Jumat, 18 November 2011

Muslim Paripurna Bukan Muslim Moderat

Muslim Paripurna Bukan Muslim Moderat Oleh: Asrir Sutanmaradjo ADALAH rocker Hari Moekti yang lebih ngak-ngik-ngok dari Elvis Presly di era 90-an. Ia tampil di panggung berjingkrak-jingkrak bagai cacing kepanasan. Namun menjelang usia 40 tahun, ia mengakhiri dunia artis, dan mulai menggeluti dunia dakwah sampai hari. Hari ini, kita saksikan tayangan kuliah subuh atau Ramadhan di TV para pendakwah senang dikelilingi oleh para artis dan para selebritis. Para pendakwah kini tampil sebagai artis dan selebriti itu sendiri. Sementara Hari Moekti justru menjauhi artis dan dunia selebritis. Dua perbedaan yang sangat mencolok. Seorang Muslim yang bersyahadat, berikrar bahwa “Tak ada Tuhan selain Allah” (QS 3:18), bahwa “Muhamamad Rasul/Utusan Allah” (QS 3:144). Mengakui bahwa “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah” (QS 6:57),ia pasti menolak berhukum dengan hukum thagut (QS 4:60;5:50). Seorang Muslim yang tak mengakui atau menolak Syari’at Islam benar-benar sangat tampak beda dengan yang non-Muslim, dalam setiap aspek, baik dalam beretika, bersopan-santun, bermu’amalah, bermasyarakat, berbangsa, bernegara (QS 4:140). Seorang Muslim bersyahadat, berikrar bahwa tak ada kekuasaan yang berdaulat atas dirinya kecuali Allah harusnya menolak sesuatu yang di luar hukum Allah (Abul A’la Maududi: “Metoda Revolusi Islam”, 1983:64-65) Islam tak bicara moderat atau radikal Dalam sejarah, fenomena radikalisme adalah fenomena semua agama dan terjadi di banyak negara, termasuk Amerika Serikat. Fenomena radikalisme yang paling jelas terjadi di dalam agama Yahudi dan apa yang terjadi di Amerika Serikat. Di Amerika Serikat, banyak sekte Kristen yang berpandangan radikal. Namun umumnya, radikalisme bukanlah sebab tapi akibat, namun akibat dari ketidak-adilan sosial-ekonomi-politik-budaya. Dr Yusuf al Qaradhawi dalam “Fatwa-fatwa Kontemporer”, (jilid II, 1996:896) mengatakan, adalah Barat dan musuh musuh Islam,yang selama ini berusaha memecah-mecah dan membagi-bagi Islam menjadi beberapa bagian yang berbeda-beda, agar Islam bukan lagi sesuatu yang utuh. Mereka menciptakan istilah Islam Asia, Islam Afrika, Islam Nabawi, Islam Rasyidi, Islam Umawi, Islam Abbasi, Islam Ustmani, Islam Modern, Islam Arabi, Islam Hindi, Islam Turki, Islam Indonesia, Islam Jawa, Islam Sunni, Islam Syi’i, Islam Revoluisoner, Islam Konservatif, Islam Radikal, Islam Sosialis, Islam Fundamentalis, Islam Orthodoks, Islam Ekstrim, Islam Moderat, Islam Politik, Islam Spiritual, Islam Temporal, Islam Teologis. Dan istilah inilah yang rupanya kita gunakan. Dengan mudahnya kita menunjuk saudara-saudara kita dengan cap “radikal” atau “fundamentalis”. Belakangan bahkan berkembang lagi istilah "wahabi" dll. Cendekiawan Yahudi, Noam Avram Chomsky dalam buku, “Maling Teriak Maling: Amerika Sang Teroris?" (2001) mengatakan, predikat “moderat’ disandangkan pada pihak-pihak yang mendukung kebijakan AS dan sekutunya. Sementara predikat “ekstrim”, “teroris” disandangkan pada pihak-pihak yang menantang, mengancam, mengusik kebijakan AS dan sekutunya. Hampir seperempat abad, tepatnya bulan Oktober 1986, mantan Ketua MPR RI, Dr. Amien Rais, dalam tulisan berjudul“Islam dan Radikalisme” di Majalah Al-MUSLIMUN, no.199, Oktober 1986, hal 74 mengajak umat Islam berhati-hati menggunakan istilah dan terminologi yang datang dari Barat. Ia mengajak umat menghindari diri dari pengucapan dan penyebutan istilah yang tak dikenal dalam khasanah Islam seperti; “Islam Militan”, “Fundamentalisme Islam”, “Integralisme Islam”, dan lain-lain. Menurut Amien Rais, sikap tidak kritis hanya akan bersimpati pada Islam kaum orientalis yang hanya merusak khasanah Islam. Tapi apa yang kita lihat saat ini? Yang menyedihkan, istilah-istilah dari kaum orientalis itu justru gemar diucapkan kaum Muslim sendiri. Bahkan banyak digunakan tokoh-tokoh Islam tertentu untuk menyudutkan kaum Muslim yang lain. Sungguh menyedihkan. Nabi Ibrahim memandang matahari, bulan, bintang bukanlah sembahan (Tuhan). Beliau secara demonstratif justru menghancurkan patung (berhala) massyarakatnya kala itu. Tindakan demikian tak bisa disebut radikal atau ektrim. Nabi Muhammad memandang Latta dan Uzza, bukanlah Tuhan dan secara demonstratif ia sampaikan di tengah penyembah patung di dalam masjidil haram. Bayangkanlah jika kedua Nabi itu lahir saat ini. Apa kira-kira pernyataan dosen-dosen IAIN atau UIN? apakah Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad seorang yang radikal atau ekstrim? Muslim Paripurna Bukan Muslim Moderat MUHAMMAD Ali al Hasyimi, menulis buku berjudul “The Ideal Muslim” (diterbitan Mitra Pustaka, Yogyakarta dengan judul “Menjadi Muslim Ideal”). Buku ini menulis sebuah ajakan ‘Menjadi Muslim Ideal’ yang dipahami sebagai “Muslim Wasathan”, “Kaffah”, “Rahmatan lil ‘alamin” , “Ahlus Sunnah wal Jaama’ah” dan “paripurna”. Muslim paripurna yang dimaksud adalah mencakup seluruh unsurnya. Muslim akidahnya, ibadahnya, munakahahnya, mu’amalahnya, jinayahnya, jihadnya, dakwahnya, akhlaknya, politiknya, ekonominya, sosialnya, budayanya, semuanya. Muslim paripurna --sesuai dengan dosisnya yang pas-- sudah mengandung unsur moderat, konfirmis, ekstrim, radikal bahkan juga militan. Muslim Wasathan adalah lembut pada tempatnya. Itulah Muslim yang kaffah yang diharapkan melahirkan masyarakatmarhamah, masyarakat rahmatan lin ‘alamin di antaranya adalah: saling menyebarkan salam, kedamaian, kerahmatan, keberkahan, kebajikan, menghindari, menjauhi perbuatan munkar, makar, onar, keresahan, kerusuhan, permusuhan, kekacauan’ menumbuhkan kebersamaan, kesetiakawanan, mengendalikan lisan dan perbuatan, tidak melakukan perbuatan yang sia-sia, dan lain-lain. “Sebarkan salam di antara kamu.” (HR Abu Daud, Tirmidzi, Muslim dari Abu Hurairah dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi) “Berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah teleh berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi.” (QS 28:77). “Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS 5:2). “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adilllah karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS 5:8). Muslim yang paripurna, pantang baginya berlaku tak adil. Apalagi kepada saudaranya sendiri. Ia adalah orang yang“lembut pada saudara Muslim, dan keras pada orang kafir”. Karena al-Quran mengatakan; مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia (Muhammad) adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka…..” (Q.S. Al Fath: 29) Bukan seperti yang kita saksikan sekarang ini. Hanya untuk mencari "selamat", banyak tokoh-tokoh Islam dan sebagian umat Islam berebut istilah 'moderat" dan justru lebih keras pada saudara Muslim sendiri dan berlaku lembut pada orang lain. Padahal, semua istilah-istilah itu datang dari orang luar, yang hanya untuk memecah hubungan dan kedekatan dengan saudara Muslim sendiri. Semua istilah itu lahir dari pengamat Barat, agar dengan sesama Muslim kita saling mencurigai. Muslim paripurna, ia akan berbeda dengan orang non-Muslim. Baik penampilan, gaya hidup dan cara pandangnya. Abul A’la Maududi dalam buku “Fundamentals of Islam” (Dasar-Dasar Islam”) menunjukkan perbedaan antara Muslim dengan non-Islam dengan mengutip al-Quran surat An-Nisa’ dan Al An’am: وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللّهِ يُكَفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلاَ تَقْعُدُواْ مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُواْ فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذاً مِّثْلُهُمْ إِنَّ اللّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعاً “Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam al-Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam.”[QS; An-Nisa’:140] وَذَرِ الَّذِينَ اتَّخَذُواْ دِينَهُمْ لَعِباً وَلَهْواً وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَذَكِّرْ بِهِ أَن تُبْسَلَ نَفْسٌ بِمَا كَسَبَتْ لَيْسَ لَهَا مِن دُونِ اللّهِ وَلِيٌّ وَلاَ شَفِيعٌ وَإِن تَعْدِلْ كُلَّ عَدْلٍ لاَّ يُؤْخَذْ مِنْهَا أُوْلَـئِكَ الَّذِينَ أُبْسِلُواْ بِمَا كَسَبُواْ لَهُمْ شَرَابٌ مِّنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُواْ يَكْفُرُونَ “Dan tinggalkan lah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan al-Quraan itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak pula pemberi syafa'at selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusanpun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu.” [QS: AlAn’am: 70] Karena itulah, kita harus mulai meninggalkan penyematan istilah “Islam moderat” “Islam pluralis” dan istilah-istilah yang serupa denganya karena itu semua hanya akan memberi olok-olok pada kaum Muslim yang lain, termasuk diri kita sendiri. Mudah-mudahan kita bukan tipe Muslim yang gembira mengolok-oleh saudara Muslim.* Penulis hanya rakyat biasa, kini tinggal di Bekasi

Tidak ada komentar: