan berangkat dari fiqhul
waqi’-realitas. Islam mulai langkahnya dengan mengobarkan revolusi
akidah, bukan dengan mengobarkan revolusi nasionalis, atau sosialis,
atau moralis (Simak “Petunjuk Jalan”, Bab II : Wujud Metode Qurani).
Abul A’la alMaududi juga berpandangan bahwa perubahan sistem dari
jahili sekuler ke Islami haruslah dimulai dengan revolusi akidah
secara alami dan menyeluruh (Simak antara lain “Metoda Revolusi
Islam”, “Kemerosotan Ummat Islam dan Upaya Pembangkitannya”, “Sejarah
Pembaruan dan Pembangunan Kembali Alam ikiran Agama”).
Mengacu pada kisah dakwah para Nabi, seperti Nabi Nuh, Hud, Shaleh,
Ibrahim, Luth, Syu’aib, Musa, Isa, Muhammad saw, maka dakwah itu
berupa revolusi akidah, revolusi pola piker, revolusi sikap mental.
Dakwah itu menyeru, mengajak semuanya merubah akidah, pola pikir,
sikap mental dari jahili sekuler ke Islam , minaz zhulumaat ilan nuur.
Tak ada seruan/ajakan untuk memberontak, mengambil alih kekuasaan.
Juga tak ada seruan/ajakan untuk menghabisi lawan. Dalam kontek
kekinian tak ada seruan/ajakan untuk menumpas, membasmi, menghabisi
kau Yahudi, Nasrani, Majusi, Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah, Ahmadiyah,
dan firqah/sekte masa kini (Simak antara lan ayat QS 16:125, 2:256,
18:29, 2856).
Jihad dengan pengertian perang fisik (qital) hanya dilakukan terhadap
penghalang jalannya dakwah. Selama tidak menghalangi jalannya dakwah,
maka posisi mereka hanya sebagai lawan/musuh dalam akidah yang
merupakan umat dakwah. Mereka dilawan dalam perang akidah, ghazwul
fikri. Dalam ghazwul fikri inilah tempatnya Jihad Global (Revolusi
Islam).
Perubahan dari jajahan ke merdeka yang dikobar-kobarkan Soekarno
melalui Pancasila (sinkretisasi nasionalisme, demokratisme,
sosialisme, humanisme, ketuhanan seperti Khams Qanun
Freemasonry/Zionis) (Simak RISALAH, No.10, Th.XXII, Januari 1985, hal
54-55, “Plotisma, apa itu ?”).
Cara yang ditempuh untuk Islam Merdeka berbeda-beda. Ada yang menempuh
jalur parlementer-konstitusional seperti M Natsir dan tokoh-tokoh
partai Masyumi dan lain-lain. Ada pula yang menempuh jalur perjuangan
suci (jihad fi sabilillah ?) seperti Kartosoewirjo dengan DInya (Simak
Al-Chaidar : “Pengantar Pemikiran Politik Proklamator NII SM
Kartosoewirjo”, Darul Falah, Jakarta, 1999, hal 92).
Dr Yusuf Qardhawi menyebutkan empat jalur/jalan untuk merealisasikan
Ideologi Islam (Islam Ideologis ?) : melalui jalur Dekrit Pemerintah
(Parlementer-Konstitusionail ?), melalui jalur Kudeta Militer (Jihad
Fi Sabilillah ?), melalui jalur Pendidikan dan Bimbingan (Dakwah wa
Taklim ?), melalui jalur Pengabdian masyarakat (Aksi Sosial ?) (Simak
“AlHulul alIslamy”, 1998, hal 178-273).
Ir Haidar Baqir (Direktur Mizan Bandung) menyebutkan empat tipe
strategi Islamisasi : jalur modernism, jalur radikalis kompromistis
evolusionisme, jalur radikalis kompromistis revolusionisme, jalur
radikalis non-kompromistis (Simak PANJI MASYARAKAT, No.521, No.498,
hal 35-37).
Menurut pemikiran SM Kartosowirjo untuk mengusung ide Negara Islam
menjadi fakta haruslah mengacu pada proses terentuknya masyarakat
Islam pada masa Rasulullah saw. Pada masa itu, etnis, budaya, agama,
bahasa sangat beragam (majemuk, pluralis) (Simak Al-Chaidar, hal 63).
Disebutkan bahwa : “Tidaklah akan jadi baik akhir dari umat ini,
melainkan dengan kembali kepada apa yang membaikkan umat yang dahulu”
(Simak Prof Dr Hamka : “Tafsir AlAzhar”, juzuk II, Pustaka Panjimas,
Jakarta, 1983, hal 81: Syaikh Mushthafa alGhalayaini : “AlIslam Ruh
alMadaniyah”, Beirut, 1935, hal 60).
“Sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat” (QS
2:256). Sangat berbeda antara Islam (jalan selamat) dengan
Sekuler/Jahili (jalan sesat). Politik Islam berbeda, tak sama dengan
politik sekuler/jahili. Negara Islam itu beda, tak sama dengan Negara
Sekuler/jahili. Islam mengacu pada Quran dan Hadits. Piranti lunaknya
(softwarenya) adalah Quran dan Hadits. Sedangkan sekuler/jahili
mengacu pada hawahu (selera, nafsu, syahwat, kesenangan, kemewahan,
kemegahan, kekuasaan, ketenaran).
Negara Islam (Darul Islam, Daulah Islamiyah, Khilafah Islamiya,
Baldatun Thaiyabatun wa Rabbun Ghafur) membutuhkn seorang pemimpin
(wali, amir, imam) yang harus ditaati, yang tidak menyimpang dari
garis haluan alQuran dan alHadits (Simak Al-Chaidar, hal 216).
Sosok Imam, Imam Mahdi (Imam yang memperoleh petunjuk) haruslah
memiliki pengetahuan yang luas tentang masalah-masalah kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, memiliki pemikiran politik yang
cemerlang, memiliki kemahiran dalam strategi militer, mencakup
cendekiawan, negarawan, ahli strategi ulung (Simak Abul A’la alMaududi
: “Sejarah Pembaruan dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Agama”, Bina
Ilmu, Surabaya, 1984, hal 58-60, “Imam Mahdi”).
Disamping unsur Imam ada lagi unsur Makmum, warganegara. Warganegara
dalam Negara Islam haruslah Islam minded. Memiliki rasa cinta seta
(mahabbah) kepada Allah swt dan kepada Rasulullah saw. Siap
mengabdikan diri kepada Allah swt. Sekaligus Islam Ideologis, Islam
Politis. Di Indonesia, sejarah mencatat bahwa jumlah kursi kelompok
Islam dalam parlemen tahun 50-an hanya 23%. Dan kemudian meningkat
naik menjadi 43,5% dari hasil pemilu 1955. Dan selanjutnya dari setiap
pemilu ke pemilu tampak jelas penurunan prosentase kelompok Islam. Ini
berarti Umat Islam Indonesia sama sekali tak siap dengan Negara Islam
Indonesia, tak siap memiliki sikap “tegas terhadap lawan dan santun
terhadap lawan” (Simak QS 48:29).
Biang Kehancuran
Rasulullah saw mengingatkan "Tslaatsun munjiyaat : khsyyatu LLah fis
sirri wal 'alaniyah, wal 'adlu fir ridha wal ghadhab, wal qashdu fil
faqri wal ghina. Tsalatsun muhlikaat : hawaa muttaba', wa syuhhun
muthaa', wa i'jaabul mar-i bi nafsih". Tiga hal yang membuat kejayaan
: Takut kepada Allah dalam sunyi dan terang, adil dalam keadaan suka
dan marah, sederhana ketika miskin dan kaya. Tiga hal yang
mencelakakan : Memperturutkan nafsu, mengikuti kekikiran, terpesona
dengan diri sendiri.
Itulah tiga pokok sikap menatal yang menjadi biang kehancuran yang
harus diwaspadai.Dengan kata lain, bila ajaran Islam diabaikan,
apalagi ditinggalkan, maka kehancuran yang akan terjadi. Bisa
kehancuran fisik, moral, budaya, sosial, ekonomi, politik.Bisa timbul
rasa ketakutan, bisa berkurang rizqi, bisa terjadi [pertupahan darah,
bisa dikuasai musuh, dan lain-lain.
Islam mengajarkan supaya bisa selamat hendaklah berpegang teguh
Kitabullah dan Sunnah Rasulnya. Sesuaikan sikap mental dengan tuntunan
Allah dan RasulNya.
Akademisi memperkenlakan/mengajarkan agar menerapkan konsep SWOT
analysis (Strength-Weakness-Opportunity-Threat) dilanjutkan dengan
konsep SOAR (Strengths-Opportunity-Aspiration-Result). Mulai dengan
mengnalisis/mengaca/memahami kelemahan (weakness) dan menghitung
risiko/ancaman/rintangan/hambatan (threat), setelah itu
mengidentifikasi dan memfokuskan kekuatan (strength) dan
kesempatan/peluang (opportunity), kekuatan diri (strength) untuk
meraih hasil (result).
Hasil (result) yang diharapkan oleh umat Islam adalah menjadi umat
unggulan. Umat unggulan (dunia akhirat) adalah umat muttaqin, mukmin,
muflihun, yang tak "fi khusrin", yang mendapat "ajrun gharu mamnun".
(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1108180730)
catatan serbaneka asrir pasir
Dilematika/problematika penegakan syari’at Islam (analisa sikon umat Islam)
Treath/kendala/rintangan/hambatan bagi tegaknya syari’at Islam :
- Konspirasi/persekongkolan Yahudi-Nasrani internasional untuk
melenyapkan, mengenyahkan, mnghancurkan, menumpas Islam (Simak antara
lain QS 2:120).
- Maraknya penyebaran ajaran, alaaairan, paham Jahili Sekuler,
hubuddunya wa karihatul mauat, rakus dunia dan takut pada resiko
(Simak antara lain QS 45:23-25).
- Ketiadaan ulama waritsatul anbiya’, kelemahan pemahaman ulama
terhadap ideology, politik, ekonomi, social, budaya Islam.
Menjamurnya, melimpahnya ulama seleberitis, berpaham jahili sekuler,
hubbud dunya wa karihatul maaut, rakus akan dunia dan takut pada
resiko.
- Labelisasi teroris terhadap penegak syari’at Islam.
- Maraknya penyusupan, infiltasi musuh-musuh Islam dengan menggunakan
atribut, symbol, terminology, identitas Islam.
- Gampangnya muncul situasi konflik. Umat Islam sangat deman (senang)
punya lawan. Kalau ada musuh mereka bersatu. Bila musuh tak ada lagi,
mereka mencari musuh di kalangan sendiri (M.Natsir, simak SUARA
MASJID, No.144, 1 September 1986, halaman 4-5, Editorial).
Dalam golongan Muslimin menular penyakit yang sangat berbahaya, yaitu
: perselisihan, persengketaaan danperbantahan antar sesame (Moehammad
Moe’in : “Sedjarah Peperangan Salib”, Islamiyah, Medan, 1936, halaman
5) (Simak antara lain QS 8:46).
Perpedahan umat (dalam ideologi dan politik) adalah penghalang
turunnya pertolongan Allah. Sunnatullah menetapkan bahwa yang kuat
mengalahkan yang lemah (Simak HR Muslim dari Tsauban tenang Qadha dan
Qadar, antara lain dalam “Zaadul Ma’ad” Ibnul Qaiyim, jilid I, halaman
90; “Bersihkan Tauhid Anda Dari Noda Syirik”, oleh Muhammad bin Abdul
Wahhab, terbitan Bina Ilmu, Surabaya, 1984:82-84; HR Ahmad dalam
“Tafsir Ibnu Katsir”, jilid V, halaman 144).
Weakness/Kelemahan penegakkan syari’at Islam :
- Lemahnya kesadaran beragma dari umat Islam.
- Lemahnya pemahaman agama umat Islam secara intergatif.
- Terserang/terjangkit virus jahili sekuler (Hubbud dunya wa karihatil
maut, rakus akan dunia dan takut pada resiko).
- Tak memiliki media informasi/komunikasi alternative, yang dapat
menyuarakan aspirasi umat Islam dan yang dibiayai oleh dana umat Islam
sendiri.(Simak juga Farid Ahmad Okbah, Ma : "Hidup hanya Sekali,
jangan Salah jalan", Perisan Quran, jakarta, 2011, hal 108)
Opportunity/peluang/kesempatan tegaknya syari’at Islam :
- Lembaga dakwah dan ormas Islam yang konsisten mendakwahkan tegaknya
syari’at Islam.
- Sarana penerangan/komunikasi yang dapat digunakan sebagai sarana dakwah.
Strenth/kekuatan/potenti bagi tegaknya syari’at Islam :
- AlQur:an dan AlHadits sebagai landasan ideologis.
- Khazanah pemikiran ulama Islam pada masa lalu.
- Warisan/peninggalan sejarah umat Islam masa lalu.
- Populasi umat Islam yang cukup diperhitungkan. Bahkan identitas, dan
nama Islam sendiri masih menggentarkan, menciutkan nyali musuh-musuh
Islam.
- Masjid, mushalla sebagai sarana/tempat pembinaan/penggemblengan umat
Islam. (Simak INTHILAQ, No.3, Thn.II, 4 Maret 1994)
Konsep SOAR
Dulu diperkenalkan konsep SWOT analysis
(Strength-Weakness-Opportunity-Threat). Menganalisis kelemahan
(wakness) dan menghitung risiko/ancaman (threat) itu diperlukan. Lebih
penting lagi dari itu adalah mengidentifikasi dan memfokuskan kekuatan
(strength) dan peluang (opportunity).
Kini diperkenalkan konsep SOAR
(Strengths-Opportunity-Aspiration-Result). Konsep ini beroriemtasi
“appreciative inquiry”, yaitu menghargai dan menggali hal-hal yang
positf dan kekuatan (strength) yang terlihat maupun tersembunyi.
“Allow your thoughts to take you to heights of greatness”. Dengan pola
pikir ini, berobsesi terhadap aspirasi (aspiration) dan kesempatan
(opportunity) sehingga hasil (result) terpenuhi optimism (Simak Eileen
Rachman & Sylvina Savitri : “Mentalitas Elang”, KOMPAS, Sabtu, 6
Agustus 2011, hal 33, “Klasika : Karier”).
(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1107280815)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar