Sabtu, 23 Mei 2009

Manipulasi terminologi Islam

Manipulasi terminologi Islam


Istilah, terminologi ajaran Islam sebenarnya mempunyai pengertian yang sudah baku. Namun demikian, disamping yang berpegang pada pengertian baku, ada pula yang memanipulasi, mereduksi, meredusir pengertian yang sudah baku itu.


Ada yang memahami bahwa menegakkan syari’at Islam adalah berpegang pada rukum iman yang enam dan menjalankan syari’at Islam yang lima (syahadat, shalat, shaum, zakat, haji). Memahami bahwa Khalifah di kalangan Muslimin adalah semacam Paus di kalangan Katholik Kristen. Khalifah itu tanpa kekuasaan (politik, militer). Istilah-istilah jama’ah, imamah (imarah), bai’at, tha’at sama sekali tak terkait dengan kekuasaan (politik, militer). Tujuan khilafah adalah agar dapat beribadah secara tertib dan terpimpin. "Islam hanyalah da’wah diniyah. Semata-mata mengatur hubungan manusia dengan Tuhan. Tak ada hubungan apa-apa dengan masalah keduniaan, seperti urusan peperangan dan urusan politik". "Agama adalah satu hal, dan politik adalah suatu hal yang lain". "Qur:an tak pernah memerintahkan agar negeri diatur, ditata oleh Islam".


Ada pula yang memahami bahwa menegakkan syari’at Islam itu adalah berpegang pada prinsip-prinsip umum dari hukum Islam (hakikatnya, nilainya, semangatnya, jiwanya), sedangkan penerapan pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi, kondisi, suasana, tempat, waktu (makan, zaman). "Islam itu hanya sebatas hakikat, sebatas nilai". Yang diperlukan hanyalah menggali nilai-nilai syahadat, shalat, shaum, zakat, haji, qurban, jihad, dan lain-lain. Sedangkan bentuk, ujud, format, kaifiat dari syahadat, shalat, shau, haji, qurban, jihad, dan lain-lain terserah selera masing-masing sesuai dengan perubahan zaman.


Ada pula yang memahami bahwa menegakkan syari’at Islam itu adalah berpegang pada rukun iman yang enam dan menjalankan rukun islam yang lima, serta berjama’ah bersama-sama seara kolektif memberlakukan hudud yang ditetapkan Allah sebagai hukum positif seperti yang pernaha dilaksanakan oleh Rasulullah. Islam itu meliputi semua aspek kehidupan, termasuk politik, militer. Khilafah itu merupakan kekuasaan (politik, militer) untuk memberlakukan hudud, syari’at yang ditetapkan Allah.


Untuk memberlakukan hudud, menegakkan syari’at Islam ada yang menempuh jalur pendidikan dan bimbingan (tarbiyah dan taklim). Ada yang menempuh jalur pengabdian masyarakat, aksi sosial. Ada yang melalui dekrit pemerintah, menempuh jalur politik, jalur parlemen. Ada yang menempuh jalur kekuatan militer, dengan kekuatan senjata.


Hasan al-Banna dengan Ikhwanul Musliminnya di Mesir, Maududi dengan Jami’ah Islamiyahnya di Pakistan lebih memusatkan perjuangannya melalui jalur politik, jalur parlemen. Di Indonesia, Soekarno pernah menganjurkan memilih jalur parlemenini, namun ia sendiri berseberangan dengan Islam. Kartosuwirjo lebih maju, memilih jalur perjuangan bersenjata dengan memproklamasikan berdirinya Negara karunia Allah, Negara Islam Indonesia (NII).


Bagaimana pun, realisasinya sama sekali tergantung semata-mata dari anugerah karunia Allah, seperti tampilnya Umar bin Abdul Aziz yang jauh sangat berbeda dengan keluarganya dalam kalangan Bani Umawiyah (Umaiyah ?).

Tidak ada komentar: