Referensi solusi krisis serbaneka Sicunpas On_Line Koleksi informasi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, moral
Senin, 28 November 2011
Kita hanya Islam permukaan
catatan serbaneka asrir pasir
Kita hanya Islam permukaan
Setan iblis senantiasa mengaliri, menjalari sekujur tubuh bangsa,
negara ini. Diyakinkannya bahwa hasrat keinginan agar ormas, parpol
kembali berdasarkan Islam, pada IMTAQ adalah kemunduran. Islam, IMTAQ
diberi predikat primitive, skretarian, ekslusif, ekstrimis, sangat
tidak sesuai, tidak cocok dengan masyarakat modern, masyarakat global,
masyarakat pluralistik.
Yang cocok bagi bangsa, negara ini hanyalah Pancasila. Pancasila
bersifat terbuka, menjalain persatuan dan kesatuan bangsa. Setan iblis
yang sangat aktif berperan adalah setan manusia, bahkan yang
berpredikat Islam dari kalangan cendekiawan. Dengan argumentasi
canggih ilmiah yang mempesona, yang memukau diyakinkannya bahwa Islam,
IMTAQ cukup dipakai pada permukaan (QS 22:11 ?) , pada upacara ritual,
pada acara selamatan.
Islam, IMTAQ jangan dibawa ke arena politik, hukum, militer, ekonomi,
social, budaya. Islam, IMTAQ itu tak ada kaitannya dengan berkah (QS
7:96 ?), kemakmuran, kesejahteraan, keamanan, kesentosaan, kedamaian,
ketenteraman. Yang dapat mendatangkankemakmuran, kesejahteraan bangsa,
negara ini hanyalah Pancasila, tidak yang lainnya.
Sungguh amat berbahagialah Soekarno, Soeharto yang berhasil
menancapkan dan memantapkan Pancasila. Juga berbahagialah Nurcholish
Madjid yang turut berhasil mematangkan Asas Tunggal Pancasila. Lebih
awal lagi, sejarah mencatat bahwa Tuhan YME Pancasila bukanlah Tuhan
Yang mewajibkan “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”.
Islam tak mendarah daging
Islam di kalangan umat Islam hanyalah di prmukaan saja, tak mendarah
daging. Perilaku umat Islam dalam praktek kenyataan (Das Sein) jauh
dari nilai-nilai Islam. Itulah hasil penelitian sosial bertema "How
Islamic are Islamic Countries yang dilakukan oleh The George
Washington University, yang diungkapkan oleh Komaruddin Hidayat dalam
tulisannya "Keislaman Indonesia" (KOMPAS, 6 November 2011, hal 6,
"Opini". Akibatnya umat Islam menjadi umat pecundang, menjadi
bulan-bulanan umat lain. Islam tak menyusup ke dalam sumsum
kepribadian umat Isla.
Dalam teori (Das Sollen) umat Islam itu adalah umat unggulan, umat
pemenang, umat falah. umat paripurna, umat tertinggi, tak ada yang
dapat menyainginya, mengunggulinya. Namun dalam kenyataannya umat
Islam tak mampu berkompetensi dengan umat lainnya. Perilaku (akhlak)
umat Islam masa kini lebih cenderung mengadopsi akhlak madzmumah
(akhlak tercela), berperilaku ananiyah (egois), ghibah (gosip),
khiyaaanah (curang, culas), bukhl (kikir, pelit), hasad (dengki,
jealousy), jubn (takut, kecut), riya (pongah, pride), tama' (rakus,
serakah, materialis), dan lain-lain. Cenderung meninggalkan akhlak
mahmudah (akhlak terpuji), tak berperilaku syukur (thank, gratitude,
produktif), ridha, ikhlas (jujur), adil, amanah, ta'awun (solier),
tasamuh (toleran), istiqamah (konsekwen, konsisten), qana'ah, zuhud,
wara', tawadhu' (modesty), sabar (patience, gigih), syaja'ah (berani),
tertib (disiplin), dan lain-lain.
Meskipun software, piranti lunak seperti firman Allah, sabda Rasul
yang digunakan, dijadikan sebagai acuan, rujukan adalah sama, namun
pemahaman, ijtihadiah, persepsinya tetap saja akan berbeda-beda.
Munculnya mazhab, firqah, aliran, seke adalah karena perbedaan
pemahaman, penafsiran, bukan karena perbedaan rujukan, acuan. setiap
kepala punya pemikiran, pemahaman masing-masing. Meskipun semua
kembali sama-sama merujuk kepada firman Allah dan sabda Rasul, namun
hasilnya tetap berbeda.
(written by sicumpaz@gmail.com at BKS0002140830)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar