Referensi solusi krisis serbaneka Sicunpas On_Line Koleksi informasi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, moral
Senin, 28 November 2011
Ahmadiyah
Ahmadiyah
Ahmadiyah Lahore masuk Indonesia tahun 1924 di bawa oleh Mirza Wali
Ahmad dan Maulana Ahmad di Yogyakarta. Sedang Ahmadiyah Qadiyan, masuk
Indonesia tahun 1925 dibawa oleh Maulana Rahmat Ali di Sumatera Barat.
Ahmadiyah Qadiyan mengakui, bahwa setelah Nabi Muhammad masih ada
Nabi. Dan setelah Mirza Ghulam Ahmad masih ada kKhalifah sebagai
pengganti Mirza . Sedang Ahmadiyah Lahore tidak mengakui bahwa sesudah
Nabi Muhammad masih ada Nabi. Mirza hanya disebut5 sebagai Mujaddid
(pembaharu) abad 19. Sedang sesudah kematian Mirza tidak ada Khalifah.
Namun Mirza sendiri menyatakan "Saya bersumpah. Demi Allah yang
menguasai ruhku. Allaha-lah yang mengutusku sebagai nabi". "Bahkan
Mirza mengatakan , bahwa sebagai nabi, dirinya lebih mulia dari para
Nabi Ulul Azmi, termasuk Muhammad saw sendiri (Haqiqatul Wahyi 257).
Orang yang tidak beriman kepadanya dianggap kafir. Karena berarti
ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya (Haqiqatul Wahyi 163).
Terhadap yang bukan Ahmadiyah, maka yang Ahmadiyah menyatakan bahwa
Ahmadiyah meyakini Ghulam Ahmad sebagai Nabi, tapi bukan Nabi pembawa
syari’at, bukan Nabi yang mandiri (SABILI, No.5, 23 Agustus 2000, hal
9). Ahmadiyah meyakjini Ghulam Ahmad adalah Imam Mahdi atau al-Masih
al-Mau’ud (Nabi Isa yang dijanjikan kedatangannya), dengan menggunakan
Hadits-Hadits riwayat Bukhari, Muslim tentang turunnya Imam Mahdi dan
Isa ibu Maryam.
Mirza mulai berakting mengaku sebagai pembaharu (Mujaddid), meningkat
sebagai Imam Mahdi, lantas sebagai al-Masih al-Mau’ud, dan akhirnya
mengaku Nabi.
Secara jujur, Mirza Ghulam Ahmad menyatakan "Sebagian dari umurku
kukerahkan untuk mendukung pemerintah Inggeris dan memenangkannya. Dan
aku telah tulis untuk melarang jihad melawan Inggeris". "Dari masa
muda-ku, aku berjuang dengan lidah dan penaku untuk menarik hati kaum
Muslimin supaya patuh pada pemerintah Inggeris dan ramah dengannya.
Aku menantang ide jihad yang dianaut sebagian Muslim yang jahil dengan
menghalangi untuk patuh pada Inggerius (Pelengkap Sadatul Qur:an).
Mirza Ghulam Ahmad (1839-1908) mengutuk jihad melawan imperialis
Inggeris, dan menganggapnya sebagai suatu tindakan kriminal (Maryam
Jamiilah : "Islam dan Modernisme", 1982:83). Ahmadiyah dilahirkan dan
dirawat Inggeris dengan markas besarnya di London.
Berbeda dengan Muhammad saw yang tak punya karya tulis, Ghulam Ahmad
menulis banyak buku, brosur yang ia sebarkan ke berbagai negeri Islam,
bahkan juga ke Eropah. Setelah mengaku diri sebagai Nabi, Mirza
menuliskan semua (yang disebutnya) wahyu yang diterimanya, dan
dikumpulkannya dalam sebuah kitab yang disebut "Tadzkirah" (Wahyu
Muqaddas) yang merupakan penggalan-penggalan ayat al-Qur:an yang
diacak-acak.
Pada saat India berjuang melawan Inggeris, Ahmadiyah sibuk dengan
perdebatan-perdebatan soal wafatnya al-Masih, hidupnya dan turunnya,
serta kenabiaan Ghulam Ahmad. Memperdebatkan mutawaffika (QS 3:55),
khalifah (QS 24:55), imam (QS 17:75) untuk mendukung argumentasi
kenabian Mirza. Kaum Ahmadiyah mau berdebat bertukar fikiran
berhari-hari bermalam-malam untuk mengukuhkan pendiriannya bahwa Mirza
Ghulam Ahmad adalah Nabi, al-Masih al-mau’ud (Nabi Isa yang dijanjikan
akaqn turun di akhir z a man), dan bahwa Nabi Isa al-Masih telah mati.
Nabi Isa al-Masih dia matikan dulu, dan kemudian ditampilkan Mirza
Ghulam Ahmad sebagai Nabi Isa al-Masih yang dijanjikan (Prof Dr Hamka
: "Tafsir Al-Azhar", III, 1984:185, Lembaga Pengkajian dan Penelitian
MAWY : "Gerakan Keagamaan dan Gerakan Pemikiran", 1995 : Qadiyanisme,
Perslah Debat antara Pembela Islam dan Ahmadiyah Qadian, dalam TEMPO
21 September 1974, SABILI, No.3, Th.III, 26 Juli 2000, hal 28-35).
1
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar