Jumat, 24 Februari 2012

Amandemen Bikin Rusak Negara


Amandemen Bikin Rusak Negara
Negara Indonesia rusak gara-gara amandemen UUD-1945 dilakukan tanpa pertimbangaan matang, sehingga system politik dan ekonomi mengalami perubahan radikal yang mengubah orang menjadi materialistis (bermental rakus, loba, tamak).
Pandangan tersebut disampaikan oleh guru besar ilmu komunikasi Universitas Indonesia Prof Tjipta Lesmana dalam seminar tentang pemberantasan korupsi di Jakarta. Sabtu (18/2/2012). Seminar diselenggarakan oleh Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI). Pembicara lain adalah Irjenpol (purn) Ariaanto Sutadi, Danang Widoyoko (coordinator ICW) dengan moderator Hadoyo Budisedjati.
Pada sisi politik, kata Tjipta Lesmana, amandemen itu menyuburkan korupsi karena mengacu pada one man one vote, yang mewujud dalam praktek “semua dukungan harus dibayar” (Dengan kata lain Pemilu Langung menyuburkan korupsi ?).
Pada sisi ekonomi, lanjutnya, perubahan yang terjadi telah membuat Indonesia lebih liberal katimbang Amerika Serikat. Semua sector ekonomi dibiarkan dengan system pasar terbuka sehingga kekuatan modal menjadi ukuran satu-satunya (menyimpang dari amanat ekonomi Pancasila, sehingga warganegara hanya menjadi kuli/budak investor ?).
Kombinasi perubahan yang radikal pada dua sisi itu, tutur Tjipta  menyebabkan perubahan pada system perilaku manusia Indonesia menjadi materialis. Moralitas hancur. “Semua profesi dari politisi, birokrasi, pengusaha, bahkan dosen, berorientasi mengejar materi semata-mata. Harus kaya bahkan secara instaan”, katanya.
Implikasi lebih lanjut dari perubahan itu, lanjut Tjipta, adalah kehancuran law enforcement. “Hukum jadi mudah diatur dengan kekuasaan dan uang”, ujarnya.
Senada dengan Tjipta, coordinator ICW Danang Widoyoko berpendapat bahwa reformasi yang sudah berjalan 13 tahun ini justru menyuburkan reproduksi korupsi. Praktek koruptif era baru justru mendapat lahan subur di era reformasi (Era Korupsi ?)
“Reformasi hanya mengganti orang teratas, tapi tidak menghancurkan oligarki lama. Bahkan oligarki lama justru mampu beradaptasi dengan demokrasi”, kata Danang. Oligarki lama adalah aliansi cair antara kepentingan birokrasi, bisnis dan politik yang dibesarkan oleh Orde Baru.
Oligarki lama itu, lanjut Danang menjadikan korupsi sebagai strategi untuk mempertahankan kekuasaan dengan menggunakan dana public. Akibatnya “reproduksi korupsi berlangsung dengan saubur, yang ditandai dengan perilaku koruptif di semua lini masyarakat, dengan pelaku yang makin muda (put). (WARTA KOTA, Senin, 20 Februari 2012, hal 10)

Tidak ada komentar: