Qur:an tanpa Muhammad saw
Sayyid Quthub menyebutkan bahwa “ AlQur:an itu merupakan faaaaaaktor yang menentukan untuk menarik perhatian masyarakat pada masa permulaan dakwah Islam” (“Seni Penggambaran Dalam AlQur:an”, 1981:5). Contoh-contoh mengenai daya tarip/pesona Qur:an yang diceritakan Sayyid Quthub dalam bukunya, terjadi pada masa Muhammad saw masih hidup. Seandainya bukan Muhammad saw, tetapi Abubakar atau Ali misalnya yang menympaikan Qur:an, maka hasilnya tentu tak akan apat mencapai segemilang itu. Jai sosok pribadi Muhammad saw tetap merupakan factor yang ikut menentukan keberhasilan akwah. Barang bagus memrlukan penjual terampil. Sosok Muhammad saw jauh mengungguli setiap insane di setiap waktu (Simak antara lain Khalid Muhammad Khalid : “Memanusiaan Muhammad”, 1984:11).
Sepeninggal Muhammad saw mulailah bermunculan berbagai macam petaka. Meskipun masih mengacu pada Qur:an, namun petaka tersebut tak dapat dihindari, sehingga menodai citra Islam sepanjang masa. Di antaranya tragedy unjuk rasa yang berujung pada aterbunuhnya Khalaifah Utsman bin Affan, dan traedi perseteruan yang juga berujung pada gugurnya Khalifh Ali bin Abi Thalib. Seandainya Muhammad saw masih hidup pada waktu itu, mustahil akan terjadi petaka tersebut. Muhammad saw sendiri telah mengisyaratkan akan terjdinya petaka tersebut. Sabda Muhammad saw : “Demi Allah, bukan kemiskinan yang saya kuatirkan atas kamu, tetapi saya kuatirkan kalau terhampar luas bagimu dunia ini, kemudian kamu berlomba-lomba, sehingga membinasakan kamu” (HR Bukhari, Muslim dari Amru bin Auf alAnshary dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, Pasal “Keutamaan Zuhud”). “Janganlah kalian kembali kafir sepeninggalku, yang satu memenggal leher yang lain” (HR Bukhari, Muslim dari Jabir dan Ibnu Umar dalam “AlLukluk wal Marjan” Muhammad Fuad Abdul Baqi, Bab : “Janganlah Kalian Kafir sepeninggalku). Alasan (alih ?) untuk pembenaran petaka ini disebutkan bahwa “Menjadi keharusanlah bagi para sahabat itu untuk menentukan pendirian, dan memilih salah satu dari pendapat yang bermacam-macam itu,”, karena Rasulullah saw sudah tiada untuk menentukan kebenaran yang dipertikaikan manusia itu (Simak Khalid Muhammad Khalid : “Karakter 60 Sahabat Rasulullah”, 1983:700).
Sikon masa kini sangat jauh berbeda dengan sikon masa Muhammd saw masih hidup. Seorang orientalis anti Islam, Washington Irving melukiskan ajaran Qur:an “yang mendorong sekelompok tentara menyerbu ke medan perang untuk mendapat surga” (Muhammad Husein Haekal : “Sejarah Hidup Muhammad”, 1984:693, Orientalis dan Kebudayaan Islam”). Meskipun Qur:an masih tetap merupakan rujukan, namun tak mampu mendorong orang ke medan perang mendapatkan surga. Surga masa kini adalah kemewahan duniawi. Tak ada yang tertaring dengan surga seperti yang digambarkan dalam Qur:an. Qur:an tak mendapat respon seperti masa Muhammad saw hidup. Sesuai dengan sikonnya, kini dibutuhkan sosok Mujaddid yang serba tahu IPOLEKSOSBUDHANKAMTIB(Simak Abul A’la alMaududi : “Sejarah Pemberuan dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Agama”, 1984:50, “Mengenal Mujaddid”)
Qur:an butuh akan penafssir yang mumpuni. Butuh akan sosok Muhamma saw masa kini, yang memiliki ‘izzah, kepemimpinan, keibawaaan, keteladanan Muhammad saw masa lalu, yang disegani kawan dan lawan (Simak QS 48:29). Butuh akan sosok “ulama waritsatul anbiyaa”, ulama yang mewarisi kecerdasan, kejujuran, ketulusan Muhammad saw. George Bernard Shaw, filsuf Inggers, dalam bukunya “Getting married” mengatakan “ I believe that if a man like Muhammad were to accuse the dictatorship of the moern world he would succed in solving its problem in way that world bring in much needed peace and happiness” (Muhammad Amin : “Muhammad and Teaching of Qur:an”, page 135). “Seandainya ditakdirkan seorang seperti Muhammad saw menguasai dunia ini secara penuh pada masa sekarang, maka pasti ia akan berhasil memecahkan segala problem mutaakhir yang terjadi, dan akan menjadi kebahagiaan dan kesentoaan dunia” (Ali Ahmad alJarjawy : “Hikmat Syari’at Islam”, jilid I, hal 44,54; Prof KMR Muhammad Adnan : “Tuntunan Iman dan Islam”, 1970:49; O Hashem : “Menaklukan Dunia Islam”, 1965:45-46).
Sayyid Quthub menyebutkn bahwa “manhaj Ilahi (yang terkandung dalam alQur:an) akan terimplementasikan, bila diemban oleh sejumlah orang yang beriman kepadanya dengan iman yang sempurna, konsisten atasinya dan menjadikannya sebagai aktivitas kehidupannya dan puncak cita-citanya, serta berusaha keras untuk menanmkannya kea lam hati orang lain dan dalam kekhidupan praktis mereka” (“Tafsir Fi Zhilalil Qur:an”, jilid 4, Gema Insani Press, Jakarta, 2001:34-35, “Beberapa Pelajaran Penting” dari Perang Uhud).
(BKS0906290700)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar