Senin, 28 November 2011

Menunggu datangnya kemakmuran

Mahmud Syaltut bicara kemakmuran (Penanggulangan pengangguran, kemiskinan dan kejahatan) Di antara kejahatan itu ada yang menyangkut kehidupan masyarakat, yang pengaruhnya amat buruk erhadap hak perorangan dan masyarakat, dan perbuatan itu merupakan titik puncak dari kejahatan. Untuk mencegah dilakukannya sesuatu yang terlarang, hendaknya lebih dahulu dengan peringatan-peringatan dengan bentuk yang dapat membangkitkan rasa takut yang cukup besar untuk melakukan sesuatu perbuatan yang terlarang itu, sehingga masyarakat dapat terhindar dari akibat buruk yang mungkin terjadi. setelah itu barulah dengan menentukan hukuman bagi perbuatan-perbuatan kriminil yang dapat mencegah terjadinya sesuatu pelanggaran itu. Hukum itu perlu diambil untuk mencegah terjadinya perbuatan-perbuatan keterlaluan itu, membendung keangkara-murkaannya, mempersempit ruang geraknya, hingga tidak bertambah luas, demi untuk menyelamatkan masyarakat dari kehancuran dan keruntuhan, menahan jiwa yang serakah, yang tidak mempunyai alasan apapun dalam melakukan sesuatu kejahatan, hingga dunia tidak sampai terjerumus ke dalam kancah kejahatan dan kriminalitas. Untuk mempersiapkan manusia agar ia menjadi anggota yang baik dan produktif dalam pembinaan kesejahteraan masyarakat, hendaknya semua orang beroleh kesempatan kerja, beroleh bimbingan di bidang perdagangan, perindustrian, pertanian, dan terhalang menjadi penganggur serta meremehkan soal-soal kerohanian. Setiap orang hendaknya beroleh kesempatan kerja. Pemerintah hendaknya berkewajiban mengusahakan perluasan lapangan kerja dan pemerataan kesempatan kerja (baik sektor formal, maupun informal) bagi warga, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan pekerjaan tersebut, dapat meningkatkan harkat, martabat dan kemampuan mereka. Dengan demikian pula mereka terhindar dari ancaman pengangguran. dengan demikian pula mereka sibuk dengan urusannya, sehingga tidak ada lagi kesempatan untuk berfikir guna melakukan perampokan, perampasan, pembunuhan dan kejahatan lain yang bakal timbul akibat pengangguran. Untuk memelihara masyarakat supaya tidak melakukan kejahatan, dengan memberi mereka jaminan kehidupan kerohanian (jaminan kemakmuran, kesejahteraan lahir). Hendaknya ada jaminan atas hak-hak perorangan dan masyarakat secara adil dalam arti kata yang sebenarnya. Terlaksananya saling nasehat-menasehati untuk kebaikan dan saling mencegah kejahatan, serta membantu si miskin yang tidak beroleh pekerjaan atau tidak sanggup bekerja. Dengan terlaksananya ini semua maka yang berhak akan menerima haknya sesuaia dengan pekerjaan dan kemampuannya, tanpa terhalang oleh faktor-faktor lain, juga akan menerima bantuan-bantuan yang harus diterimanya berdasarkan jaminan sosial dan prinsip saling membantu antara manusia. Tidak disangsikan lagi bahwa dengan terjaminnya hak-hak seperti ersebut diatas, masing-masing menerima haknya dan menikmati hak tersebut, maka hatinya akan menjadi tenteram, api kemarahan dan balas dendam dapat dipadamkan, yaitu sifat-sifat yang sering ditimbulkan oleh akrena persaan teraniaya dan karena merasa tidak memperoleh haknya. Demikianlah cara-cara mendidik dan mengasuh jiwa manusia, mengarahkannya kepada kebaikan dan mencegah dari memikirkan perbuatan-perbuatan jahat dan keonaran. Cara-cara yang memperhatikan kecenderungan jiwa, dan sifat-sifat manusia yang senantiasa mempertahankan haknya, dengan memelihara hak-hak tersebut dan mengambil manfa'at dari padanya. Orang-orang yang hatinya tertambat dengan aajran-ajaran kerohanian akan tercegah untuk memikirkan kejahatan, dan menyakiti orang lain, betapa pun dia akan kehilangan haknya. Orang-orang yang nafsu kebendaannya lebih keras, akan dapat mengalihkan perhatiannya dari fikiran-fikiran untuk berbuat jahat dan kerusakan. Pemerintah hendaknya berkewajiban menggunakan kekuasaan dan kekuatannya untuk mengatur perihal hidup yang menyangkut harta benda untuk kepentingan bersama. Pemerintah hendaknya berkewajiban mengkoordinir, memperhatikan keseimbangan antara sektor-sektor perdagangan, perindustrian, pertanian, sehingga kekayaan tidak menumpuk pada suatu sektor saja, tanpa dimanfa'atkan di sektor lain. Tidak ada salahnya bila sebagian dari tanah-tanah (lahan-lahan) pertanian dijadikan sebagai modal untuk sektor perdagangan atau pembangunan proyek-proyek industri, sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan negara, sehingga dengan demikian dapat terkoordinir usaha-usaha sehingga negara dapat berdikari, tidak lagi membutuhkan bantuan dari luar. Bila koordinasi ini dilakukan dengan baik, maka dapat terhindar dari campur tangan asing dalam urusan negara, kecuali dalam hal-hal yang diperlukan dalam rangka pertukaran manfa'at satu sama lain. Koordinasi itu hendaknya tidak sampai membatasi kemerdekaan hak milik, tetapi sekedar memberikan pimpinan yang dibutuhkan oleh negara, yang dengan kemerdekaan itu dapat dijamin hak setiap pengusaha. Bila pemerintah memperhatikan hak tersebut dan warga turut pula membantu untuk kepentingan neara, maka seluruhnya akan berjalan menuju kebahagiaan, dan dapat diharapkan terciptanya kemanan dan ketenteraman. Faedah harta hendaknya merata bagi seluruh anggota masyarakat, dapat memenuhi kbutuhan-kebutuhannya. Harta adalah sarana untuk kemashlahatan masyarakat secara umum. Dengan harta itu tanah-tanah dapat dihidupkan, industri-industri dapat didirikan, perdagangan-perdagangan dapat berjalan. Pemilik harta dapat memenuhi kebutuhan orang-orang yang keekurangan dengan mengadakan proyek-proyek umum yang bermanfa'at. Usaha itu hendaknya dilakukan karena pengaruh rasa setia kawan, kerja sama dan saling mengasihi, setidaknya karena rasa berkewajiban membayar pajak yang dientukan oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan negara merampungkan proyek-proyek pembangunan dan kemajuan di dalam negara. Memberikan bantuan kepada fakir miskin hendaknya merupakan keharusan, yang memenuhi rongga dada, yang mencakup segala bentuk kebaikan. Pemerintah hendaknya berkewajiban melakukan tindakan-tindakan secara kemasyarakatan dan keuangan untuk fakir miskin agar sehat jasmaninya, dapat mendidik dan mengasuh anak-anaknya, memberikan bantuan untuk meringankan beban hidup mereka, sehingga mereka dapat terhindar dari kelemahan, kebodohan, kekurangan gizi. Fakir miskin dan anak-anak terlantar hendaknya dapat perhatian sungguh-sungguh. Setiap orang hendaknya berbuat kebajikan kepada fakir miskin dan anak-anak terlantar agar keturunan mereka dapat terhindar dari kelemahan. Hendaklah orang-orang yang mampu merasa berkewajiban membantu orang-orang yang tak mampu mengurus anak keturunannya. Pemerintah hendaknya merasa lebih berkewajiban memperhatikan kesejahteraan orang cacat (baik mental, maupun fisik), yang berkeliaran minta-minta mengemis, di jalan-jalan, lorong-lorong, warung-warung, lapangan-lapangan, kendaraan-kendaraan, dengan mendirikan rumahsakit-rumahsakit, tempatpenapungan-tempatpenampungan, membiayai tempat-tempat tersebut serta petugas-petugasnya, pegawai, jururawat, dan orang-orang sakit, memperhatikan masalah-masalah keamanan dan memelihara masyarakat dari pembunuhan akibat kerusakana akhlak dan lain-lain sumber kejahatan yang disebabkan oleh kemiskinan dan kekurangan. Sekiranya pemerintah memperhatikan masalah ini dengan cara sungguh-sungguh, maka dapatlah dikumpulkan biaya-biaya untuk membantu fakir-miskin dan memberikan kehidupan yang layak kepada mereka, serta akan dapat dimanfa'atkan orang-orang yang mampu bekerja untuk kepentingan berbagai bidang kehidupan. Para anggota masyarakat yang mampu dan berada, hendaknya memberikan pertolongan kepada pemerintah untuk menciptakan kesejahteraan dan ketenteraman, yang merupaqkan pula jaminan atas kehidupan mereka sendiri, serta dapat meningkatkan kedudukan mereka. Orang-orang berada hendaknya berkewajiban memberikan pertolongan kepada fakir miskin. Pemerintah hendaknya memperhatikan rakyat secara baik, memperhatikan jalan-jalan kebahagian dan kebaikan bagi rakyat. Bila orang-orang kaya (berada, mampu) mau berkorban dan bersedekah, memberikan pertolongan kepada orang-orang tak mampu (fakir, miskin), dan pemerintah mau memperhatikan kesejahteraan sosial ekonomi rakyat secara baik, serta menyediakan (mempersiapkan) sarana dan prasarana, jalan-jalan (kemudahan-kemudahan, fasilitas-fasilitas) untuk meraih kebaikan dan kebahagiaan bagi rakyat, mka orang-orang tidak perlu takut, khawatir, cemas akan menghadapi kesukaran dengan mepunyai anak oleh karena ketidakmampuan mendidik dan mengasuhnya, dan tidak perlu lagi sibuk memikirkan masalah pembatasa kelahiran yang diakibatkan oleh kemiskinan, pengangguran dan kemalasan. Juga orang tidak perlu khawatir memikirkan keadan dirinya jika ia jatuh miskin, atau ketiadaan anak isterinya jika ia meninggal dunia, atau jika ia mendapat kecelakaan, atau jika ia jatuh sakit, atau jika ia ditimpa musibah bencana alam, atau jika ia kehabisan bekal. Tutup pintu kejahatan Islam sangat intensif menggalang, mengorganisisr, mengkoordnir aksi, kegiatan menutup celah, pintu masuk tindak kejahatan, tindak kriminal. Siapa pun berkewajiban memikul beban untuk menutup celah, pintu masuk bagi segala macam tindak kejahatan, tindak kriminal, baik pidana mau pun perdata, baik melalui regulasi, perundang-undangan, mau pun aksi nyata berupa penerapan sanksi hukum. Tindak kejahatan, tindak kriminal itu dalam terminology Islam disebutkan dengan perbuatan munkar, fahsya, baghy, syaar, khabits, suuk. Saban waktu, setiap saat kita menyaksikan kemunkaran di sekitar kita. Islam menyuruh kita, bila menyaksikan kemunkaran segea menumpas membasminya dengan kekuatan tangan, bila tak sanggup dengan kekuatan lisan, bila tak sanggup juga dengan kekuatan hati. “Siapa diantara kamu melihat kemunkaran, haruslah ia merubah dengan tangannya, bila tidak mampu/sanggup, maka dengan lisan (lidahnya), apabila masih tidak mampu/sanggup, maka dengan hatinya, dan ini selemahnya iman†(HR Muslim dari Abu Said alKhudri, dalam “Riadhus Shalihin†Imam Nawawi, pasal “Menganjurkan Kebaikan dan Mencegah Kemunkaran†. Imam Nawawi mengomentari bahwa merubah, membasmi kemunkaran itu dengan kekerasa/kekuatan tangan atau lidah, kalau dikawatirkan akan lebih besar bahanyanya, maka cukup dalam hati. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah mengingatkan : “Hendaklah kamu menyuruh berbuat makruf dan hendaklah kamu mencegah berbuat munkar./ Hendaklah kamu tarik/tahan tangan zhalim/aniaaya/sewenang-wenang, dan hendaklah hela/paksa tangan itu kepada/menyta’ati kebenaran dengan helaan yang sungguh-sungguh. Kalau kamu tidak mau melaksanakannnya, maka Allah akan memukulkan hati yang setengah kamu kepada yang setengah (menjadikan hatimu saling bermusuhan), kemudian Allah melaknat kamu semua ((Dalam “Riadhus Sahalihin†Imaqm Nawawi, pasal : “Menganjrrrrrkan kebaikan dan mencegah munkar†; “Tafsir AlAzhar†Prof Dr Hamka, jilid VI, hal 338-339; “Tafsir Ibnu Katsir†, jilid II, hal 85). Bila duduk berkumpul bersama orang-orang yang suka mempermainkan ayat Allah, maka Allah memperingatkan agar melakukan nahi munkar terhadap mereka, mencegah, menghentikan perbuatan mereka, mengingatkan mereka agar bertakwa kepada Allah. Jika tidak sanggup, tidak mampu, maka Allah menyuruh agar meninggalkan tempat berkumpul tersebut (QS 4:140, 6:68-69). Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Said alKhudry, bahwa Rasulullah memperingatkan bilamana duduk kongkokongko kumpul-kumpul di pinggir jalan agar memberikan hak jalan. Hak jalan itu adalah : merendahkan pandangan (tidak mata keranjang), tak mengganggu, menjawab salam, menganjurkan kebaikan dan mencegah kejahatan (Simak “Riadhus Shalihin†Imam Nawawi, pasal “Menganjurkan Kebaikan dan Mencegah Kemunkaran). Pernah di antara ormas Islam berupaya mengobrak abrik tempat-tempat maksiat tanpa dukungan aparat penegak hukum. Hasilnya perbuatan maksiat tak berkurang malah perbuatan munkar makin bertambah. Dalam khazanah kepustakaan Islam, rasanya tak terdapat rujukan, maraji’, referensi tentang contoh, model cara menumpas, membasmi kemunkaran dengan kekuatan tangan yang dapat dijadikan sebagai jurlak (petunjuk pelaksanaan)nya. Majlis Ulama, Lembaga Dakwah seyogianya proaktif menginventarisir bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai rujukan bagi penumpasan kemunkaran, dan sekaligus menyiarkan petunjuk pelaksanaannya. Dikisahkan pada masa pendudukan pasukan Tartar (Mongolia), ketika Ibnu Taimiyah (W728) berjalan-jalan bersama para sahabatnya, mereka melihat sebagian orang Tartar sedang minum minuman keras, mabuk-mabukan. Sebagian sahabat Ibnu Taimiyah mencela tindakan orang-orang Tartar itu dan hendak melarangnya. Namun Ibnu Taimiyah mencegah sebagian sahabatnya dan berkata : “Biarkan saja mereka. Sesungguhnya Allah melarang khamar itu karena ia dapat membuat orang tidak melakukan shalat. Tetapi orang-orang itu, dengan minum khamar, justru membuat mereka tidak membunuh, menawan orang, dan merampok harta benda rakyat. Jadi, biarkan saja mereka†(Abduh Zulfida Akaha : “Siapa Teroris? Siapa Khawarij?†, 2006:15, dari A’lam (I’lam) akMuwaqqi’in an Rabb al’Alamin†Ibnul Qayyim, jilid 2, juz 3, hlm 4-5, Maktabah alIman, Manshurah, Mesir, cetakan pertama, 1999M-1419H, bab “Inkar alMunkar Arba’ Darajat†). Penumpasan kemunkaran yang disyari’atkan adalah yang menyebabkan kemunkaran tersebut hilang dan diganti dengan yang lebih baik atau kemunkaran tersebut berkurang, meski tidak hilang secara keseluruhan.. Namun penumpasan kemunkaran adalah haram bila kemunkaran tersebut dapat hilang, tetapi berganti menjadi kemunkaran yang lebih besar. Dan jadi medan ijtihad, bila kemunkaran tersebut dapat hilang, tetapi berganti dengan kemunkaran lain yang sama tingkatannya (idem, Simak juga “Amar Ma’ruf Nahi Munkar†Ibnu Taimiyah, terbitan atTibyan, 2005). Kesejahteraan Rakyat (Pengentasan kemiskinan dalam Islam Mengajak memberi makan orang miskin. Langkah pertama untuk mensejahterakan rakyat, mengentaskan kemiskinan dalam Islam dimulai dari kewajiban bekerja dan melarang menganggur, bahkan melarang meminta-minta, kecuali orang yang lemah dan butuh, yang tak mampu atau tak punya kesempatan berusaha. Seseorang harus mampu berdikari, bekerja dan mencari, mencukupi kebutuhan hidupnya, tidak mengemis-ngemis. Tangan yang memberi lebih mulia dari tangan yang menerima. Yang memberi tentulah yang punya. Tanpa usaha atau bekerja, orang tak mungkin jadi orang yang punya. Mengemis, baik kepada seseorang atau kepada negara bukanlah perbuatan terpuji, selama ia mash mampu bekerja atau berusaha untuk kehidupannya. Kepada yang tak berhasil, yang miskin, yang melarat, yang menderita, Islam memberikan tuntunan agar bersikap sabar, tidak putus asa, tidak patah hati, tidak bersikap dengki, tidak buruk sangka terhadap Allah, tetap berusaha, tetap berharap kepada Allah, tetap optimis, penuh harapan, tidak minta-minta kepada manusia (Sabar adalah sikap batin yang kuat, teliti, tenang, berani, penuh semangat, optimis) Islam tidaklah memandang hina terhadap miskin. (Rasanya Sayyid Quthub terlalu berlebihan menyatakan bahwa Islam membenci kemiskinan bagi manusia, dalam bukunya “Keadilan Sosial Dalam Islam†, sub-pasal “Kewajiban Zakat†). Islam memandang miskin sebagai sarana untuk sabar, dan kaya sebagai sarana untuk syukur. Rasulullah saw memandang kemiskinan dan kelaparan itu sebagai suatu keutamaan. Dalam menghadapi ahlus shufah, Rasulullah tidaklah mengobarkan semangat memerangi kemiskinan. Dalam menghadapi permohonan Tsa’labah agar supaya Rasulullah mendo’akannya menjadi orang kaya, Rasulullah menasehatinya, bahwa harta yang sedikit yang sanggup mensyukurinya. Tapi sebaliknya Nabi Sulaiman lebih menyukai kaya, dan siap mensyukurinya. Kemiskinan bisa saja karena nasib/suratan takdir (kemiskinan bawaan). Bisa karena musibah/bencana, kebakaran, kehilangan. Bisa karena tidak memiliki kemampuan/ketrampilan. Bisa karena tidak memiliki peluang/kesempatan/kemudahan. Bisa karena gangguan fisik atau psikis. Bisa pula karena salah memahami perihal kehidupan di dunia. Bisa karena kecerobohan/kelalaian. Bisa karena kurang semangat kerja, cepat merasa puas. Bisa karena akibat sistim yang timpang disebabkan antagonisme oleh sebagian kelompok mapan (kemiskinan structural/rekayasa kemiskinan). Bisa terjadi akibat adanya ketidak-seimbangan dalam perolehan ataaupun penggunaan sumber daya alam (sikap aniaya), atau karena keengganan menggali sumber daya alam itu untuk mengangkatnya kepermukaan, atau untuk menemukan alternative pengganti (sikap kufur). Kepada yang berhasil, yang kaya, yang berada, yang mampu, Islam memberikan tuntunan agar menyadari bahwa dalam kekayaannya itu terdapat hak-hak orang-orang yang melarat, agar memperhatikan tingkat sosial ekonomi yang melarat. Agar memberi belanja keluarga yang lemah dan tak mampu. Membantu keluarga yang tidak mempunyai lapangan kerja atau yang tidak mampu bekerja, sampai keperluan pokoknya dapat terpenuhi. Bersedekah kepada fakir miskin. Menolong yang miskin, memenuhi kebutuhan mereka dengan kelebihan yang dimiliki.Sedekah adalah hak fakir miskin dari harta yang punya. Yang tidak mampu memperhatikan keadaan kehidupan yang melarat, yang tidak mengajak memberi makan orang miskin diancam Allah dengan siksaan berat. Yang miskin perlu diberi nasehat supaya sabar dan tawakal. Diberi santunan konsumtif. Diberi pendidikan/pelatihan untuk merubah pola pikir yang salah terhadap kehidupan dunia. Yang miskin structural perlu diberi santunan/bantuan modal yang produktif agar mampu berinisiatif dan kreatif di masa yang akan datang. Sistim yang timpang harus diubah sehingga semua mendapatkan kemudahan/fasillitas secara adil. Dalam memberi uang, barang, pijaman, Islam tidak meminta persyaratan tertentu. Rasulullah memberi siapa saja yang meminta tanpa menetapkan persyaratan produktif (jariah) pemberian kepada penerima. Bagi Islam sebenarnya asing slogan “Berilah kailnya, jangan hanya ikannya†. Islam mengajarkan bahwa bermanis muka terhadap saudara, memberi tahu orang yang tuli, menuntun orang yang buta, menunjukkan jalan orang yang sesat, mengantarkan orang yang perlu diantar ke tujuannya, berjalan mendatangi orang yang mengharapkan bantuan, menyantuni yang lemah, mengajari yang tidak mempunyai ketrampilan, dan semua perbuatan baik yang bisa dilakukan (amal-amal sosial yang berfaidah) adalah termasuk kategori ibadat yang mulia, shadaqah yang baik. Islam mengajarkan agar supaya lalu lintas kekayaan senantiasa dalam keadaan lancar, tertib, tidak mengalami kemacetan atau gangguan. Kemacetan atau gangguan dalam lalu lintas kekayaan yang dapat menimbulkan kesenjangan sosial. Di antara kegiatan yang dapat menimbulkan terganggunya lalu lintas kekayaan adalah : pencurian, penyuapan, perjudian, jual beli secara gharar (yang membawa kebinasaan, seperti yang tidak diketahui ketentuan barang yang diperjual-belikan, atau tidak diketahui harganya, banyaknya, temponya kalau di sana ada tempo, atau tidak diketahui kepastian adanya barang itu dan keselamatannya), penipuan, pemalsuan, membungakan uang, dan lain-lain jalan mencari kekayaan yang tidak sah. Islam mengingatkan supaya harta itu jangan hanya berada di antara orang-orang kaya saja. Islam tidak membenarkan riba. Riba (rente stelsel) menimbulkan keresahan besar dalam sistim pembagian kekayaan (lalu lintas kekayaan). Salah satu dari akibat yang pasti dari riba, dari pengumpulan harta dan membungakannya ialah susutnya kekayaan masyarakat banyak yang tertimbun di bawah dominasi sekelompok kecil dari pada individu, sehingga lemahnya daya (purchasing) masyarakat ramai, macetnya perindustrian dan perdagangan, gejolak moneter di dalam negeri secara terus menerus dan mengakibatkan terseretnya kehidupan ekonomi masyarakat ke jurang kehancuran, hingga akhirnya tidak meninggalkan sesuatu kesempatan bagi oknum-oknum kapitalis untuk memutarkan kekayaan mereka yang tertimbun dalam sesuatu usaha yang produktif. Sumber daya alam yang disiapkan Allah untuk umat manusia tidak terhingga atau terbatas. Kerakusan manusialah yang menyebabkan terbatas. Isi bumi ini mampu memenuhi kebutuhan makhluk seluruhnya, tapi tak mampu memenuhi kerakusan, ketamakan satu orang saja. Islam mengajarkan hidup qana’ah. Islam tidak menjadikan banyaknya harta sebagai tolok ukur kekayaan, tetapi kekayaan adalah kekayaan hati dan kepuasannya. Hasil produksi pada hakekatnya merupakan pemanfa’atan materi-materi yang telah diciptakan dan dimiliki Allah. Keberhasilan si-kaya adalah atas keterlibatan banyak pihak, termasuk para fakir miskin. Di tangan konglomerat itu ada terletak/tersimpan hak-hak yang melarat. Jangan hendaknya hak-hak yang melarat itu sampai dirampas/ditahan (tidak diserahkan) oleh konglomerat. Pemerintah (negara) berkewajiban melalui sumber-sumber yang sah mencukupi setiap kebutuhan warganegara, menutupi, memenuhi kebutuhan, keperluan yang fakir miskin, yang berhutang dan yang tak punya dari baitulmal, sesuai dengan ketentuan-ketentuan tentang kebutuhan itu dan sesuai pula dengan situasi dan kondisi yang mewajibkannya. Baitulmal brtanggungjawab memenuhi keperluan-keperluan amnan sosial pengentasan kemiskinan. Setiap yang tak punya berhak mendapat bantuan, jaminan sosial dari negara tentang keperluannya. Negara hendaaklah membela nasib fakir miskin. Terhadap yang memegang kekuasaan dituntut keadilan, baik yang berhubungan dengan kepentingan agama, maupun dunia dengan segala aspeknya. Negara berkewajiban memberikan kemudahan bekerja dan mempunyai mata pencaharian untuk memenuhi keperluan hidup rakyatnya. Negara berkewajiban menyediakan lapangan kerja bagi yang menganggur yang mampu bekerja, dengan mendirikan proyek-proyek yang bermanfa’at. Negara hendaklah memberikan pinjaman kepeda rakyat yang memungkinkan ia bekerja dan membuka usaha. (Masih diperselisihkan apakah benar bahwa menyediakan lapangan kerja bagi rakyat yang menganggur itu merupakan tugas kewajiban dari pemerintah.) Zakat adalah hak orang fakir dan miskin. Zakat adalah suatu jaminan sosial untuk mengentaskan kemiskinan. Dalam pandangan hukum Islam, zakat yang diberikan kepada fakir miskin, minimal harus dapat memenuhi kebutuhannya selama setahun. Kebutuhan pokok mencakup kebutuhan sandang, pangan, papan, seks, pendidikan dan kesehatan. Penerimaan zakat seharusnya dimasukkan dalam baitulmal, guna membiayai keprluan jaminan sosial. Pada dasarnya negaralah yang memungut, mengumpulkan, mengatur pembagian dan menyalurkan zakat kepada yang berhak menerimanya, bukan orang-orang yang punya itu secara pribadi. Negara berkewajiban mengorganisir dan mengatur pelaksanaan pengumpulan, dan pembagian zakat kepada yang berhak dengan adil dan merata. Baitulmal merupakan pusat keuangan negara yang mengatur anggaran pendapatan dan belanja negara dan menyalurkannya. Jika penerimaan zakat tidak dapat mencukupi, memenuhi keperluan fakir miskin, maka negara berkewajiban mengeluarkan belanja fakir miskin dari Baitulmal dalam ukuran yang wajar. Jika negara tidak melaksanakan tanggungjawab ini, maka fakir miskin boleh menggugat negara di hadapan pengadilan. Hakim boleh mengeluarkan ketetapan agar memberikan belanja kepada fakir miskin, yang tidak mampu memenuhi keperluan hidup mereka sehari-hari. Setiap yang tidak mampu berhak mendapat bantuan, jaminan sosial dari negara yang diambil dari baitulmal. Jika kas baitulmal kebetulan kosong, perbendaharaan negara tidak mampu atau tidak cukup untuk membiayai, memenuhi kebutuhan, keperluan fakir miskin, maka negara dapat mengadakan pungutan wajib terhadap yang punya sekedar cukup untuk mengisi kekosongan baitulmal waktu itu. Setiap yang kaya, yang mampu, yang mempunyai kelebihan belanja untuk setahun, untuk diri dan tanggungannya berkewajiban mengamalkan dasar-dasar gotong-royoang (ta’awun), memikul tanggungjawab bersama (fardhu kifayah), membantu, menolong yang tak mampu, sekedar memenuhi keperluannya, memberi pakaian yang dapat menutupi seluruh badannya, sesuai dengan keperluannya, termasuk juga bahan makanan, biaya berobat dan hal-hal penting lainnya, selama baitulmal tidak mampu membiayainya. Negara boleh memaksa oang yang punya yang tidak mau menolong yang tidak punya selama baitulmal tidak mampu memenuhinya. Bantuan negara tidak terbatas hanya untuk orang Islam yang miskin saja, tetapi juga merata kepada non-Islam yang melarat, yang perlu bantuan. Yang berhak menerima jaminan sosial adalah orang-orang yang tidak punya (fakir miskin). Baik karena kehilangan pencahari nafkah (janda, yatim), atau karena kehilangan kemampuan bekerja disebabkan usia lajut, sakit, lumpuh, atau karena kehilangan kesempatan kerja disebabkan pemutusan hubungan kerja (pehaka), menganggur, atau karena kehilangan modal kerja (bankrupt, failit, dililit hutang). Dalam hubungannya dengan pengentasan kemiskinan ini, bagi warga negara Indonesia, disamping pasal 33, juga pasal 34, Bab XIV dari UUD-1945, tentang Kesejahteraan Sosial dinanti-nantikan penerapan/pelaksanaannya secara nyata dalam praktek kehidupan bermasyarakat, bernegara. Pasal 34 UUD-45 mengamanatkan agar fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelhara oleh negara, sehingga negara mendirikan panti untuk yang yatim, terlantar, jompo secara cuma-cuma. Kaya dan Miskin (Seruan kepada konglomerat dan yang melarat) Dalam kitab “Riadhus Shalihin†Imam Nawawi, pada pasal “Qana’ah†antara lain terdapat dua hadits berkut : Pertama, hadits riwayat Bukhari, Muslim dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Bukannya kaya karena banyak harta, tetapi kaya karena kaya hati†. Kedua, hadits riwayat Bukhari, Muslim juga dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda : “ Bukannya miskin yang tertolak dari satu dua suap, satu dua biji kurma, tetapi miskin yang tidak mempunyai penghasilan yang mncukupi kebutuhannya, yant tidak diingati orang untuk mensedekahinya, yang tidak suka pergi meminta-minta pada orang†. Yang semakna dengan hadits kedua diatas terdapat pada pasal “Belas kasih†, juga riwayat Bukhari, Muslim dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda : Bukannya miskin yang tertolak dari satu biji kurma atau satu dua suap makanan, tetapi miskin yang sopan†. Seorang Muslim dibimbing agar hidup qana’ah dalam segala hal. Yang kaya yang qana’ah aalah yang kaya hati, yang pemurah, yang santun, yang peduli terhadap sesama, yang suka memberikan bantuan materi, yang punya rasa sosial, yang berupaya memperhatikan, memperbaiki kehidupan sesama. Yang miskin yang qana’ah adalah yang “ta’affuf†, yang menjaga harga, martabat diri. Ia tidak memperlihatkan, menampakkan keadaan kehidupannya, sehingga orang-orang tidak menyangka ia orang miskin yang perlu dibantu, meskipun ia sangat membutuhkannya untuk mencukupi kebutuhannya, namun ia tak berupaya meminta-minta, mengemis dari satu orang ke orang lain. Islam membolehkan meminta-minta bagi : orang yang menanggung (menjamin) denda ganti rugi dalam mendamaikan sengketa, orang yang ludes hartanya karena tertimpa musibah, orang yang diakui kemiskinannya oleh keluarganya (Simak HR Muslim dari Abi Basyir Qubaishah bin AlMuklariq). Kesejahteraan bersama Dalam keadaan krisis, hak milik perorangan dapat berubah menjadi hak milik bersama. Keperluan fakir miskin dicukupi dari hasil pungutan zakat. Sekiranya zakat tidak mencukupi keperluan fakir miskin, hendaklah diambilkan dari Baitulal untuk mereka. Alam musim pacekelik, kekeringan, kemarau, negara berkewajaiban menanggung, menyediakan makanan untuk orang-orang yang memerlukannya. Jika perbendaharaan negara (baitulmal) tdak mampu atau tidak cukup untuk mnutupi keperluan fakir miskin, maka setiap warga yang mampu berkewajiban (wajib kifayah) untuk membantu menutupi keperluan fakir miskin. Selama perbendaharaan negara (baitulmal) tidak mampu memenuhi keprluan masyarakat, maaka warga yang berada, yang berharta berkewajiban (wajib kifayah) menolong warga yang miskin sekedar keperluannya terpenuhi. Negara boleh memaksa, menindak warga yang berharta yang tidak mau memenuhi keprluan masyarakat pada saat perbendaharaan negara dalam keadaan kosong.alam kadaan krisis, negara dapat mengeluarkan ketetapan yang mewajibkan warga yang kaya untuk memberikan belanja (infaq) kepada warga yang miskin, ang tidak mampu memenuhi keperluan hidupnya sehari-hari. Membantu korban bencana dan kelaparan yang menimpa umat Islam, seperti memberikan pakaian kepada yang tidak berpakaian, memberi makanan kepeda orang yang lapar adalah fardhu kifayah. 9Simak antara lain “Rakyat dan Negara dalam Islam†, hal 103-105, Apabila negara tidak mampu; “Syariat Islam yang Abadi†, hal 94, Perubahan status hak milik dalam keadaan krisis). Bila masyarakat menghadapi krisis, seperti kelaparan(kekurangan makanan), maka status hak milik perorangan menjadi goyah (lemah) dihadapkan kepada kebutuhan masyarakat (kepentingan umum) yang harus didahulukan, diutamakan. Dalam keadaan krisis (darurat), seseorang yang dalam bahaya kelaparan boleh merampas milik yang punya, bahkan boleh berkelahi untuk mendapatkannya. Kalau yang kelaparan terbunuh, maka pembunuhnya dijatuhi hukum qisas. Sebaliknya kalau yang enggaan memberikan pertolongan yang terbunuh, maka si pembunuh tidak dituntut qisas (tidaklah dipandang melakukan tindak pidana). Bila di sebuah desa ada seseorang yang mati karena kelaparan, maka semua penduduk desa harus membayar dendanya. (Simak antara lain “Syariat Islam yang Abadi†, hal 94-95; “Sistem Masyarakat Islam†, hal 77). Menuju Kesejahteraan Bersama Pola pikir dan sikap mental beradab adalah lebih mementingkan kesejahteraan dan kemakmuran bersama, bukan hanya semata-mata memperhatikan kepentingan diri sendiri. Dalam rangka menuju kesejhteraan bersama ini, maka semuanya harus berupaya menginfakkan, menyalurkan harta kekayaannya untuk kesejahteraan bersama. Motivasinya adalah untuk meraih kebahagiaan nanti di akhirat, dalam bahasa kini untuk membangun optimisme eskatologis. Ajaran infaq itu terkait denggan perwujudan kesejahteraan bersama. Masih dalam rangka menuju kesejahteraan bersama ini, maka seluruh potensi kekayaan alam harus dimanf’atkan, digunakan untuk kesejhteraan, kemakmuran bersama. Darat, laut, hutan harus dikelola untuk kesejahteraan bersama. Adalah tak beradab (kurang ajar) menguras, mengeksploitasi kekayaan alam semuanya, hanya semata-mata untuk kepentingaan diri sendiri. Perbuatan ini namanya aalah membuat kebinasaan di muka bumi. “Ingatlah ketika kaum Karun berkata kepadanya : Janganlah kamu terlalu bangga, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membaaaanggakan diri. Dan carilh pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, daan janganlah kamu melupakana bahagianmu dari kenikmtan duniwai, dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muk bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat ke5rusakan†(QS 28:76-77). Kepada Karun masa kini (Konglomerat, Kapitalissme Global, yang memiliki perbendaharaan harta kekayaan melimpah) haruslah disampaikan seruan, ajakan agar dengan perbendaharaan harta kekayaan melimpah yang dianugerahkan Allah kepadanya mencari kebahagiaan akhirat (optimisme eskatologis) yaitu dengan membangun solidaritas sosial (optimisme kontekstual, kepedulian sosial, peduli terhadap sesama, mencintai sesama, mengasihi sesama). Perbendaharaan harta kekayn itu dimanfa’atkan, digunakan untuk kepentingan bersama, untuk kesejahteraan bersama, untuk menanggulangi kemiskinan, kelaparan sesama. Sebagian dari perbendaharaan itu digunakan untuk meningkatkan perputaran roda usaha, roda perekonomian, sumber dana kesejahteraan bersama. Semua itu merupakan aplikasi, penerapan perbuatan baik kepada sesama. Perbendaharaan harta kekayan melimpah itu semata-mata adalah karunia anugerah Allah. Bahkan ilmu pengetahuan yang digunakan untuk mengumpulkan harta kekayaan itu pun adalah karunia anugerah Allah, bukan hasil usaha manusia sendiri. Juga Karun masa kini (Konglomerat, Kapitalis Global) untuk tidak membuat keruskan di muka bumi. Memproduksi emisi karbon secara berlebihan, mengeksploitasi hasil hutan secaa berlebihan adalah termasuk ke dalam perbuatan merusak yang menyebbkan perubahan iklim, pemanasan global yang menimbulkan dampak berantai berupa kekeringan dan bencana alm. Sedangkan penuunan emisi karbon akan menurunkan pertumbuhan ekonomi (Disimak dari KOMPAS, Sbtu, 12 Juli 2008, hal 6, Opini : “Krisis Kapitalisme Global†oleh Sysul Hadi, dan Tajuk Rencana : “Solidaritas Sosial dalam Krisis). “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkn karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jaln yang benar†(QS 30:41). Mencari pejuang ksesejahteraan rakyat Indonesia butuh akan sosok pejuang kesejahteraan bangsa. Yang sejak muda sudah aktif meperjuangkan kesejahteraan bangsa. Aktif memkirkan, mengupayakan agar status sosial-ekonomi warga yang terabaikan dapat diperhatikan. Agar benar-benar Fakir miskin dan anak-aak terlantar dipelhara leh negara†. Agar benar-benar “kekayaan alam Indonesia dipergunakan untuk keseahteraan rakyat†. Namun saying, telah berulang kali berganti pimpinan nasional, tak pernah muncul sosok pejuang kesejahteraan bangsa. Yang baru tampil adalah sosok penjilat, sosok pengkhianat kesejahteraan bangsa. Juga tak satu pun parpol yang aktif memperjuangkan kesejahteraan bangsa. Yang ada hanya punya predikat parpol wong cilik, parpol keseahteraan. Tapi ta pernah benar-benar memperjuagkan kesejahteraan bangsa, hanya sekedar mengusung jargon pro wong cilik, pro rakyat kecil. Antara orientasi pengabdian dan orientasi kekuasaan Ada yang berorientasi pengabdian dan ada pula yang berorientasi kekuasaan. Bagi yang berorientasi pengabdian, di mana pun bisa berperan mengabdikan, memanfa’atkan yang dimiliki untuk kepentingan bersama. Petani, pedagang, pengusaha, pendidik, dokter, arsitek, tekisi, buruh, karyawan, pegawai, militer, nelayan, dan lainnya bisa mengabdikan, memanfa’atkan yang dimilikinya untuk kepentingan bangsa, negara. Salah satu contoh yang berorientasi pengabdian adalah Muhammad Yunus dari Bangladesh, peraih Nobel Perdamaian. Harmoko menyebut Muhammad Yunus sebagai pejuang dan pekerja gigih dalam mengentaskan kemiskinan di Bangladesh. Melalui Grameen Bank Prakalpa (semacam proyek Bank Pedesaan) Muhammad Yunus memberikan kredit kepada penduduk miskin. Hasilnya dapat dirasakan oleh penduduk Bangladesh. Muhammad Yunus memerangi kemiskinan melalui kredit bank yang dipimpinnya. Muhammad Yunus bukanlah aktivis dari Lembaga Swadaya Masyarakat, bukan pula seorang politisi, namun tetap menyatu dengan penderitaan rakyat. Muhammad Yunus bisa dijadikan teladan bagi pengentasan kemiskinan (POSKOTA, Senin, 30 Oktober 2006, hal 10, Kopi Pagi : “M Yunus dan Si Miskin†oleh Harmoko. Simak juga SUARA ‘AISYIYAH, No.1, Th ke-84, Januari 2007, hal 31, “Kesrempet†. “Dokter ekonomi yang malas blamana tak mampu mengangkat derajat hidup warga melarat†). Barrack Obama membuktikan politik pengabdian. Ia cari lowongan untuk penganggur, mendirikan pusat pendidikan remaja, memaksa gubernur membongkar asbestos karena bahan bangunan itu sumber kanker, memperluas anti kenakalan remaja, membuat sistem manajemen pembuangan sampah, serta memperbaiki jalan rusak dan selokan yang tersumbat (KOMPAS, Sabtu, 5 Januari 2008, hal 13, “Sebuah Tuntutan Perubahan†, oleh Budiarto Shambazy). Romomangun menata perkampungan kumuh sepanjang Kalicode Yogyakarta dan penghuninya menjadi lokasi yang asri berwawasan arsitektur dengan penghuninya yang terangkat harkat-martabatnya. Bagi yang berorientasi kekuasaan, maka “pengabdian†hanyalah kemasan untuk memoles kehausannya akan kekuasaan. Yang berorientasi kekuasaan, hanya berupaya memenuhi kerakusannya akan kekuasaan. Ia tak pernah menyatu dengan penderitaan raykat, tak pernah merasakan penderitaan rakyat. Bagaimanapun banyak perusahaannya, bagaimanapun berlimpah kekayaannya, ia tak pernah memikirkan untuk memanfa’atkan kekayaannya itu untuk mengurangi pengangguran, untuk mengurangi kemiskinan, penderitaan rakyat, untuk menanggulangi bencana. Dalam benaknya hanyalah untuk memanfa’atkan kekayaanya untuk mendapatkan kekuasaan. Dengan kekuasaan, ia dapat menguasai, mengendalikan semuanya. Segala jalan bisa ditempuh untuk mendapatkan kekuasaan. Pemimpin yang berorientasi kekuasaan, kebijakannya tak pernah berpihak kepada rakyat. Seluruh kebijakannya hanya untuk kepetingan diri. Acuannya adalah ajaran Machiavelli. sedangkan yang berorientasi pengabdian, kebijakannya berpihak kepada rakyat. Di kalangan Islam, acuanya adalah Muhammad Rasulullah saw, Umar bin Khaththab, Umar bin Abdul Aziz. Di kalangan Kristen, acuannya adalah Yesus Kristus. Di kalangan Hindu, acuannya bisa Mahatma Ghandi. Sedikit di kalangan penguasa adalah mereka yang dikenal dengan despot yang arif. Sejarah mencatat adanya penguasa yang punya rasa pengabdian yang disebut dengan despot yang arif, yang bijak, yang cerdas seperti yang ditampilan oleh Peter yang Agung 1689-1725) dan Katharina II (162-1796) dari Rusia, Friedrich II Agng (1740-1786), Joseph II (1765-1790) dari Prusiaa (Jerman). Secara umum, raja-raja Jawa sejak Mpu Sindok (sebelumnya Sanjaya) tampil sebagai despot yang arif, yang bijak, yang cerdas (Anwar Sanusi : “Sejarah Indonesia untuk Sekolah Menengah†, I, 1954:22,28). Prof Dr A Syalabi dalam bukuna “ Negara dan Pemerintahan dalam Islam†(hal 38) menls bahwa kewajban yang utama dari pemerintah Islam ialah bekerja untuk kebahagiaan rakyat. Pemerintah Islam harus berusaha agar rakyat senang. Pemerintah haruslah berjaga-jaga agar rakyat dapat tidur dengan aman dan tenteram. Islam membawa prinsip-prinsip yang lebih murni dari pada yang dicita-citakan setiap orang. Prinsip-pirnsip itu dapat disimpulkan dalam beberapa patah kata saja. Pertama, keadilan. Kedua, Kepala Negara yang miskin. Islam menyerukan persamaan di waktu sistem hidup berkasta-kasta telah berurat berakar di seluruh penjuru alam. Islam menyerukan keadilan di kala keadilan itu dipandang suatu kelemahan dan kehinaan. Islam menyeru agar seorang Kepala Negara bekerja untuk kebahagiaan rakyat, bukan untuk kebahagiaan dirinya sendiri. Islam menciptakan Kepala Negara model baru yaitu Kepala Negara yang miskin. Kepala Negara yang harta kekayaannya habis dibelanjakannya pada jalan Allah, untuk kepentingan umat. Kepala Negara yang hidupnya sangat sederhana, sandang, pangan, papan yang dipakainya sama dengan yang dipakai orang-orang miskin (“Sejarah Kebudayaan Islam†, jilid I, hal 338-329). Kesejahteraan dan kecerdasan bangsa Alhamdulillah, amanat pembukaan UUD-1945 menyebutkan, bahwa Pemerintah Indonesia berkewajiban untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Rinciannya Bab XIII-XIV (Pasal 31-34) menyebutkan bahwa Pemerntah Indonesia berkewajiban mengatur dan menyelenggarakan pengajaran nasional, memajukan kebudayaan nasional, menggunakan kekaaan Negara-bangsa 9sosial-ekonomi-alam) untuk kemakmuran rakyat, untuk mengentaskan kemiskinan. Pelopor teoritikus kemakmuran rakyat Adam Smith (1733-1790) menghendaki kemakmuran seluruh umat, kemakmuran bangsa dan umat manusia, kemakmuran golongan buruh, tertib batin, tertib lahir, tertib moral, tertib ekonomi (Simak Mr J Bierens de Haan : “Sociologie†, 1952:23,29). Pelopor teoritus kecerdasan rakyat Condorcet (1743-1794) berkeyakinan bahwa kebahagiaan rakyat akan diperoleh sebanyak-banyaknya dengan kemajuan kecerdasan rkyat. Menurutnya lmu pengetahuan digunakan untuk memajukan kebahagiaan rakyat banyak. Dengan pertolongan ilmu pengetahuan, maka kesenjangan di antara manusia dikurangi. Kesenjangan dalam kekayaan dikurangi dengan mengadakan undang-undang pajak. Kesenjangan dalam pengajaran dikurangi dengan mengadakan pengajaran umum bagi rakyat. Kesenjangan dalam keadaan sosial dikurangi dengan asuransi sosial (idem, 1952:32). Di Indonesia tak seorang pakar pun yang membaca, membahas, mengupas, menganaalisa teori kemakmuran Adam Smith Karl Marx, Maynard Keyneys, Forbes harrod serta kemudian merumuskan, menyusun teori kemakmuran bagi Indonesia. Menanti kemakmuran Dari sudut pandang Islam, kemakmuran itu adalah produk dari sistim politik/pemerintahan yang berketuhanan, yang menerapkan hokum/ajaran Allah, Tuhan Yang Maha Esa (Simak antara lain QS 5:66, 7:96, serta penjelasannya dari Dr Fuad Mohd Fachruddin : “Ekonomi Islam†, 1982:9; Afzalurrahman : “Muhammad sebagai seorang Pedagang†, 1997:211-212). Islam itu bukan sekedar syahadat, shazlat, zakat, haji, tidak (Sukarno : “Temukan Kembali Api Islam†, 1964:17). Islam itu lebih dari sekedar ajaran Ketuhanan (Sistim Teologi), ia adalah satu Kebudayaan (Civilisasi) yang serba lengkap (HAR Gibb : “Wither Islam†). Islam mencakup Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Kultural, Moral, yang satu sama lain saling terkait/berhubungan/terintegrasi dalam satu sistim (Abul A;la Maududi : “Pokok-Pokok Pandangan Hidup Muslim†, 1983:14). Islam membuat semuanya jadi hidup, aktif, berperan, online. Tanpa Islam mati, tak berperan, offline (Simak QS 8:24). Dalam rangka menuju kemakmuran, Islam berupaya menuntun umat agar mampu mandiri dengan memberikan pendidikan, pelatihan, bimbingan. Memberikan dorongan(motivasi) agar mau mandiri. Membantu agar menjauhi usaha yang merusak dengan cara penerangan, dakwah. Berupaya agar para pekerja memperoleh fasilitas perumahan, angkutan/kendaraan. Menuntun agar para pendatang (tamu) memperoleh penginapan cuma-cuma selama tiga hari pertama. Menuntun umat agar mengisi kas Negara untuk dana social. Berupaya memberikan modal usaha kepada yang tak punya. Negara Sejahtera Adil Makmur, dalam terminology Islam adalah “baldatun thaiyibatun wa rabbun ghafur†(Negeri yang baik dan Tuhan Yang Maha Pengampun, QS 34:15), yang berwawasan kebersamaan (ta’aruf/ta’awun, QS 49:13, 5:2). Kemakmuran bersama/kolektif/berjama’ah diawali dari Kemakmuran pribadi/personal/individual. “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS 13:11). Setiap orang harus berkaarya, beramal saleh. Berbagai macam ragam teori kemakmuran telah ditelorkan, seperti teori kapitalisme, komunisme, liberalism, dan lain sebagainya. Di kalangan Islam tercatat antara lain Abu Yusuf (w182H) dengan “Al-Kharaj†nya, Ubeid Kasim bin Salim (154-224H) dengan “Al-Amwal†(Das Kapital) nya, Al-Farabi (260-330H) dengan “Siasatul Madaniyah†nya (Simak ZA Ahmad : “Dasar-Dasar Ekonomi Dalam Islam†, 1952:23-24). Dalam rangka menuju masyarakat dan kebudayaan baru Indonesia (Indonesia yang makmur sejahtera), pada tahun 1935 St Takdir Alisjahbana memberikan resep/ramuan inteleeeeeektualisme, individualism, egoism, mmaterialisme (Achadiat K Mihardja : “Polemik Kebudayaan†, 1948:31). Intelektualisme, individualism, egoism, materialism adalah unsure-unsur pembentuk, penghasil kapitalisme. Kapitalisme secara teoritik dan praktek berawal dari paham Liberalisme yang disebarkan Adam Smith (1723-1790) melalui bukunya “The Wealth of Nations†(Teori Kemakmuran Bangsa). Oleh sementara kalangan masih diakui bahwa kapitalisme berhasil menciptakan kenikmatan individual, kesejahteraan ekonomi secara kolektif. Tetapi juga diakui bahwa kapitalisme menghadirkan jurang kesenjangan yang teramat lebar, melemahkan ikatan solidaritas (Mohammad Eri Irawan : “Kiris dan Kapitalisme etis†, KOMPAS, Sabtu, 4 Desemeber 2010, hal 12, Teroka. Pembawaan dan dampak ekonomi kapitalisme, pertumbuhan dan kemajuan, sekaligus juga kesenjangan (Simak Tadjuddin Noer Effendi : “Pahami Kerusuhan dana Gejolak Sosial†, KOMPAS, Rabu, 29 Januari 1997, hal 4-5). Kalangan lain memandang bahwa Teori Kapitalisme bukan lagi jalan memakmurkan bangsa. Dibutuhkan formula lain. Jerman telah mencoba melakukan dengan ketat ajaran kapitalisme, ternyata menghadapi masalah (KOMPAS, 13 Desember 1997, hal 17, “Krisis Ekonomi Negara Industri). Teori Kemakmuran Adam Smith mendapat sanggahan dari paham Sosialisme yang disebarkan oleh Karl Marx (1818-1883) melalui bukunya “Das Kapital†(Modal). Juga Keynes (1883-1941) menyanggah “laissez faire†Smith melalui bukunya : “General Theory of Employment, Interest and Money†(1936). Kapitalisme adalah ancaman terbesar terhadap solidaritas (kesetiakawanan). Agar tak akan terpecah-belah, maka solidaritas mutlak dalam saaaaaaaautu masyarakat yang demokratis (Charles Tyler : “Solidaritas pada Abad Pluralis†, KORAN TEMPO, Sabtu, 4 Desember 2010, hal A9, Pendapat). Untuk meminilisr ancaman kapitalisme terhadap solidaritas diperlukan sikap mental (etika) qana’ah, zuhud, wara†. Hal yang positif untuk kemakmuran dan kesejahteraan bias saja dipungut baik dari kapitalisme, komunisme, liberalism maupun dari sosialisme. “Hikmat itu adalah barang hilang orang Mukmin, maka di mana saja dijumpai, ia lebih berhak terhadapnya†(HR Turmudzi : “Bab-Bab Ilmu†, Abul Hasan Ali Al-Husni An-Nadwi : “Pertarungan antara Alam Fikiran Islam dengan Alam Fikiran Barat†, 1983:14; Simak juga ZA Ahmad :†Dasar-Dasar Ekonomi Dalam Islam†, 1952, †Islam Terhadap Kapitalisme, Sosialisme dan Komunisme†; Nusbar : “Pelajaran Ekonomi†, 1972, “Mazhab Ekonomi†, Depdikbud : “Ekonomi dan Koperasi†, 1981, “Mazhab Ekonomi†). Kepedulian akan kesejahteraan sesama Saya tak pernah kenal dengan yang bernama Adam Smith (1723-1790), William Thomson (1785-1833), dan yang sepaham dengan mereka. Namun dari judul karya tulisnya, saya mendapat ksan, mereka itu sangat peduli dengan kesejahteraan bersama. Karya tuli Adam Smith dengan judul “An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nation†(1776). Karya tulis Williom Thopson dengan judul “An Inquiry into the Principles of the Distribution of Wealth most conductive to human happiness†(1824). Kata “wealth†berarti kesejahteraan bersama (welfare). Adam Smith disebutkan sebagai Pelopor mazhab klassik (Liberal), sedangkan William Thompson sebagai sosialis ilmiah. Pelanjut Adam Smith, meskipun berbeda sudut pandangnya (tinjauannya), namun masih punya semangat peduli akan kesejahteraan sesama . Di antaranya karl Marx (1818-1883) dengan karya tulisnya “Das Kapital†(AlAmwal); John Maynard Keynes (1883-1941) dengan karya tulisnya “The General Theory of Employment, Interest and Money†(1936). ` Ke dalam sosialis utopia tercatat nama Robert Owen (1771-1858) dengan karya tulisnya “ A new view of society†. Robert Owen salah seorang pengusaha kaya, raja pabrik tenun di Inggeris. Meskipun selalu menghadapi kegagalan, namun Robert Owen masih saja berlang kali mengadakan percoban baru dalam ekonomi untuk membangun suatu masyarakat baru dari kaum buruh dalam wujud keluarga besar “New Harmoy†pada tahun 1825 di Illinois, Amerika Serikat, dan kemudian dilanjutkannya di Tytherly tahun 1841 dngan nama “Harmony Hall. Robert Owen merupakan sosok yang peduli akan kesejahteran bersama secara teori dan praktek. Sosialis ilmiah marxis meninggalkan teori nilai lebih, teori pemusatan (konsentrasi), teori penumpukan (akumulasi), teori pemiskinan, teori krisis. Kaum sosialis utopis mengimpikan terciptanya satu Negara yang serba indah, adil dan makmur. Thomas Moore (1478-1535) dengan “Utopia†nya. Plato dengan “Republik†nya. Francois Bacon dengan “New Atlantis†nya. Harrington dengan “Commenwealth of Ocean†nya. AlFarabi dengan “AlMadnah AlFadhilah†nya. Sejarah mencatat, di antara penguasa mutlak/absolute/despotis terdapat pula yang memiliki kepedulian terhadap rakyat yang disebut dengan “despot cerdas/arif/bijak†. Di antaranya Frederick II Agung (1740-1786) dari Prusia, Katharina II Ang (1762-1796) dari Rusia, Jozef II (1765-1790) dari Austria, Aranda dari Spanyol, Pombal dari Portugal, Peter Yang Agng (1689-1725). Secara umum, raja-raja Jawa sejak Mpu Sindok tampil sebagai despot yang arif, yang bijak, yang cerdas. Sebelumnya Sanjaya. Pada masa kini, sosok-sosok yang termasuk ke dalam yang peduli akan kesejahteraan sesama Bill Gates (1955- ) orang terkaya di dunia yang memiliki kekayaan 37,3 milyar poundsterling. Tahun 2001 merencanakan untuk menyumbangkan 95 persen dari kekayaannya untuk peningkatan pendidikan. (KHAlifah, Edisi 25 Agustus 2010hal 10 menyebutkan bahwa Gates mendonaskan 99 persen kekayaannnya untuk kegiatan sosial dan hanya 1 persen yang diwariskannya untuk anak-anaknya). Osma bin ladin mewarisi kekayaan 300 juta dollar AS dan memberi bantuan pada Taliban 3 juta dollar AS. Henry Ford (1863-1947) raja mobil meninggalkan Ford Foundation bagi kesejahteraan umat manusia. Mahmud Yunus di Bangladesh sibuk mengurusi kemiskinan. Romo Mangun pernah menata perkampungan kumuh sepanjang Kali Code (yang kini hancur berantakan diterjang lahar dingin Merapi Yogyakarta). Warven Buffet (1930- ) mewariskan milyaran kekyaannya untuk masyarakat melalui suatu Yayasan Amal Sosial. Mengupayakan kemakmuran bersama Bila bangsa ini, termasuk presidennya, menterinya, gubernurnya , aparatnya memiliki kepekaan social dan kepedulian social tak akan pernah terjadi penggusuran warga secara paksa seperti tampak pada tayangan TransTV, Senin, 31 Januari 2005, 1030-1100, “Kejamnya Dunia†, “Buldozer itu menghancurkan harapan kami†. Apakah tak lebih dulu dibikinkan barak-barak seperti bagi korban bencana bempa tsunami NAD 26 Desember 2004, sebagai tempat untuk merelokasi mereka yang terkena pembongkaran. Itu kalau penyelenggara Negara ini dengan aparatnya memiliki kepekaan dana kepedulian social, kesadaran seb agai warga Negara yang merasakan kepedihan sesame, memiliki nurani. Dan tetap saja benar teori selekssi Darwin bahwa yang lemah adalah mangsa ayang kuat. (Simak antara lain : - Nusbar : “Pelajaran Ekonomi untuk SLA†, jilid 2, 1977:36, 44-45. - Drs AWJ Tupanno : “Pelajaran Ekonomi dan Koperasi untuk SMA†, jilid 1, Depdikbud, Jakarta, 1981:131,136,137. - ZA Ahmad : “Dasar-Dasar Ekonomi Dalam Islam†, Pustaka Antara, Djakarta, 1952:67-69,72-73. - Maryam Jameelah : “Islam versus Barat†, AlHidayah, Jakarta, 1981:21. - D Mutiara : “Kamus Mutiara†, Bintang Indonesia, Djkarta, 1955:149. - Prof Dr HM Rasyidi : “Menapa Aku Tetap Memeluk Agama Islam†, Bulan Bintang, 1980:50-51. - Prof Dr Omar Mohammad atToumy alSyaibany : “Falsafah Pendidikan Islam†, halaman 51. - Ilyas St Pamenan : “Sejarah Dunia†, Pustaka Timur, Djakarta, 1950:110-111. - Anwar Sanusi : “Sejarah Umum untuk Sekolah Menengah†, jilid II, Pustaka Pakuan, Bandung, 1954:62-63) - Harmoko : “M Yunus dan Si Miskin†, POS KOTA, Senin, 30 Oktober 2006, hal 10, “Kopi Pagi†. - Andi Surupi : “Rindu Rakyat pada Keadilan†, KOMPAS, Sabtu, 14 Agustus 2010, hal 15. - “Doktor ekonomi yang malu bila tak mampu mengangkat derajat hidup warga melarat†, SUARA ‘AISYIAH, No.1, Th ke-84, Januari 2007, hal 31. - MetroTV, Jum’at, 14 November 2008, 1330, “Biogra[hy†. Written by Asrir Sutanmaradjo at BKS9710110730 (look also at http://asrirs.blogspot.com http://sicumpas.wordpres.com http://sikumpas.blogspot.com http://kamimenggugat.blogspot.com http://kami-menggugat.blogspot.com http://islamjalanlurus.truefreehost.com http://sicumpaz.truefreehost.com http://sicumpas.multiply.com http://fauziah_sul.livejournal.com http://pontrendiniyahpasir.wordpress.com)

Tidak ada komentar: