Indonesia tak siap berdemokrasi
Catatan
serbaneka Asrir Sutanmaradjo (Asrir Pasir)
Dulu di era Orde Lama (Orla) diusung komoditas USDEK
(UUD-1945, Sosialisme ala Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Pancasila,
Kepribadian Indonesia). Kini di era Reformasi diusung komoditas Empat Pilar
Bernegara (Pancasila, UUD-45, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI) (Simak juga KOMPAS,
Sabtu, 4 Februari, hal 7, “Kebebaan Masyarakat Pancasila”, oleh Sayidiman
Suryohadiprojo).
Pancasila itu tidak tunggal, tapi beragam. Ada Pancasila
Sukarno, Pancasila Yamin, dan Pancasila Supomo. (Simak antara lain Dardji
Darmodihardjo : “Pancasila Suatu Orientasi Singkat, Jakarta, Aries Lima).
Menurut Sukarno, yang disebut sebagai penggali Pancasila menyatakan bahwa
wujud, bentuk Pancasila itu adalah NASAKOM (Nasionalis, Agama, Komunis) atau
NASAMARX (Nasionalis, Agama, Marxis), Pada hakikatnya Pancasila itu merupakan
sinkretisme dari berbagai ajaran Filsafat :Monotheisme, Humanisme,
Nasionalisme, Demokratisme, Sosialisme. Menurut Sukarno, Negara Indonesia ini
haruslah berTuhan, harus menyembah kepada Tuhan. Tapi sayang Sukarno tak
menjelaskan konsep tentang Tuhan dan cara Negara menyembah Tuhan. (Simak Amanat
Presiden Sukarno pada upacara pemberian gelar Doctor Honoris Causa oleh
Institut Agama Islam [IAIN] di Istana Negara, Djakarta, pada tanggal 2 Desember
di Istana Negara, Djakarta, pada tanggal 2 Desember 1964, Penerbitan Khusus
354, hal 12). Bagaimana pun, kenyataannya menunjukkan bahwa di Indonesia itu
terdapat ideology Nasionalis/Pancasilais, Islam dan Sosialis/Komunis/Marxis.
Inilah relaitas tentng ekistensi ideologi.
(Pada
awalnya Pancasila itu adalah formulasi (perumusan) dari gagasan Ir Soekarno
yang diperkenalkannya pada hari keempat sidang pertama Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) tanggal 1 Juni 1945 tentang dasar Indonesia
Merdeka yang kemudian diterima dalam Piagam Jakarta, dan yang selanjutnya
direvisi dalam Pembukaan UUD-45).
(Pada
bagian akhir pidatonya, atas petunjuk seorang ahli bahasa, Ir Soekarno
mengusulkan Pancasila sebagai nama bagi rancangan Dasar Negara Indonesia
Merdeka yang dikemukakannya. Tapi para pendiri Negara Republik Indonesia tak
pernah memutuskan memberikan nama Pancasila bagi Dasar Negara Republik
Indonesia).
(Menurut Ir Soekarno,
Agama Budha itu bukan godsdienst [tak berTuhan, tak menyembah Tuhan]. Budha
mengajarkan kepada umatnya untuk berikhtiar masuk ke nirwana (sorga, heaven,
paradise), tanpa mengajarkn harus mengabdi kepada Tuhan, menyembah Tuhan, Agama
Budha tak berTuhan. Agama Budha hanya mengajarkan asta wedha, agar mengerjakan
delapan hal yang benar, dan menghindari delapan hal yang tak benar [Simak
Amanat Presiden Soekarno pada peringatan Isra’ dan Mi’radj Nabi-Besar Muhammad
saw, pada tanggal 2 Desember 1964, di Istana Negara, Dkarta, terbin DEPPEN RI,
Penerbitan Khusus 248, hal 6).
UUD-1945 di era Reformasi tidaklah sama dengan UUD-1945 di
era Orde Lama (Orla) atau di era Orde Baru (Orba). Menurut Mr Muhammad Yamin,
kata pembukaan UUD-1945 menjadmin demokrasi, tetapi pasal-pasalnya benci kepada
kemerdekaaan diri dan menentang liberalism dan demokrasi revolusioner. Dalam
UUD-1945 hanya tiga pasal yang menjamin hak-hak kemerdekaan warganegara. .
Sungguh dilematis. Berbeda dengan UUDS-1950 yang berhasli memasukkan Hak Asasi
seperti putusan UNO (PBB) kedalam pasal-pasalnya. (Simak :Proklamasi dan
Konstitusi RI”, Djambatan, 1952, hal 90, 92).
(Menurut telaah Muhammad Yamin tentang proses terjadinya UUD-45,
dikemkakan bahwa “waktu undang-undang Indonesia dirancang, maka kata pembukanya
menjamin demokrasi, tetapi pasal-pasalnya benci kepada kemerdekaan diri dan
menentang liberalisme dan demokrasi revolusioner. Bagi Republik Indonesia 1945
yang mengakui demokrasi dalam kata pembukanya sebagai dasar negara, maka
menyolok mata benar hak-kemerdekaaan warga negara terlalu terbatas ditetapkan
dalam Undang Undang Dasar. Hanyalah tiga pasal yang menjamin hak itu, yaitu
pasal 27, 28, 29 (Mr Muhammad Yamin, “Proklamasi dan Konstitusi RI”, 1952:90).
Pada halaman berikutnya, Yamin mengemukakan bahwa “Konstitusi RIS dan RI-1950
ialah satu-satunya daripada segala Konstitusi sedunia yang telah berhasil
memasukkan Hak asasi seperti putusan UNO/PBB ke dalam Piagam Konstitusi).
Menrut Prof Tjipta Lesmana,
UUD-1945 hasil amandemen membikin rusak negra, rusak sistim politik dan sistim
ekonomi (Simak WARGAKOTA, Senin, 20 Februari 2012, hal 10, “Amendemen Bikin
Rusak Negra”).
(Konsep Bhineka Tunggal Ika berkaitan dengan Mpu Tantular
dalam “Sutasoma”nya tentant sinkretisme Siwa-Budha, bukan seperti “E Pluribus
Unum”nya Amrika Serikat. (Paham Bhineka
Tunggal Ika yang diajarkan Tantular delam Sutasoma adalah mengenai konsep
religi Siwa-Budha, meskipun zat/wujudnya Siwa dan Budha berbeda, tetapi
sesungguhnya satu pngertian/nama sebagai “Sang Hiyang Widhi” dalam bentuk Siwa-Budha,
bukan bermakna persatuan, kebangsaan (E Pluribus Unum)nya Negara Amerika
Serikat. Namun Budha tak mengenal Tuhan, tak mengabdi, menyembah keada Tuhan.
Budha hanya mengajarkan delapan hal yang harus dihindari, dan delapan hal yang
harus dikerjakan, jang dikenal dengan nama asta wedha (Simak Amanat Presiden
Sukarno pada peringatan Isra’ dan Mi’raj nabi Besar Muhammad saw, pada tanggal
2 Desember 1964 di Istana Nejara Jakarta, yang diterbitkan ol3h DEPPEN RI dalam
Penerbitan Khusus 348, hal 6). (Ini merupakan hasil
temuan Laboratorium Pancasila. Untuk sampai ke sini dikaitkan, diberikan acuan
Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Sang Saka Dwi Warna, Garuda, Palapa pada jaman
Hindu-Budha, pada kejayaan nenek-moyang di jaman Maajapahit Siwa-Budha. Padahal
masa/jaman kejayaan, keemasan majapahit adalah jaman feodal, jaman jahiliyah,
jaman kesesatan, jaman syirik. Pancasila dikembangkan menjadi Pancakarsa. sejak
tahun 1978 diperkenalkan bahwa Pancasila perlu dihayati dan diamalkan).
Negarqa Kesatyan/Unitas bukanlah
jaminan lebih baik dari Negara Serikat/Federasi. Dalam penjelasan tentang
UUD-1945 diseb7tkan ahwa “Yang sangat penting ialah semanagat, semangat para
penyelenggara, semangat pemimpin pemeritahan. Dalam bahasa USDEK, yang penting
adalah kepribadian Indonesia. Namun sayang spirit, semangat, ptibadi
pemimimpin, penyelenggara adalah materialism (korup), bukan sosialisme ala
Indonesia, mensejahterahkan raykat Indonesia.
IIndonesia realitasnya adalah
Republik Preman. Apakah ini disebabkan oleh karena penyelenggara negaranya
(ekseutif, legislative, yudikatif) bermental rampok, maling, penyamun preman
(Preman Berdasi Berkerah Putih. (Simak antara lan KOMPAS, Sabtu, 18 Februari
2012, hal 1, “Kekeraan, Indikasi Buruknya Kesehatan Mental Masyarakat”). Indonesia
tak siap untuk berdemokasi, untuk berbeda paham, pendapat, pandanan. Indonesisa
lebih cocok disebut dengan Negara otokrat darpiada Negara demokrat.
Bekasi 1202130815
Kita tak punya pemimpin
Catatan serbaneka asrir pasir
Kita tak punya pemimpin yang tegas dan berani, yang
kepemimpinannnya efektif, bukan yang berposisi sebagai pengamat atau penasehat.
Rakyat sangat berharap, mendambakan hadirnya pemimpin yang tegas dan berani
(KOMPAS, Sabtu, 21 Januari 2012, hal 6, Opini : "Menanti Pemimpin Tegas
dan Berani", oleh Daniel Johan).
Kita tak punya pemimpin yang merakyat, yang peduli akan
nasib rakyat, yang sibuk memikirkan kesejahteraan rakyat. Sibuk memikirkan agar
rakyat dapat pendidikan yang layak, agar kas Negara digunakan untuk membangun
gedung dan perabotan sekolah yang layak. Pemimpin yang berorientasi pengabdian,
bukan berorientasi kekuasaan.
Pemimpin yang berani, tegas, yang mampu menjawab
ketidakadilan dengan kepastian dan ketegasan hukum yang berkeadilan. Tidak
menyerahkan hal-hal yang mendasar yang menyangkut kesejahteraan rakyat kepada
asing dan pasar. Pemimpin yang punya rasa kewajiban menjamin hak kesejahteraan
rakyat. Pemimpin semacam inilah yang saat ini dinantikan oleh segenap rakyat.
Pemimpin yang mampu menghadirkan pemerintah dan Negara di dalam menjawab rasa
keadilan, kesejahteraan dan kedaulatan bangsa. Kepemiminan yang tegas dan
berani seperti itulah yang ditunggu rakyat (idem).
"Siang dan malam bagi Rasulullah saw digunakan untuk
memikirkan urusan-urusan manusia dan masyarakat dan berusaha menyelesaikan
dengan seksama dan bijaksana, yang demikian itu adalah ibadat yang utama dan
usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan amal kebajikan yang membawa
manfa'at bagi hidup dan kehidupan manusia dan masyarakat sebagai pendekatan
yang suci (taqarrub ilallah ?).
Rasuluulah saw dalam hal ini berkata : "Lebih baik
sekiranya saya berjalan membantu kepentingan seorang saudara dan lebih
menyenangkan hatinya dari pada saya beri'tikaf dalam masjidku ini selama
sebulan" (Khalid Muhammad Khalid : "Kmanusiaan Muhammad",
Progressif, Surabaya, 1984, hal 268).
Bekasi 1201221730
Tidak ada komentar:
Posting Komentar