Selasa, 05 April 2011

Menjadi Muslim Ideal

Menjadi Muslim Ideal

“Menjadi Muslim Ideal” demikian judul terjemahan buku “The Ideal Muslim” karangan Muhammad Ali alHasyimi, oleh Ahmad Baidowi, terbitan Mitra Pustaka, Yogyakarta. Ajakan “Menjadi Muslim Ideal” dipahami sebagai “Menjadi Muslim Wasathan, Kaffah, Rahmatan lil ‘alamin, Sunni, Ahlus Sunnah wal Jaama’ah, Paripurna”.

Muslim Paripurna mencakup seluruh unsurnya. Muslim akidahnya, ibadahnya, munakahahnya, mu’amalahnya, jinayahnya, jihadnya, dakwahnya, akhlaknya, politiknya, ekonominya, sosialnya, budayanya, semuanya. Sesuai dengan dosisnya yang pas, mengandung unsure moderat, konfirmis, ekstrim, radikal, militant.

Muslim Wasathan. Lembut pada tempatnya. Keras pada tempatnya. Melakukan sesuatu pada tempatnya. Akidahnya bersih dari noda syirik, takhyul, khurafat, klenik, magik, mitos, animisme, dinamisme. Ibadahnya bersih dari bid’ah. Mu’amalahnya bersih dari tradisi, budaya fahsya, munkar.

Muslim Rahmatan lil ‘alamin. Membawa rahmat bagi semua. Membawa kedamaian bagi semua. Damai bagi manusia. Amai agi hewan, tanaman. Damai bagi non-Muslim. Damai bagi alam semesta. Bahkan damai bagi lawan/musuh dalam pertempuran/perperangan. Semuanya bersih dari dendam, marah, kesumat. Semata-mata lillahi ta’ala. Damai, sejahtera itu adalah salah satu makna, arti dari Islam itu sendiri. Setiap Muslim adalah juru selamat, pembawa kedamain. Semoga keselamatan, kedamaian, kesejahteraan, keberkahan menyertai semua. “Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh”.

(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS1103290700)

Islam rahmatan lil ‘alamin

Islam kaffah, Islam paripurna adalah yang menerapkan ajaran Rasulullah saw secara utuh, lengkap, meliputi ibadah, munakahah, mu’amalah, jinayah, akhlaq, IPOLEKSOSBUDHANKAMTIB. Bila Islam diterapkan secara utuh mengikuti ajaran Easulullah, maka dengan idzin Allah akan terwujud komunitas, masyarakat sejahtera adil makmur, masyarakat yang rahmatan lin’alamin, negeri yang baldatun wa rabbaun ghafur.

Konsepsi, prinsip dasar bagi terwujudnya masyarakat marhamah, masyarakat rahmatan lin ‘alamin di antaranya adalah : menyebarkan salam, perdamaa, kedamaian, kerahmatan, keberkahan, kebajikan, mengindari, menjauhi perbuatan munkar, makar, onar, keresaha, kerusuhan, permusuhan, kekacauan’ menumbuhkan kebersamaan, kesetiakawanan, mengendalkanlisan dan perbuatan, tidak melakukan perbuatan yang sia-sia, dan lain-lain.

“Sebarkan salam di antara kamu” (HR Abu Daud, Tirmidzi, Muslim dari Abu Hurairah dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Keutamaan Salam dan Perintah Menyebarkannya” ). ‘Janganlah engkau pandang rendah apa saja dari kebaikan, walaupun engkau berkan saudaramu hanya dengan muka yang manis” (HR Muslim dari Abidzarr, daLAM “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Menerangkan berbagai macam jalan Menuju Kebaikan” ). “Berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah teleh berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat keruskanan di muka bumi” (QS 28:77). “Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dantakwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS 5:2). “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adilllah karena adil itu lebih dekat kepada takwa” (QS 5:8). “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari prbuatan keji, kemunkaran dan permusuhan” (QA 16:90). Rasulullah saw menjamin sorga bagi siapa yang sanggup menjaga lidaha (yang di antara dagunya) dan kelamin (Yang di antara pahanya) (Simak HR Bukhari, Muslim dari Sahal bin Sa’ad, dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Beberapa larangan ghibah dan perintah Memelihara Lidah”).

Seluruh ajaran Rasulullah adalah tentang akhla paripurna yang menjurus kepada terwujudnya ketertiban, keamanan, kedamaian, kesejahteraan, keadilan, kemakmuran. Dengan kata lain akan terujud masyarakat madani, civil society (civilization). Simaklah ayat-ayat alQur:an dan alHadits, antara lain dalam buku Dr Muhammad Ali alHasyimi : “Menjadi Muslim Ideal” (The Ideal Muslim : The true Islamic Personality as difined in the Qur:an and Sunnah), kitab Imam Nawawi : “Riadhus Shalihin”.

Islam kaffah

Sekali-kali janganlah diakui ada satu peraturan lain yang lebih baik dari peraturan Islam (Prof Dr Hamka : “Tafsir AlAzhar”, juzuk II, 1983:173, re tafsiran ayat 2:208). Belumlah sempurna, belumlah “masuk Islam keseluruhannya”, kalau masih belum menurut peraturan alQur:an. Cukup hanya mengakui Islam satu-satunya aturan hukum.

Semakin tertanam keyakinan bahwa hukum Islam itu lebih baik dari yang lain, maka akan semakin gencar tuduhan sebagai teroris. Semua tersangka teroris yang ditangkap, dibunuh adalah yang punya keyakinan bahwa hukum Islam itu lebih baik dari yang lain dan punyakeinginan untuk menegakkan hukum Islam itu secara nyata-konkrit.

Islam sama-sekali harus tampil nyata berbeda dengan non-Islam. Simak antarra lain ‘Perbedaan anatara Seorang Muslim dan Seorang kafir”, dalam “Dasar-Dasar Islam” (Fundamentals of Islam) oleh Abul A’la Maududi.

Rocker Hari Moekti lebih ngakngikngok dari Elvis Presly. Tampil di panggung/pentas jingkrak-jingkrak bagai cacing kepanasan. Menjelang usia 40 tahun, ia mengakhiri dunia artis, dan mulai menggeluti dunia dakwah sampai kini, ikut terlibat dalam pembinaan berbagai taklim.

Pada tayangan kuliah Ramadhan di televise disaksikan para pendakwah yang senang dikelilingi oleh para artis, para selebritis. Para pendakwah ini tampil sebagai artis, selebritis. Pendakwah Hari Moekti tampil menjauhi artis, selebritis.

“Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan sendagurau (olok-olok, lawakan, lelucon), dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia” (QS 6:70). Gaul, urakan, bebas, liberal lebih berkonotasi lelucon, lawakan, olok-olok.

“Apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah dingkari dan diolok-olokkan oleh orang-orang kafir, maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Sesungguhnya kalau kamu berbuat demikian, tentlah kamu serupa dengan mereka” (S 4:140, simak juga QS 6:68).

Pendidikan Islam kaffah bisa saja antara lain memanfa’atkan/melalui cerpen, novel, roman, features, sinetron, film, musik, dan lain-lain sebagainya. Buah karya tersebut benar-benar sebagai media dakwah, mendakwahkan Islam kaffah. Sosok Islam kaffah dapat disimak, diamati dari sosok para sahabat Rasulullah saw.

Sikap seorang Muslim

Seorang Muslim bersyahadat, berikrar bahwa “Tak ada Tuhan selain Allah” (QS 3:18), bahwa “Muhamamad Rasul/Utusan Allah” (QS 3:144). Mengakui bahwa “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah” (QS 6:57). Tak akan dijumpai orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat bekerja sama dengan orang-orang yang mengolok-olokan, mempermainkan, mengganggu, memusuhi Islam (QS 58:22).

Seorang Muslim menolak berhukum dengan hukum thagut (QS 4:60;5:50). Seorang Muslim tak mengakui yang menolak Syari’at Islam sebagai Ulim Amri (QS 5:57). Seorang yang benar-benar Muslim sangat tapak beda dengan yang non-Muslim, dalama setiap aspek, baik dalam beretika, bersopan-santun, bermu’amalah, bermasyarakat, berbangsa, bernegara (QS 4:140).

Seorang Muslim bersyahadat, berkrar ahwa tak ada kekuasaan yang berdaulat atas dirinya kecuali Allah. Bahwa tak ada hukum yang patut dipatuhi untuknya kecuali hukm Allah. Tak ada perintah yang di luar perintah Allah yang layak untuk dipatuhi. Tak terikat dengan adat kebiasaan yang berlaku yang bertentangan dengan ketentuan Allah. Seorang Muslim menolak sesuatu yang di luar hukum Allah (Abul A’la Maududi : “Metoda Revolusi Islam”, 1983:64-65; “Dasar-Dasar Islam”, 1984:58-59).

Seorang Muslim melakukan shalat, shaum, zakat, haji pada waktunya mengikuti tuntunqan/petunjk Quar:an dan Sunnah. Seorang Muslim kawin, menikah mengikuti tuntunan/petunjuk Qur:an dan Sunnah. Seorang Muslim bermu’amalah, bertransaksi, berinteraksi sesuai dengan tuntunan/petunjuk Qur:an dan Sunnah. Tuntunan/petunjuk/pedoman hidup bagi seorang Muslim hanyalah Qur:an dan Sunnah.

(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir aat BKS1005161400)

Islam tak bicara moderal atau radikal

Fenomena radikalisme adalah fenomena semua agama dan terjadi di banyak negara, termasuk Amerika Serikat. Fenomena radikalisme yang paling jelas terjadi di dalam agama Yahudi (Simak KOMPAS, Sabtu, 14 Juni 2003, hal 4, Opini : ‘Fundamentalisme Agama dalam Konflik Israel – Palestina, ole h MG Romli), Kristen. Juga terlihat jelas d Amerika Serikat. Di Amerika Serikat banyak sekte Kristen yang berpandangan radikal. Radikalisme bukalah sebab tapi akibat, yaitu akibat dari ketidakadilan sosial-ekonomi-politik-budaya (Simak Denny JA dalam REPUBLIKA, Rabu, 10 Oktober 2006, hal 3, Politik).

Musuh0musuh Islam memecah-mecah, membagi-bagi, memenggal-menggal Islam menjadi beberapa bagian yang berbeda-beda, sehingga ia bukan lagi Islam yang utuh. Mereka ciptakan istilah Islam Asia, Islam Afrika, Islam Nabawi, Islam Rasyidi, Islam Umawi, slam Abbasi, Islam Ustmani, Islam Modern, Islam Arabi, Islam Hindi, Islam Turki, Islam Indonesia, Islam Jawa, Islam Sunni, Islam Syi’i, Islam Revoluisoner, Islam Konservatif, Islam Radikal, Islam Sosialis, Islam Fundamentalis, Islam Orthodoks, Islam Ekstrim, Islam MOderat, Islam Politik, Islam Spiritual, Islam Temporal, Islam Teologis (Simak Dr Yusuf Qardhawi : “Fatwa-fatwa Kontemporer”, jilid II, 1996:896).

Predikat “moderat’ disandangkan pada pihak-pihak yang mendukung kebijakan AS dan sekutunya. Predikat “ekstrim”, “teroris” disadangkan pada pihak-pihak yang menantang, mengancam, mengusik kebijakan AS dan sekutunya (Simak Noam Avram Chomsky : “Maling Teriak Maliang : Amerika Sang Teroris ?”, 2001:20.

Yang tidak bersimpati pada Islam (seperti kaum orientalis) mnciptakan terminology yang tidak ada dalam khazanah Islam, seperti : Islam Militan, Fundamentalisme Islam, Integralisme Islam, dan lain-lain. Amien Rais menyerukan agar cendekiawan Muslim di Indonesia seyogianya bersikap kritis terhadap terminology seperti itu yang oleh orang luar dicoba dipaksaan dengan makna derogatory dan pejorative (kemunduran, penurunan, pelanggaran, pengabaian). Setiap orang dirangsang agar berupaya mengndentifikasikan dirinya dengan criteria yang diisukan dan selanjutnya agar berupaya melengkapi diri dengan criteria lawan yang diisukan. Struktur (sistim pemerintahan) warisan colonial dirancang sedemikian rupa untuk mencengkeram negera-negara Muslim (Simak ALMUSLIMUN, o.199, Oktober 1986, hal 74 : “Islam dan Radikalisme” oleh Amien Rais”.

Islam sendiri tak berbicara tentang pengertian ekstrim-radikal dan moderat-kompromis. Yang ada berwatak lembut bukan berwatak kasar (QS 3:159). Nabi Musa tak pernah diperintah untuk menggantikan kekuasaan/kedudukan Fir’aun. Hanya bisa dijumpai pengertian hak dan bathil dengan tolok ukur firman Allah swt (alQuran) dan penjelasannya (asSunnah), bukan pendapat, bukan pikiran, hasil ijtihad yang sejalan dengan kemauan. Ekstrim-radikal adalah bersifat nisbi/relative (SINAR PAGI, Selasa, 8 April 1986, Editorial : ‘Ekstrimisme & Radikalisme Islam’).

Setiap yang berpikir kritis-analitis bisa saja dikategorikan manusia yang berpikiran radikal/ekstrim, tergantung dari sudut pandang pengamat. Nabi Ibrahim yang memandang matahari, bulan, bintang bukanlah sembahan/Tuhan, secara demonstrative menghancurkan patung/berhala sembahan massyarakatnya. Tindakan demikian bisa saja dikategorikan sebagai tindaan ekstrm/radikal. Nabi Muhammad yang memandang lata, uzza, bukanlah Tuhan secara demonstrative menyembah Alah swt di tengah-tengah masyarakatnya yang menyembah ratusanpatung/berhala di dalam masjidil haram. Tindakan demkian pun bisa saja dikategorikan sebagai tindakan yang ektrim/radikal.

Disadari atau tidak, Abou El Fadl dalam karyanya “And God Knows the Soldiers” dan Speaking in God’s Name” terjebak pada pengkotak-kotak umat Islam yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam, yaitu dengan memetakan uamt Islam menjadi Islam puritan, Islam fundamentalis, Islam radikal, Islam ekstrim, Islam khawarij, Islam wahabi, Islam sekuler, Islam moderat, Islam pasifis, Islam integralis. Islam puritan, Islam wahabi menurutnya mematikan kebebasan berpikir dan intelektualisme Islam. Mengacu pada Abou El Fadl, Ahmad Syafi’i Ma’arif juga menyadari bahwa Gedung Putih dibawah Bush menjadi pusat terorisme negarabersama Israel menghancurkan Afghanistan dan Irak sehingga kondisi kedua negara itu semakin memburuk dan rusak (Simak REPUBLIKA, selasa, 26 Nopember 2006, hal 12, Resonansi : “Abou El Fadl tentang Peta Umat”). Bush dikenal fanatic, fundamentalis, konservatif (REPUBLIKA, Kamis, 9 Nopember 2006, hal 4, Tajuk : “Menunggu Langkah Baru Amerika”).

Keadilan dalam Islam. Bagaimana ?

Islam menuntun umatnya agar senantiasa berlaku adil, terhadap siapa pun, bakan terhadap musuh yang dibenci sekali pun (Simak QS 16:90, 6:152, 5:8). Keadilan Islam itu mutlak, merata. Tanpa dipengaruhi rasa benci atau simpati. Tanpa terpengaruh ole hubungan darah, katan kelompok, rasa segolongan. Tanpa membedakan asal-usul, bangsa, keturunan, keyakinan, kepercayaan, agama, status sosial-ekonomi.

Eksistensi SARA bagi Islam bukanlah sebagai pemicu disintegrasi (li-tafarraqu), tetapi untuk li-ta’arafu, untuk salingmengarifi, memahami, memperhatikan, saling memudahkan, saling membantu, menolong, bekerjasama (idem QS 49:13, 43:23, 5:2).

Islam sangat adil. Keadilan Islam amat unik. Menempatkan sesuatu pada tempatnya. Bersikap ekslusif pada yang harus ekslusif, dan bersikap inklusif pad yang harus inklusif. Bersikap humanis pada yang humanis. Islam menyamakan yang pantas disamakan, dan membedakan yang pantas dibedakan. Islam menetakan garis tegas pemisah yang jelas dalam hidup tentang pedoman/pandangan, tujuan, tugas, peran/fungsi, kawan, lawa, teladan, bekal, dan lain-lain.

Islam membedakan antara persaudaraan se-iman yang terikat pada kasih saying karena Allah semata, dan persaudaraan dengan yang bukan se-iman yang hanya berdasarkan kepentingan bersama. Islam tak membenarkan yang Islam bermesraan, berkoalisi, beraliansi, berelasi dengan yang bukan Islam.

Sanksi hukum dalam Islam berlaku umum buat semua tanpa diskriminatif, tidak membedakan asal-usul, etnis, gender, bangsa, agama. Tapi dalam hal warisan, kesaksian, perteaanan (bithanah, walijah), kepemimpnan (walaa), Islam membedakan atas keturunan, gender, agama. Lembaga yudikatif, legislative, eksekutif dalam Islam bersifat ekslusif, membedakan gender, agama. Fiqh mu’amalah versi matan Taqrib Abi Syja’ mensyaratkan personil yudikatif, legislative, eksekutif terbatas bagi lelaki dewasa Muslim yang waras cerdas berpengetahuan, cakap brkemampan dan memahami serta mengamalkan Islam.

Persetujuan antara sesame Islam diputuskan dalam musyawarah dengan suasana ruhamaa yang bersifat ekslusif 9terbatas kalagan Islam). Sedangkan persetujuan antara Islam dengan yang buka Islam ditetapkan dalam ikatan perjanjian dengan suasana asyiddaa yang bersifat inklusif (tak terbatas kalangan slam). Organisasi, perkumpulan, himpunan yang berupaya membela ‘izzaah Islam dan umat Islam bersifat ekslsif, terbatas bag yang Islam.

TW Arnold menulis : “Ketika tentara slam mendekati lemba Yordan dan pimpinan pasukan, Abu Ubaidah mendirikan kemahnya di Fihl, penduduk Nasrani menulis kepada orang-orang Arab mengatakan ; oh kaum Muslimin, kami memilih kalaian dari pada orang-orang Bizantium, walaupun mereka kawan seiman dar pada kami, karena kalian menimbulkan kepercayaan kepada kami dan perintah kalian lebih baik dari pada perintah mereka. Mereka telah merapas harta-harta kami drumah-rumah kami. Rakyat Amessa menutup gerbang kotanya terhadap tentara Heraklius dan bekata kepada kaum Muslim bahwa mereka lebih menyukai pemerintahannya, keadilannya lawan ketidakadilan dan penindasan orang-orang Yunani” (“The Preaching of Islam”, page 55, dari Khurshid Ahmad : “Islam lawan Fanatisme dan Intolernasi”, terjemah S Sjah SH, terbitan Tintamas, Djakarta, 1968:55-56).

Antara pengakuan dan identitas

Bila seseorang mengaku sebagai orang Indonesia, tetapi mengakui pula lagu Wihelmus atau Kimigayo atau Long Live The King atau Rayuan Kelapa ata lainnya sebagai lagu kebangsaan Indonesia, atau mengakui pula bendera tiga warna atau benderah putih merah, atau bendera lainnya sebagai bendera Indonesia, apakah pengakuannya tersebut bisa diterma ? Dan bagaimanakah seharus sikap orang Indonesia kepadanya. Apakah akan membiarkan pengakuannya itu ? Ataukah akan menyuruhnya untuk mencabut pengakuannya itu ? Ataukah akan menghadapinya dengan bentrokan fisik ?

Bila seseorang mengaku sebagai orang Islam, tetapi mengakui pula ada Nabi setelah Nabi Muhammad, atau mengakui pula ada Qur:an yang lain, apakah pengakuannya tersebut bisa diterima ? Dan bagamana seharusnya sikap orang Islam terhadapnya ? Apakah akan membiarkan pengakuannya itu ? Ataukah akan menyuruhnya untuk mencabut pengakuannya itu ? Ataukah akan menghadapnya dengan bentrokan fisik ?

Hanya satu jalan yang benar

Tajuk KORAN TEMPO, Minggu, 13 Februari 2011, hal A2, yang ditulis oleh Putu Setia dengan judul “Sesat” benar-benar sesat menyesatkan. Disebutkan bahwa “Ahmadiyah bukan sesat, mereka hanya memilih jalan yang berbeda”. “Memilih jalan yang berbeda itu tidak berarti sesat, karena tujuan yang hendak dicapai sama saja”. “Orang harus menghormati semua jalan, tak boleh ada celaan dan penistaan”.

Logkanya benar-benar “benar”, benar semu, benar palsu, benar manipulatif, benar sesat menyesatkan. Yang benar itu hanya satu. Yang lain dari itu adalah sesat. Untuk menjadi seorang Indonesia, anya ada satu jalan, satu cara yang benar, yaitu dengan memiliki kartu Tanda Penduduk (KTP) Indonesia. Tak ada jalan, cara lan yang benar. Jalan, cara lain adalah jalan, cara yang salah, yang sesat.

Berpikir ilmiah

Logika (Ilmu Berpikir, Ilmu Mantiq) warisan peninggalan Socrates, Plato, Aristoteles adalah cara, metoda berpikir benar, berpikir lurus. Hasil dari logika adalah kebenaran relative, kebenaran nisbi. Sedangkan Kebenaran absolute, kebenaran mutlak adalah dari Yang Mutlak, dari Tuhan, Penguasa alam semesta. Kebenaran nisbi disebut juga dengan kebenaran objektif. Yang menyimpang dari kebenaran nisbi disebut kebenaran subjektif.

Untuk dapat memperoleh kebenaran objektif disebutkan haruslah dengan menggunakan metoda ilmiah modern, yatu dengan terlebih dahulu membebaskan diri dari segala prasangka (zhanni, asumsi, presumption), pandangan hidup (way of life) dan kepercayaan (agama) yang ada pada diri (Simak antara lain Muhammad Husein Haekal : “Sejarah Hidup Muhammad”, Tintamas, Jakarta, 1984:114). Dengan demikian, maka untuk dpat memperoleh kebenaran objektif mengenai agama haruslah keluar dulu dari agama yang dianut (Simak juga Adian Husaini : “KEMI”, Gema Insani, Jakarta, 2010:162, tentang Metodologi Studi Agama-agama dari Kelompok Sekularisme-Pluralisme-Liberalisme). Yang memiliki pemahaaman seperti ini dise but dengan vriydenker, freethinker, liberalis, pemikir bebas (dari agama).

Prinsip berpikir ilmiah kontemporer adalah : empiris, rasional, objektif imparsial, relativisme moral, agnostic, aksoma spekulatif, pendekatan parsial. Sedagkan berpikir ilmiah agamawi/religi adalah : metaempiris, intuitif, objektif partisipatif, aabsolutisme moral, eleplisit, aksioma agama, pendekatan holistic.

Langkah metoda ilmiah. Pertama pengumpulan data atau informasi secara objektif (penelaahan sumber) melalaui penelitian. Keda perumusan hipotesa (kaidah/prinsip). Ketiga prediksi (penyusunan teori). Keempat pengujian hipotesa. Sedangkan cara yang ditempuh ulama fiqih menentukan kaidah-kaidah ushul adalah seperti berikut . Pertama menela’ah sumber syar’iat. Kedua merumuskan kaidah-kaidah ushul dari sumber syari’iat. Edua merumuskan ketentuan hukum dengan kaidah-kaidah ushul. Keempat memeriksa ketentuan hukum dengan sumber syar’iyah. Kelima merumuskan kembali kaidah-kaidah ushul.

Menyikapi Musuh Islam

Yang tak mengakui bahwa “Tak ada Tuhan selain Allah” dan tak mengakui bahwa “Muhammad adalah Rasul/Utusan Allah” di segi akidah (keimanan, kepercayaan, ideologis) selama ia tak menampakkan permusuhan secara nyata-konkrit (seperti tindakan caci maki, agitasi, provokasi, intimidasi). Terhadap mereka yang memusuhi Islam secara ideologis ini, Islam hanya bersikap “Maka barangsiapa yang ingin beriman, hendaklah ia beriman, dan barangsapa yang ngin kafir biarlah ia kafir” (QS 18:29), “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku” (QS 109:6), “Tak ada paksaan untuk memasuki agama Islam” (QS 2:256), “Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu” (QS 42:15).

Yang tak mengakui bahwa “Tak ada Tuhan selain Allah”, tetapi mengaku bahwa ada pula Nabi/Rasul setelah Nabi Muhamad, adalah juga musuh Islam di segi akidah (keimanan, kepercayaan, ideologis), selama a tak menampakkan permusuhan secara nyata-konkrit (seperti tindakan caci maki, agitas, provokasi, intimidasi). Terhadap mereka ini Islam membolehkan memperlakukan mereka sebagai objek dakwah dengan jalur mujadalah, adu hujjah/argmentasi).

Terhadap mereka yang terang-terangan menampakkan kebencian. Permusuhan terhadap Islam seperti tindakan caci maki, agitasi, provokasi, intimidasi, Islam membuka pintu balasan yang setimpal. Bahkan dalam perperangan sekali pun ada batas-batas yang sama sekali tak boleh dilewati (Simak antara lain QS 2:190).

Yang memusuhi Islam secara ideologis (akidah) biasanya disebut dengan kafir. Kekafiran tersebut menyebabkan terputusnya hubungan pertalian darah, seperti hubungan waris-mewarisi, hubungan nikah-menikahi, hubungan imam-mengimami, hubunan shalat-menshalati, dan lain-lain.

Umat Islam masa kini, khususnya para ulama haruslah mengkaji ulang, dan memahami secara mendalam latar belakang yang menyebabkan umat Islam masa lalu membakar Masjid Dhirar, memerangi Musailaamah alKadzab dan pengikutnya. Dengan demikian penerapannya dapat dilakukan secara tepat.

(Simak antara lain karya tulis Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz tentang “Yang Membatalkan Keislaman”, dalam “Petunjuk Jamaah Haji dan Umrah”, susunan Badab Penerangan Haji Saudi Arabia; Sayyid Quthub : “Petunjuk Jalan”, Bab IV, “Jihad fi Sabilillah”)

(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS1102080500)

Tidak ada komentar: