Senin, 28 November 2011

Belajar memahami maunya Allah

catatan serbaneka asrir pasir Kalau Allah mau (Al-Quran adalah Kalamulllah, bukan bahasa manusia. Tak dapat dipahami dengan bahasa manusia. Setiap pemahaman manusia akan bisa berbeda stu sama lain). Allah Maha Kuasa. Kalau Allah mau, Ia ciptakan umat ini Muslim semua (QS 5:48, 10:99), akur semua, tak berselsih (QS 11:118), tak ada berbunuh-bunuhan (2:253) semuanya orang baik-baik (QS 16:93), tak ada yang berbuat sewenang-wenang (QS 42:8, 6:137), semua dapat petunjuk (QS 6:35, 6:149), tidak ada yang musyrik (QS6:107), semuanya mengabdi hanya kepada Allah, tak ada yang durhaka (QS 51:67), semuanya memperoleh kehormatan, kemuliaan, tak ada yang akan dilemparkan ke neraka (QS 17:70). Semuanya tertib, teratur, aman. Tak perlu pengadilan, tak perlu mesti ada kematian, tak prlu adanya neraka. Itu kalau Allah mau. Allah berkuasa buat menjadikan syari’at itu satu saja. Coraknya satu saja zaman Adam sampai zaman Muhammad, sampai hari kiamat. Bangsapu satu semua. Adat istiaat satu semua, prkembangan hiduppun satu saja semua. Allah berkuasa membuat demikian kalau Dia mau (idem, juzuk VI, hal 268, re tafsrin QS 5:48). (macam di surga/ tanpa perlu adanya dunia dan akhiat ?) Kalau Allah menghendaki, bisa juga manusia itu bersatu semua, akur semua, tidak ada berkelahi. Akur dalam membangun. Akur dalam berketurunan. Allah sanggup mentakdirkan manusia seperti demikian. Akan tetapi Allah telah mentakdiran lain. Manusia tetap saja dalam perselisihan atau perkelahian. Ada yang jadi Fir’au. Ada yang jadi Musa. Ada yang jadi Abu Jahal. Ada yang jadi Nabi Muhammad saw. (Idem, simah juz XII, hal 153, re tafsiran QS 11:118). Allah berkuasa membuat umat ini jadi umat yang satu, tidak ada pertikaian, tidak ada perselisihan (idem, juzk XI, hal 290, re tafsiran QS 16:193, juzuk III, hal 8 re tafsiran QS 2:253, simak juga re tafsiran QS 42:8). Kalau diteruskan, bisa saja muncul pandangan bahwa kalau Allah menghendaki maka tak ada senketa antara Qabil dan Habil, tak ada perperangan, tak perlu ada bahtra Nabi Nuh, unggun yang disipkan Namruzz bagi Nabi Ibrahim, tak perlu Fir’aun kejeur ke dalam lautan. Seluruh fenomena alam dirncang Allah untuk kemanan manusia, tak ada tsunami, tak ada gempa bumi, tak ada bencana alam, tak ada manusia yang keinjak-injak. Bahkan tak pula ada pengadilan, tak perlu neraka, tak perlu ada kematian. Cukup hanya surga tanpa dunia, tanpa akhirat, tanpa mati ? Allah Maha Kuasa buat mengumpulkan mereka (manusia ?) dalam satu haluan, satu kepercayaan, satu petunjuk sehingga tidak ada yang membantah lagi, setuju saja semuanya. Allah sanggup berbuat begitu (Simak Prof Dr Hamka “Tafsir Al-Azhar”, juzuk VII, hal 207, re tafsiran QS 6:35). Kalau Allah mau, maka Allah dapat saja membuat manusia itu menjadi mukmin semua, dan kemusyrikan jadi hilang, orang bersatu semua dalam tauhid (idem, juzuk VII, hal 34 re tafsiran QS 6:107). Allah Maha Kuasa. Bisa membuat seluruh isi bumi ini beriman kepada Allah, tak ada yang durhaka kepada Allah. Semua orang akur. Semua manusia yang hidup di dunia ini percaya kepada Allah, tidak seorang juga yang membantah. Kalau Allah menghendaki supaya manusia itu beriman semua, seluruhnya percaya saja kepada Allah, yaitu dihentikanNya manusia brfikir dan dihilangkanNya segala perjuangan buat mencari nilau-nili di dalam hidup (idem, juzuk XI, hal 347, re tafsiran QS 10:99). Dalam QS 2:186 disebutkan bahwa Allah mengabulkan permohonan orang yang meminta, apabila ia memohon kepada Allah. Apakah seluruh permohonan akan dikabulkan Allah ? Tidak. Permohonan Nabi Nuh yang memohon keselamatan atas anaknya ditolak Allah )Simak QS 11:45-47). Permohonan Nabi Ibrahim yang memohon atas keseamatan bapaknya ditolak Allah (Simak QS 9:113-114, 60:4). Kenapa ? karena tak memenuhi syarat yang dikehendaki Allah. Syaratnya apa ? Silakan simak dan telusuri dari ayat tersebut. Yang memohon orang baik-baik, orang shaleh, yaitu nabi, Rasul Allah. Materi yang dimohonkan pun menurut yang memohon juga yang baik, yaitu keselamatan bagi keluarga. Allah sendiri tempat memohon pun Maha Kuasa, mampu merubah dari kafir kepada mukmin seperti halnya Umar bin Khatthab. Syubhat dan Mutasyabihat Muh Quthub menarang buku berjudul “Subhat Haul al-Islam”. Alwi AS mengindonesiakannya “Jawaban Terhadap Alam Fikiran Barat Yang Keliru Tentang Al-Islam” (Membongkar kebohongan orientalis tentang Islam), tertian Diponegoro, Bandung, 1982. Dalam QS 3:7 terdapat kata “muhkamat” dan “mutasyabihat”. Apakah makna “ayat mutasyabihat” ? Apakah ayat yang masih dipertanyakan, dipersoalkan, dipermasaalahkan ? Apakah ayat yang masih memerlukan tafsiran, yang ghairu ma’qul, yang tak logis ? Apa bedanya antara “sya-a” dan “arada”, antara “qadara” dan qadha-a” ? Apakah makna “La quwwata illa billah” (QS 18:39) ? Apakah berarti bahwa tak ada yang terjdi tanpa idzin/kehendak Allah ? Apakah berarti bahwa semuanya (yang baik dan yang buruk) terjadi atas kehendak/mauNya Allah ? Apakah makna “fa’alu lima yurid” (QS 11:107)” ? Apakah berarti bahwa Allah berbuat sekehendaknya, semaunya, sewenang-wenang ? Karena “Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuatNya, dan merekalah yang akan ditanyai” (QS 21:23). Akah sebenarnya maunya Allah ? Dalam QS 51:56 disebutkan bahwa “Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah Allah” ? Apakah seluruh (kulli) jin dan manusia tanpa kecuali (tapa eksepsi, tanpa istitsna) ? Ataukah hanya sebagian (juz-i) kecil saja dari manusia yang diciptakan Allah untuk mengadi kepadanYa ? Namun kenyataan (Das Sein) yang terjadi menunjukkan tak semua manusia yang mengabdi kepada Allah. Allah sendiri Maha Kuasa. Mampu mewujudkan kehendaknya “Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepaanya ‘Jadilah’ maka terjadila ia” (QS 36:82, simak juga QS 76:30, 81:29). Kenpa tak terwujud seperti kehendakNya ? Apakah ini suatu pengecualiaan, eksepsi, sistitsna ? Jika hal ini memang kehendakNya menciptakan seluruh jin dan manusia mengabdi kepadaNya, untuk apa diciptakannYa neraka ? Pasti ada hikmahnya. Tak perlu ditanyakan. Dalam QS 8:25 disebutkan bahwa siksaan Allah tidak khusus hanya menimpa orang-orang yang zhalim saja ? Allah sendiri Maha Kuasa. Mampu melokalisir siksaan hanya menimpa orang-orang yang zhalim saja. Kenapa hal ini tak terwujud dalam kenyataan ? Pasti ada hikmahnya. Tak perlu ditanya. Hamka menggugat Jabariyah Dalam DDC (Dewey Decimal Classifiation) 200-299 veri Arab-Islam terbitan Kuwait, 1984, bahwa yang tergolong pada Aliran/Sekte/Firqah Islam di antaranya adalah : Murjiah, Mu’tazilah, Khawarij, Syi’ah, Rafidhah, Sunni, Asy’ari, Druz, Qadiani, dan lain-lain. Bagaimana pun mereka itu masih dikategorikan sebagai penyandang predikat Islam, sebab semua masih mengacu pada Quran dan Hadits (Simak “Tafsir Al-Azhar”, juzuk IV, halaman 55, re tafssiran ayat QS 3:105). “Jabariyah” berpaham bahwa segala sesuatunya aalah taqdir suratan daari Tuhan, dan kita manusia tidak ada ikhtiar sama sekali (idem, juzuk XX, halaman 19, re tafsiran ayat QS 8:53). “Jabariyah” berpaham bahwa “Nasibku yang malang adalah takdir Allah”. “Kalau tidak atas kehendak Allah, tidaklah nasibku akan begini” (idem, juzuk IV, halaman 97, re tafsiran ayat QS 8:148). Intinya bahwa hanya Allah Yang Maha Kuasa, Yang Maha Berdaulat. Kekuasaan dan Kedaulatan Allah tak terbagi dengan siapa pun. Dalam hubungan ini simak pula tanggapan Ibnu Arabi yang mengatakan, bahwa “Sungguh perbuatan baik dan buruk, iman dan kufur, tha’at dan maksiat, penciptanya semua ialah Allah, yang tidak ada sekutu bagiNya dalam mencipta. Dan tidak pula dalam menciptakan apa jua pun. Tetapi yang buruk tidaklah boleh disangkutkan kepadaNya dalam sebutan, meskipun itu ada. Semuanya itu ialah untuk mendidik kita beradab, bersopan santun mengajar kita memuji Dia” (idem, juzuk XXIII, halaman 271, re tafsiran ayat QS 28:41). Ibnu Katsir dalam mengupas tentang Khilafah mengatakan bahwa “Kalau Di (Allah) menghendaki, boleh saja dijadikan sekalaigus, tidak dijadikan turun demi turunan, atau sebagai kejadian Adam saja dari tanah. Dan kalau Dia (Allah) kehendaki bisa saja yang setengah adakan keturunan dari yang setengah, tetapi tidak dimatikan yang mula-mula lebih dahulu, melainkan sekaligus semuanya kelak dimatikanNya”. Pastilah ada hikmahnya. “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (QS 2:30) (idem, juzuk XX, halaman 19(. (written by sicumpaz@gmail.com at BKS1109181100) Belajar memahami maunya Allah (Belajar membuka tabir rahasia ilmu dan kehendak Allah) “Dan Aku (kata Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu” (QS 51:56). “Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendakiNya, dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya” (QS 16:93). “Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat” (QS 11:118). “Sekiranya Allah menghendaki, niscaa kamu dijadikanNya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberianNya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan” (QS 548). Seluruh malaikat yang dciptakan Allah mengabdi kepadaNya (QS 2:1). Namun manusia yang diciptakan Allah hanya sebagian kecil yang mengabdi kepadaNya. Padahal semuanya itu diciptakan Allah untuk mengabdi kepadaNya (QS 51:56). Allah Maha Kuasa. Allah bisa menciptakan dunia in seperti sorga, aman, tenteram, damai, sentosa, sejahtera. Tapi Allah menghendaki agar manusia itu aktif bergerak dnamis, kreatf menciptakan keamanan, ketenteraman, kesentosaan, kesejahteraan di dunia ini, bukan bersikap statis, pasif, apatis. Dunia ini diciptakan Allah untuk perjuangan, bukan untuk bersenang-senang. Hasilnya dipetik nanti di akirat. Allah Maha Kuasa. Kuasa merubah sikap mental namruz, Fir’aun, Penguasa Romawi, Abu Lahab dari syirik ke tauhid, dari zhalim ke adil. Namun Allah tak melakukan itu. Ia mengutus utusanNya Ibrahim, Musa, Isa Muhammad saw untuk melakukan tugas itu. Namun semua utusanNya tak berhasil merubah sikap buruk mental mereka itu. Allah memberikan kerajaan kepada orang yang Ia kehendaki dan Ia cabut kerajaan dari orang yang Ia kehendaki. Ia muliakan orang yang Ia kehendaki, dan Ia hinakan orang yang Ia kehendaki (QS 3:26). Allah Maha Kuasa. Kuasa memberikan kekuasaan kepada Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad. Tapi Allah tak memberikan kepada mereka. Allah memberikannya kepada Namruz, Fir’aun, Penguasa Romawi, Abu Lahab. Allah Maha Kuasa. Kuasa menyelamatkan Ibrahim dari api unggun, menyelamatkan Yunus dari santapan ikan. Kuasa menyelamatkan Ayub dari penyakit, menyelamatkan Zakaria dari gergaji, menyelamatkan Muhammad senjata Quraisy pada perang Uhud. Namun Allah membiarkan Ayub menderita sakit, membiarkan Zakaria kepalanya digergaji penguasa Romawi, membiarkan Muhammad kena lemparan senjata kafir Quraisy. Allah menyediakan sorga dan neraka. Ini berarti Allah menghendaki mada manusia yang baik saleh, yang akan menjadi penghuni sorga, dan ada manusia ang jahat, taleh, yang akan menjadi penghuni neraka. Oleh karena Allah itu Maha Kuasa, maka Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuatNya, dan merekalah yang ditanyai” (QS 21:23). Disebutkan bahwa yang mencoba membuat seperti buatan Allah adalah oang zhalim (HR Bukhari, Muslim dari Abi Hurairah, dalam “Riadhus Shalihin”, Imam nawami, “Haram menggambar binatang”. Yang membuat gambar akan disiksa Allah di hari kiamat, dan diperintahkan supaya menghidupkan yang digambarnya” (HR Bukhari, Muslim dari Ibn Umar, idem, simak juga “Fathul Majid” Syaikh Abdurrahman, 2007:928, Bab : “Para Perupa Makhluk Bernyawa”). Allah Maha Kuasa. Apakah Allah merasa tersaingi oleh manusa yang membuat gambar ? Apaah Allah merasa perlu menunggu sampai hari kiamat untuk menghukum ang membuat gambar ? Apaka Allah merasa tak perlu untuk segera mencegah agar tak sampi mereka itu membuat gambar ? Malaikat menyaksikan bahwa makhluk yang diciptakan Allah, yang satu memangsa yang lain. Yang satu menumpahkan darah ang lain. Yang satu mersak yang lain. Homo homini lupus. Padaal mereka (malakat) itu senantiasa bertasbih memuji mensuscikan Allah. Namun Allah tak menyangkal yang disaksikan aaikat itu, karena Allah punya padangan lain, “Ia Maha Mengetahui”. Ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat : “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata : “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan”. Tuhan berfirman : “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (QS 2:30). Dari ayat tersebut dipahami bahwa Allah tak menginginkan suasana damai, aman, tenteram, sentosa, tapi suasana homo homini lupus, yang satu memangsa yang lain. Emha Ainun Nadjib menulis : Untunglah, kata sejumlah orang mulia yang cerdik cendekia : Allah sendiri itu Maha Humor. Sudah enak-enak hidup sendiri, kok bkn macam-macam makhluk anglucu-lucu begini. Apa Dia kesepian. Adam sudah nyaman-nyaman di srga, dibiarkan tercampak ke bumi. Kok luc. A Qldi saja kk ndak boleh dmakan. Mbok, ya bar. Apa sih ruginya han kehlangan sebji Qldi ? Mbok biarkan Adam kawin sama awa di surga, pengantn dan pesta sampai anak turnannya sekarang ni. Kenapa makhluk-makluk itu harus menunggu terlal lama untuk memperoleh kesempatan bercengkerama mesra denganNa. Lucu. Pakai bikin Iblis-Setan segala “Surat Kepada Kanjenga Nabi”, Mizan, Bandung, 1997:182, dari SUARA MERDEKA, 25 September 1992). Jawaban semuana itu terkandng dalam Ak mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” , QS 2:30). (BKS0801280645) Belajar Memahami Maunya Allah Iman pada Takdir (Program, Takdir, Ketentuan Allah) Usaha, ikhtiar, do’a manusia merpakan input, masukan ke dalam program, takdir, ketentuan Allah. “Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaannya yang ada pada diri mereka sendiri” (QS 13:11). “Sesungguhnya Alla sekalkal tidak aan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkanNya kepada satu kam, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri (QS 8:53). “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia” (QS 30:41)\ Hasil usaha, kekayaan, rezeki, mukjizat manusia sudah deprogram, ditakdirkaan, ditentkan Allah sejak awal. “Dan Allah melebihkan sebahagian kamau dari sebaagian yang lain dalam hal rezki” (QS 16:71). “Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki” (QS 16:71). “Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagan yang lan” (QS 2:253). Disebutkan bahwa segala sesuatu yang telah terjadid di dunia ini sudah ditetapkan, ditentukan, ditakdirkan, diprogramkan Allah. “Dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan ditulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahafuzh)” (QS 6:59). “Tiada suatu bencaa pun yang menmpa dib mi dan tidak (pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis daam kitab (Lauh Mahfuzh)” (QS 57:22). “Dan tidak ada yang lebih kecil dan yanglebih besar, melainkan tercatat/tersebut dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)” (QS 10:61, 34:3). “Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh)” (QS 36:12). Disebutkan juga bahwa semua yang ditakdirkan tak dapat ditolak, tak dapat dihentikan oleh siapa pun dan dengan cara apa pun. “Hai hambaKu. Andaikan dikmpulkan semua kekuatan manusia dan jn dahulu kala hingga akhir zaman nanti untuk menentang kekuasaanKu, maka sedikitpun kekuasaanK tidak bergeser” (Hadis Qudsi riwaat Muslim dari Abidzar dalam “Mutiara Hadits Qudsi”, oleh A Mudjab Mahali, 180:25). “Ketahuilah olehmu, sekiranya umat manusia sepakat hendak memberi manfa’at kepadamu, niscara tak akan sampai sesuatu juapun dari padanya, melainkan apa yang telah ditetapkan Allah lebih dahulu. Demikian juga sekiranya mereka itu sepakat pula hendak membahayakan kamu, tak akan sampai bahaya itu melainkan menurut apa yang telah ditetapkan Allah terlebih dulu (HR Tirmidzi dari Abdullah bin Abbas dari “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Muraqabah, Kewaspadaan, Pengawasan”). Tak ada yang mampu mencegah Hulaghukhan dan pasukannya memporak porandakan Irak, mencegah ush dan pasukannya menghancurleburkan Irak, mencegah Israel meumpahkan darah Palestina. Arah takdir dapat diamati, dideteksi. “Orang yang bakal beruntung, maka diringankan untuk berbuat amal yang menuntungkan, sebaliknya orang yang celaka, maka diringankan untuk berbuat amal yang membinasakan” (HR Bkhari, Muslim dari Ali, daam “AlLukLuk wal Marjan” Muhammad Fad Baqi, pasal “Kitab Qadar”, hadis no.1697). Ramalan, prediksi berdasarkan pada fenomena alam, fenomena sosial ang merupakan snnatullah (proses sebab akibat, if cnditio) yang diketahui oleh para ahl lm alam/ilmu sosial) bkanlah ramalan terhadap perkara ghaib seerti yang dilakukan oleh ara kahin, ahli nujum, para normal. Menelamatkan diri dari kondisi yang diperkirakan, diramalkan, diprediksi akan menyengsarkan haruslah dilakukan. Dan bukan membiarkan diri tidak mengantisipasinya dengan dalih sabar. Ada satu ungkapan yang berasal dari umar bin Khatthab : Lari dari suat takdir ke takdir yang lain. Yang tertindas, yang mendapat Andaman, yang diintimidasi, yang diteror, ang terancam keamanan/keselamatan dirinya haruslah berbuat, jika perlu mengungsi, meninggalan negeri pindah ke negeri lan. “Bukankah bumi Allah itu luas, seingga kamu dapat berhijrah dib mi itu ?” (QS 4:97). Sudah berabad-abad mat Islam di Filiina Selatan, di Patani, di Kashmir, di Singkiang dan lan-lain tertindas oleh bangsa sendiri. Juga mat Islam di Palestina tertindas ole bangsa asng Israel. Namn semuanya tak ada ayang berupaa berhijrah, mengungsi, membentuk pemerintahan di pengasingan. Apakah karena disebutkan bahwa “Tidak ada hijrah lagi setelah Fath Makkah”. Atakah karena kini ta ada lag tanah ang bebas, semuanya sudah dikaelingi ? Ataukah karena tak ada negara ang mau menerima mereka ? Aaukah karena “ukhwah Islamiyah”, “ummat kal asadil wahid” itu hanya tinggal sebagai Das Sollen (harapan, impian, slogan, semboyan), hanya ada dalam kitab, tak terwujud sebagai Das Sein (kenataan). Dalam menghadapi takdir yng sedang terjadi, berbuatlah sesuai dengan kemauan dan kemampuan yang dimiliki. Menghadapi kebakaran, padamkalah walau dengan segelas air sekali pn. Mengadapi peperangan, padamkanlah wala dengan lemparan sebelah sepatu seal pun. (BKS0901021000) Memahami Takdir “Sekali-kali kamu tidak akan mendapat pergantian bagi sunnatullah. Dan sekali-kali tidak pula akan menemukan penyimpangan bagi snnatullah itu” (QS 35:43). “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS 13:11). Man proposes, God disposes. “Bagi orang yang pemurah dan bertakwa dan membenarkan adanya suraga, akan Kami (kata Allah) berikan kemudahan kepadanya (menuju surga). Sedangkan bagi orang yang bakhil dan berdosa dan mendustakan adanya surga, akan Kami berikan kesukaran kepadanya (menuju surga) (QS 92:5-1). “Bila kalian mendengar bahwa di suatu tempat berjangkit penyakit menular, janganlah kamu pergi ke tempat itu, dan jika di tempat kamu tinggal telah bejrangkit penyakit menular, maka janganlah kalian meninggalkan tempat tinggamu karena melarikan dri dar wabah penyakit menular itu” (HR Bukhari, Mslim dari Usamah bin Zaid, dalam “AlLukluk wal Marjan”, Muhammad Fuad alBaqi, Bab : Wabah tha’un, dedukunan dan merasa sial dengan sesuatu). Raslullah pernah) ditanya : “Apakah sekarang ini sudah diketahi mana ahli sorga dan ahli neraka ?”. Jawab Rasulullah : “Ya”. Ditana lagi : “Lalu untuk apakah orang beramal ?”. Jawab Rasulullah : “Tiap orang beramal untuk apa yang telah dijadikan Allah bagnya (untuk mendapai apa yang dimudahkan oleh Allah baginya) (HR Bukhari, Muslm dari Inan bin Hshain, dalam “AlLuklk wal Marjan”, Muhammad Fuad aBaqy, Kitab adar (Takdir/ Ketentuan Allah). Rasulullah bersabda : “ Tiada seorangpun dari kalian, bahkan tiada suatu jiwa manusia melainkan sdah dientka tempatnya di sorga aa neraka, bernasib baik atau celaka”. Seseorang sahabatnya bertanya : “Ya Rasulullah, apakah tidak lebih baik kita menyerah saja (nattakil) pada ketentuan itu (kitabna) dan tidak usah beramal, maka jika untung akan sampai kepadanya keuntungannya, dan bila celaka maka aan sampai pada binasanya”. Rasulullah menjelaskan : “Adapun orang yang bahagia (beruntung) maka diringakan (sayashiru) untuk mengamalkan perbuatan ahli sa’adah (bahagia), sebaliknya orang yang celaka maka diringankan untuk berbuat segala amal yang membinasakan” (HR Bukhar, Muslim dari Ali, dalam “Matan Shahih Buhari”, Kitab alJanaiz, Bab : “Mau’izhah al muhaddats ‘inda alqabri wa qu’ud ashshabih haulahu”, dan dalam “Tafsir Ibnu Katsir”, jilid IV, hal 18, re tafsir ayat QS 92:5-10 ?. Menurut Yahya bin Ya’mur, orang ang ertama kal berbicara tentang qadar di Basharah adalah Ma’bad alJuaini, lalu ia (Yahya bin Ya’mar) dan Humaid bin bdurrahman alHimyari (Syaikh Abdurraman Hasan Alu Syaikh : “Fathl Majid”, 2007:922, Bab Mereka yang mengingkar Qadar (Takdir)”. Allah menentukan sesuatu atas kehendakNya, tidak ada yang dapat mempengaruhinya. Takdir llah tidak dipengaruhi oleh kemauan manusia. Namun demikian, Allah membuka kesempatan bagi manusia untuk berdoa dan memohon kepadaNya. Manusia hanya tahu apa yang telah terjadi dan dialaminya, akan tetapi ia tidak tahu apa yang akan terjadi di masa dating. Segala sesuatu yang terjadi, tidak ada yang diluar kehendak Allah, tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetlan (Prof Dr Zakiah Dradjat : “Takdir Allah”, REPUBLIKA, 26 Desember 1995, “Hikmah”). Mensyukuri nikmat Allah. Pertama dengan menyadari bahwa nikmat, rahmat Allah yang diterima tidak terhingga banyaknya. Kedua dengan mematuhi, mengikuti ketentuan Allah dalam menggunakan semua nikmat, rahmat Allah yang diterima (Prof Dr Zakiah Dradjat : “Syukur nikmat”, REPUBLIKA, 19 Januari 1996, “Hikmah”). (BKS0802072045)

Tidak ada komentar: