Referensi solusi krisis serbaneka Sicunpas On_Line Koleksi informasi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, moral
Minggu, 13 November 2011
Pendidikan Budi Pekerti Dengan Ibadah
catatan serbaneka asrir pasir
Pendidikan Budi Pekerti Dengan Ibadah
Tugas utama yang diemban Rasulullah saw yang selanjutnya menjadi
tugas umat Islam adalah meratakan rahmat bagi seluruh manusia (Simak
ayat QS 21:107). Untuk meratakan rahmat bagi seluruh manusia itu
dengan menyempurnakan Budi Pekerti yang mulia. “Aku diutus tidak lain
hanyalah untuk menyempurnakan budi pekerti mulia”. Demikianlah sabda
Rasulullah, Muhammad saw menatakan maksud kedatangannya kea lam dunia
ini.
Budi Pekerti digunakan sebagai terjemahan/padanan dari Akhlak.
Demikian juga kata Etika, Moral biasa pula digunakan sebagai padanan
Akhlak. Dalam DDC (Dewey Decimal Classification) terdapat : Etika
politik, Etika hubungan keluarga, Etika jabatan dan penggunaan minuman
keras. Prof Dr Hamka membahas antara lain Budi Pekerti
Pejabat/Penguasa/Politisi, Budi Pekerti
Pengusaha/Pebisnis/Enterpreneur, Budi Pekerti Pegawai/karyawan, Budi
Pekerti Penulis/Jurnalis, dan lain-lain (Simak “Lembaga Budi”,
Panjimas, Jakarta, 1983). Dr Muhammad Ali al-Hasyimi membahas Akhlak
seorang Muslim terhadap Tuhan, Diri Sendiri, Orangtua, Isteri, Anak,
Keluarga, Tetanggga, Saudara/Teman, Masyarakat/Neara (Simak “Menjadi
Muslim Ideal”, mitra Pustaka, Yogyakarta, 1999). A Hassan membahas
Akhlak/Kesopanan terhadap Tuhan, Nabi, Ibu Bapa, Oang Tua-tua,
Ulama/Guru, Tetangga/Jiran, dan Dalam Perkawinan/bermah Tangga (Simak
‘Kesopan Tinggi Seara Islam”, Bandung, 1981).
Pendidikan Budi Pekerti adalah pendidikan sepanjang hayat, selama
hidup dengan melaksaakan ibadah, ajaran Islam secara rutin, kontinu.
Dengan memahami, menghayati kalimat thaiyibat, kalimat syahadat,
shalat, zakat/sedekah, puasa, silaturrahmi, syukur, sabar, qana’ah,
zuhud, wara’ tawadhu’, dan lain-lain.
Pemahaman, penghayatan syahadat secara benar mendidik, membuat akal
menjadi cemerlang dan tidak ada rasa takut, terburu nafsu dan
ragu-ragu maupun minder dalam berbuat, memperoleh/meraih
kemerdekaan/kebebasa yang sesungguhnya, tidak takut merasa miskin,
tidak takut akan persaingan, tidak dengki.
Shlat mendidik menjauhkan diri dari perbuatan keji/jorok dan
munkar/criminal, tidak mengambl dan memakan harta riba, tidak
menggunjing (ghibah), tidak memfitnah. Sedekah mendidik merasa mampu
dan kaya serta peduli terhadap sesama. Puasa mendidik mampu
mengendalikan gelora nafsu/syahwat/keinginan. Silaturrahmi mendidik
keharmonisa hubungan sesama (Simak Majalah SHARING, Edisi 44, Thn IV,
Agustus 2010, hal 16-17, “Mengembalikan Ekonomi Kepada fitrahnya”.
(written by sicumpaz@gmail.com at BKS1111110500)
Menanti Budi Kembali
REPUBLIKA, Senin, 8 November 1999, di hal 16 tampil dengan judul "Budi
Pekerti akan Kembali Diajarkan di Sekolah", berkenaan dengan gagasan
Mendiknas Dr H Yahya Muhaimin. KOMPAS, Senin, 23 Oktober 1995, di hal
4 dan 5 menyajikan antara lain tentang posisi dan fungsi dari
PENDIDIKAN BUDI PEKERTI. BUDI LUHUR yang AMAT IKHLAS sudah hampir tak
dikenal lagi (Satyagraha Hurip : KOMPAS, Minggu, 2 April 1995, cerpen
"Surat Undangan". Banyak orang yang sudah kehilangan hati nurani (Ade
Armando : REPUBLIKA, Sabtu, 17 Februari 2001, Resonansi).
Masyarakat saban waktu dihadapkan pada kecenderungan demoralisasi,
kebringasan sosial, tindak kekerasan (violence), perampokan,
pembunuhan, pemerkosaan, penjambretan, korupsi, kolusi, monopoli,
tontonan-bacaan-hiburan yang non-edukatif, dan lain-lain tindak
kesadisan dan kebrutalan (KOMPAS, Senin, 23 Oktober 1995).
Untuk membentuk masyarakat yang memiliki BUDI PEJERTI diperlukan
kesadaran dan keterlibatan berbagai pihak sebagai panutan keteladanan
(tuntunan dan tontonan), baik dari kalangan dunia pendidikan (formal
maupun informal)), penerangan (koran, radio, televisi, film),
sosial-budaya (olahraga, kesenian, kepariwisataan), hukum (kepolisian,
kejaksaan, pengadilan, kehakiman), politik (kebijaksanaan, peraturan,
perundang-undangan), dan lain.lain.
Dalam agama Budha terdapat delapan suruhan (astavidha) untuk hidup
yang benar : 1. Berpandangan hidup yang benar, 2. Berpikir yang benar,
3. Berbicara yang benar, 4. Berbuat yang benar, 5. Berpenghidupan yang
benar, 6. Berusaha yang benar, 7. Berperhatian yang benar, 8.
Berkonsentrasi yang benar. Juga terdapat sepuluh larangan (dasasila),
yaitu : 1. Tidak boleh menyakiti atau mengganggu sesama makhluk, 2.
Tidak boleh mengambil apa saja yang tidak diberikan, 3. Tidak boleh
berzina, 4. Tidak boleh berkata dusta, 5. Tidak boleh minum yang
memabukkan, 6. Tidak boleh makan tidak pada waktunya, 7. Tidak boleh
menghadiri atau menonton kesenangan duniawi, 8. Tidak boleh bersolek,
9. Tidak boleh tidur di tempat yang enak, 10. Tidak boleh menerima
hadiah (Nugroho Notosusanto dkk : "Sejarah Nasional Indonesia" untuk
SMP, jilid 1, 1979:60-61; KARTINI, No.406, 24 Juni 1990, hal 80).
Dalam "Perjanjian Lama", pegangan Yahudi dan Nasrani, dalam Kitab
Keluaran (Exodus) 20:1-17 terdapat Dekalog, The Tenth Commandemen,
sepuluh perintah Tuhan, agar : 1. Hanya menuhankan Allah, tidak
menuhankan selain Allah, 2. Tidak membuat patung, tidak bersujud pada
patung, 3. Tidak mmenyebut nama Tuhan dengan sia-sia, 4. Menghormati,
mensucikan Hari Sabat, 5. Menghormati ibu-bapa, 6. Tidak membunuh, 7.
Tidak berzina, 8. Tidak mencuri, 9. Tidak meminta kesaksian dusta, 10.
Tidak menginginkan milik sesama. Namun Agama Katholik – menurut Eddy
Crayn Hendrik (kini Muhammad Zulkarnain) – kemudian merombaknya,
dengan menghilangkan hukum yang menyangkut larangan pembuatan patung.
Agar tetap sepuluh perintah, maka hukum larangan berzina dijadikan dua
larangan, yaitu larangan membuat pekerjaan cabul, dan larangan
mengingini pekerjaan cabul (Eddy Crayn Hendrik : "Muhammad Dalam
Kitab-Kitab Suci Dunia", 1993:16-17, Prof Dr Hamka : "Tafsir
Al-Azhar", juzuk VIII, 1982:134-135).
Kesopanan Tinggi Secara Islam – menurut A Hassan Bandung – mencakup :
1. Kesopanan Manusia terhadap Tuhan, 2. Kesopanan Ummat terhadap Nabi,
3. Kesopanan Anak terhadap Ibu-Bapa, 4. Kesopanan Anak-Anak terhadap
Orangtua-Orangtua, 5. Kesopanan Manusia terhadap Ulama, 6. Kesopanan
Orang terhadap Tetangga, 7. Kesopanan Manusia dalam Rumah Tangga
(Kesopanan Manusia terhadap Keluarga). Barangkali A Hassan lupa, bahwa
ada lagi Kesopanan Manusia terhadap Alam Semesta.
Pribadi Seorang Muslim – menurut Dr Muha mmad Ali al-Hasyimi –
mencakup : 1. Perilaku terhadap Tuhan, 2. Perilaku terhadap diri
sendiri, 3. Perilaku terhadap orangtua, 4. Perilaku terhadap pasangan,
5. Perilaku terhadap anak-anak, 6. Perilaku terhadap keluarga, 7.
Perilaku terhadap tetangga, 8. Perilaku terhadap teman, 9. Perilaku
terhadap masyarakat (Dr Muhammad Ali al-Hasyimi : "Menjadi Muslim
Ideal", 1999:4).
Harakah Islam mendambakan tahapan dakwah yang dimulai dari pembentukan
syakhsiah islamiyah (pribadi Muslim), kemudian usrah muslimah
(keluarga Muslim), setelah itu mengarah kepada ijtima’iyah
al-islamiyah (masyarakat Islami), yang sasarannya menuju kepada daulah
islamiyah (negara Islami) dan ditutup dengan membentuk khilafah
islamiyah (Pergaulan Dunia Islami).
Islam telah menyiapkan tuntunan, panduan BUDI PEKERTI untuk semua
kalangan, untuk aparat pemerintah, penegak hukum, alat negara,
pengusaha, teknokrat, budayawan, ilmuwan, karyawan, rakyat, dan
lain-lain, untuk menjadi manusia yang manusia, bukan jadi homo homini
lupus, exploitation de l’home par l’home. Antara lain terhimpun dalam
"At-Targhib wat-Tarhib", susunan al-Mundziri, "Riyadhush-Shalihin",
susunan Imam Nawawy, yang ringkasannya dalam "Keutamaan Budi Dalam
Islam", oleh Muhammad Fadloli HS (M Hasbi ash-Shiddieqy : "Sejarah Dan
Pengantar Ilmu Hadits", 1953:55).
= BekasSasaran Pendidikan Qur:an
Imam kami
Pendidikan Qur:an (Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Menjadi Umat Unggulan) :
- Pendidikan IMTAQ, I’tiqadi, Akidah, Keyakinan, Keimanan, Ketakwaan,
Iman pada Allah dan Iman pada Hari Akhirat KeMahaEsaan Allah,
KeMahaKuasaan Allah, KeMahaCermatan Allah, KeMahakasihan Allah,
KeMahaSayangan Allah, KeMahaSantunan Allah, KeMahaSabaran Allah,
KeMahaKekalan Allah, KeMahaBijakan Allah, KeMahaAdilan Allah,
KeMahaAgungan Allah, KeMahaBenaran Allah), Dalil-dalil KeMahaKuasaan
Allah dalam Kosmologi, Antropologi, Botani, Zoologi, Kedaulatan Hukum,
Seruam untuk menjadi hamba, budah Allah, tidak mempersekutukan Allah.
- Pendidikan Ruhi, Spiritual.
- Pendidikan Fikri, Intelegensi.
- Pendidikan Moral, Akhlaqi, Budipekerti.
- Pendidikan Suluki, Perilaku.
- Pendidikan Syu’uri, Emosional.
- Pendidikan Tsaqafi, Kesenian, Kebudayaan..
- Pendidikan Ibadah (Shalat, Shaum, Zakatm Haji).
- Pendidikan Munakahah, Bekeluarga, Kerumahtangga, Menikah, Tidak
melacur, Berbakti kepada ibu bapa, Tidak mendurhakainya, Tidak
menganiaya yatim,
- Pendideikan Mu’amalah, Iqtishadi, Ketataniagaan, Berbisnis,
Berekonomi, Berindustri, Menyempurnakan janji, Tidak mengkhianatinya,
Menyempurnakan ukuran,
- Pendidikan Jina:I, Hukum, Perundang-Undangan, Tidak membunuh orang,
Adil, Tidak berbuat aniaya.
- Pendidikan Ijtima’I, Keorganisasian, Ketatanegaraan, Kemasyarakatan,
Peduli kepada sesame, Tidak cuek kepada sesama,
- Pendidikan Siasi, Kepemimpinan, Ketatanegaraan. Berpemerintahan.
- Pendidikan ‘Askari, Kemiliteran, Keolahragaan, Bela Negara
- Pendidikan Ketrampilan.
Muslim meriwayatkan dari Mu’awiyah bin alHakam as Sulam ra, bahwa ia
belum pernah melihat guru (mu’allim) yang sebaik Rasulullah saw (dalam
“Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasala “Nasehat dan Hemat dalam
Nasehat’).
(BKS0711191000)
i 11 Maret 2001 =
Syari’at menciptakan umat unggulan
catatan serbaneka asrir pasir
Syari’at menciptakan umat unggulan
Syari’at Islam membimbing, menuntun, memandu manusia menjadi umat
unggulan.Umat unggulan adalah umat takwa, umat yang berkwalitas, yang
dinamis, yang aktif, yang kreatif, yang sukses, yang berhasil, yang
beruntung, yang tak merugi, yaitu yang melakukan amal hasanaat, amal
shalihaat, tidaak melakukan amal saiyaat, tidak membuat onar dan
makar, tidak berlaku ngkoh, pongah, sombong. Gemar akan amal positip,
geram akan amal negatip. Berlomba-lomba berbuat kebaikan (amal shaleh,
ihsan, khair, biir, makruf). Mendorong orang juga aktif melakukan
kebaikan. Baik tidaknya amal perbuatan mengacu pada tuntuna Allah dan
RasulNya, dan bukan semata-mata mengacu pada pikiran, pendapat,
anggapan seniri. Unggul dalam segala bidang kehidupan. Catan sejarah
menjadi saksi tentang hal itu. “Barangiapa yang mengerjakan amal
shalih, baik laki-laki mapun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan kami (kata Allah) berikan kepaanya kehidupan yang
baik” (simak QS 16:97).
Syari’at Islam membimbing, menuntun, memandu manusia agar mengakui,
meyakini bahwa “Tak ada Tuhan selain Allah”. Tidak mempersekutukan
Allah dengan yang lain. Tidak tunduk kepada yang selain Allah.
Menghambakan diri hanya kepada Allah semata. Mengakui, meyakini bahwa
“segala sesuatu itu atas kehendak Allah. Tak ada kekuatan keduali
dengan pertolongan Allah” (simak QS 18:39).
Syari’at Islam membimbing, menuntun, memandu manusia untuk aktif
melakukan perbuatan baik (amal shalih, ihsan, khair, biir, makruf) dan
aktif mencegah perbuatan buruk (amal suuk, syaar, fujur, munkar).
Merusak (ekonomi, sosial, budaya, politik), mengacau, termasuk ke
dalam perbuatan buruk.
Dalam alQur:an surah Ali Imran disimak bahwa umat unggulan itu antara
lain memiliki mentalitas, perilaku seperti berikut : beriman kepaa
Allah, beriman kepada hari akhir, bertakwa kepada Allah, menta’ati
aturan Allah, aturan Rasul Allah, aturan ulil amri, berlaku disiplin,
memohon ampunan pada Allah, menjaga, memelihara jama’ah (persatuan),
ukhuwah (persaudaraan), perdamaian (liberte, egalite, fraternite,
membina rasa persamaan, sama-sama makhluk Allah), tidak menimbulkan
perpecahan, kekacauan, kerusakan (alam ekonomi, sosial, budaya,
politik), menerjakan perbuatan baik, membelanjakan harta pada jalan
kebaikan, tak melakukan aktivitas riba (penggandaan harta),
menyebarkan kebaikan, menyingkirkan kejelekan, saling memperhatikan,
saling mempedulikan, saling menolong, saling melengkapi, saling
mengisi, saling membantu, saling melindungi, saling menjamin, saling
menanggung, saling mengingatkan, saling menasehati, saling
bertaushiah, menyampaikan dakwah, melakukan amar bil makruf nahi ‘anil
munkar, bermusyawarah-mufakat, berlaku sabar, tekun, gigih,
profesional, berlaku lurus, benar, adil, jujur, amanah, tak melakukan
provokasi, intimidasi, agitasi, prostitusi, monopoli, tak berwali pada
orang kafir, selalu waspada terhaap lawan.
Syari’at Islam dalam pengertiannya yang sempit, mengandung hukum-hukum
yang tegas (qath’I), yang tak dapat digugat lagi yang berasal dari
alQur:an alkarim dan Sunnah yang shahih, yang merupakan
prinsip-prinsip tetap, kaedah-kaedah umum.
Syari’at Islam dalam pengertiannya yang luas, tersebar dalam khazanah
Fiqih Islam, bersifat zhanni (ijtihadi) yang diambil dari Qur:an dan
Sunnah atau dari sumber lain, seperti ijma’ (konsensus), qiyas
(analogi), istihsan, istishhab, mashalih-mursalah (Ahmad Zaki Yamani :
“Syari’at Islam yang Abadi Menjawab Tantangan Masa Kini”, Al-Ma’arif,
Bandung, 1986:32-34).
Secara tematik/topik baku, syari’at Islam itu meliputi Rubu’Ibadah
(Syahadat, Shalat, Shaum, zakat, haji), Rubu’ Munakahah (Syakhsyiyah,
Keluarga, Perkawinan), Rubu’ Mu’amalah (Amwal, Perdata, Privae, Harta,
Kekayaan, Ekonomi, Bisnis, Industri), Rubu; Jinayah (Anfus, Pidana,
Publik, Politik, Militer, Jihad). Masing-masing rubu’ terseb ut,
secara jurisprudensial terdiri dari hal-hal (ajaran) yang wajib, yang
sunat (nafil, tathawu’), yang mubah/halal, yang makruh, yang haram.
Menurut Imam Ghazali (w505H), syari’at Islam itu berfungsi untuk
menjaga, memelihara agama, nyawa, akal, nasab/keturunan, harta secara
adil (Dr Musthafa asSiba’I : “Sistem Masyarakat Islam”, AlHidayah,
1987:141; Ahmad Zaki Yamani : “Syari’at Islam Yang Abadi Menjawab
Tantangan Masa Kini”, AlMa’arif, Bandung, 1986:42).
Syari’at Islam itu mencegah timbulnya kerusakan (kerusakan ekonomi,
sosial, budaya, politik). Tak membiarkan munculnya bibit-bibit
kerusakan. “Mereka (musjrik) mengajak ke neraka, sedang Allah mengajk
ke surga dan ampunan dengan idzinNya” (simak QS 2:221).
Metoda syari’at mulai dengan melaksanakan hal yang wajib, serta
menghindari yang haram, dan kemudian baru diikuti dengan melaksanakan
yang sunat dan menghindari yang makruh. Cara, metoda yang ditempuh
ulama fikih menemukan kaidah-kaidah ushul, prinsip-prinsip dasar
secara berurutan : menela’ah sumber shari’at, merumuskan kaidah ushul,
menyusun ketentuan hukum, memeriksa ketentuan hukum, merumuskan
kembali kaidah ushul.
Secara struktural, syari’at Islam meliputi : Sistem Moral Islam,
Sistem Politik Islam, Sistem Sosial Islam, Sistem Ekonomi Islam,
Sistem Spiritual Islam (Abul A’la Maududi : “Pokok-Pokok Pandangan
Hidup Muslim”, 1987).
Secara fungsional, syari’at Islam itu meliputi : ajaran dan hukum
Islam yang tercantum dalam Qur:an dan Hadits. Dengan kata lain,
syari’at Islam dalah amal perbuatan baik yang berdasarkan pada
keimanan kepada Allah dan keimanan akan hari akhir, yang mengacu pada
Kitabullah dan Sunnah RasulNya. Syari’at merupakan instrumen, sarana
menjadi umat unggulan.
“Selama kita hidup, selama iman masih mengalir di seluruh pipa darah
kita, tiddaklah sekali-kali boleh kita melepaskan cita-cita agar Hukum
Allah tegak di alam ini, walapun di negeri mana kita tinggal”. “Kufur,
Zhalim, ffasiklah kita kalau kita percaya bahwa ada hukum lain yang
lebih baik dari hukum Allah” (Prof Dr Hamka : “Tafsir AlAzhar” VI,
1984:263, re QS 5:44-47).
(BKS0612200430)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar