Persamaan dan Perbedaan dalam Islam
Islam sangat adil. Keadilan Islam amat unik. Menempat sesuatu pada tempatnya. Bersikap ekslusif pada yang harus ekslusif, dan bersikap inklusif pad yang harus inklusif. Bersikap humanis pada yang harus humanis. Menyamakan yang harus disamakan, dan membedakan yang harus dibedakan. Islam menetapkan garis tegas pemisah yang jelas dalam hidup tentang pedoman/pandangan, tujuan, tugas, peran/fungsi, kawan, lawan, teladan, bekal, dan lain-lain. (Fiqih Waqi', Fiqih Realitas menuntun dari realitas, kenyataan, Das Sein menuju idealitas, dambaan, Das Sollen).
Keadilan islam itu mutlak, merata. Islam menyamakan seluruh manusia di depan hukum. Tanpa terpengaruh oleh hubungan darah, daerah, ikatan kelompok, rasa segolongan. tanpa membedakan asal-usul, bangsa, keturunan, kepercayaan, agama, status sosial-ekonomi. Tanpa dipengaruhi rasa benci dan simpati. Islam menuntun agar senantiasa berlaku adil terhadap siapa pun, bahkan terhadap yang dibenci sekalipun. Allah memperingatkan agar "Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil" (QS 5:8, simak juga QS 6:152, 16:90). Islam tidak membedakan seseorang karena agamanya, keyakinannya, bangsanya, sukunya, golongannya, alirannya. islam mengajak untuk li-ta'arafu, untuk saling mengarifi, memahami, memperhatikan, saling memudahkan, saling membantu, menolong, bekerjasama, bukan sebagai pemicu disintgrasi (li-tafarraqu) (simak juga QS 49:13, 43:23, 5:2). Di depan hukum, Islam sama sekali bebas, bersih dari apa yang dinamakan diskriminatif. Tidak membedakan antara kawan dan lawan. Sanksi hukum dalam Islam berlaku umum buat semua tanpa diskriminatif, tidak membedakan asal-usul, etnis, gender, bangsa, agama.
Dalam hal warisan, kesaksian, pertemanan (bithanah, walijah), kepemimpinan (walaa, imamah), Islam membedakan atas keturunan, gender, agama. Lembaga yudikatif, legislatif, eksekutif dalam Islam bersifat ekslusif, membedakan gender, agama. Itulah batasan, hudud Allah yang harus dipatuhi, ditha'ati. Fiqih mu'amalah vrsi Matan Taqrib Abi Syuja' menysratkan personil yudikatif, legislatif, eksekutif terbatas bagi lelaki dewasa Muslim yang waras cerdas bepengetahuan, cakap berkemampuan dan memahami serta mengamalkan Islam.
Islam membedakan satu kelompok manusia dari satu kelompok manusia lain di bidang politik, pemerintahan. Islam membedakan yang Islam dari yang kafir. Membedakan antara kawan dan lawan. Allah menyebutkan bahwa "Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu" (QS 4:101). "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka" (QS 2:120). Allah melarang mengambil pemimpin dari kalangan orang-orang kafir (QS 9:23-24, 4:144, 4:89, 3:28), orang-orang fasiq (QS 9:23-24), orang-orang Islamophobi (QS 60:1, 3:118-120), orang-orang yang mempermain-mainkan Islam (QS 5:57), orang-orang Yahudi dan Nasrani (QS 5:51) (simak antara lain H Mawardi Noor : "Memilih Pemimpin", Publicitia, Djakarta, 1971:15-16, Ifa : "Pemimpin Haram", Majalah DARUL ISLAM, No.2, Th.II, 12 Agustus 2001, hal 54-55).
Dalam politik, persetujuan antara sesama Islam diputuskan dalam musyawarah dengan suasana ruhamaa yang bersifat ekslusif (terbatas kalangan Islam). Sedangkan persetujuan antara Islam dengan yang bukan Islam ditetapkan dalam perjanjian dengan suasana asyiddaa yang bersifat inklusif (tak terbatas kalangan Islam saja). Organisasi, perkumpulan, himpunan yang berupaya membela 'izzul Islam dan umat Islam bersifat ekslusif, terbatas bagi yang Islam. Islam membedakan antaa persaudaraan se-iman yang terikat pada kasih sayang karena Allah semata, dan persaudaraan dengan yang bukan se-iman yang hanya berdasarkan kepentingan bersama. Islam tak membenarkan yang Islam bermesraan, berkoalisi, beraliansi, berelasi dengan yang bukan Islam.
Islam tak mengenal persamaan mutlak, tanpa membeda-bedakan budaya, etnis, agama, terlepas dari nash (teks) seperti yang marak ditiupkan kini. Tidak mempersamakan secara mutlak antara pria dan wanita, antara Islam dan non-Islam (Yahudi, Nasrani, Zionis, Komunis) dalam segala hal, termasuk dalam hal warisan, kesaksian, bithanah, walaa (kepemimpinan, imamah), dan lain-lain. Tak semua orang boleh dan berhak dipilih jadi pemimpin tanpa membeda-bedakan jenisnya dan agamanya, yang harus digunakan sebagai parameter, bukan hanyakemampuan, kapabilitas dan kredibilitas.
Dalam keluarga, Islam membedakan lelaki dari perempuan. allah menyebutkan bahwa "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi wanita" (QS 4:34). Perbedaan tersebut menurut Sayyid Quthub dapat dipahami, diresapi dengan memahami perbedaan karakter struktur laki-laki dan akrakter struktur wanita dalam hal yang bersifat fisik, pemikiran, akal dan kejiwaan (Dr Shalah Abdul fattah alKhalidi : "Pengantar memahami Tafsir Fi Zhilalil Qur:an Syyid Quthub", Era intermedia, Solo, 2001:249-250. Mengenai "Pandangan Islam Tentang Wanita" simak antara lain Muhammad Quthub : "Syubuhat Haul al-Islam" (Jawaban Terhadap Alam Fikiran Barat Yang Keliru Tentang Al-Islam). Diponegoro, bandung, 1981:125-176). Islam tak mengenal dengan apa yang disebut dengan emansipasi, baik emansipasi wanita, maupun emansipasi pria. Masing-masingnya, laki-laki dan wanita punya hak sesuai dengan posisi dan fungsinya yang sudah ditetapkan, ditentukan Allah (simak antara lain QS 4:32).
Kepemimpinan Lelaki
Kepemimpinan lelaki itu adalah atas ketetapan AlKhalik, Pencipta manusia itu, dan bukan karena tuntutan emansipasi pria. Allah menyebutkan bahwa " Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka" (QS 4:34).
Status kepemimpinan lelaki tidaklah tergantung dari tingkat atau status sosial ekonomi suami dibandingkan dengan tingkat atau status sosial ekonomi isteri. Seandainya tingkat sosial ekonomi isteri lebih tinggi dari tingkat sosial ekonomi suami, tetap saja kepemimpinan lelaki itu tidak berubah.
Diceritakan bahwa Zainab isteri Abdullah bin Mas'ud biasa membelanjai suaminya (Ibnu Mas'ud) dan anak-anak yatim yang ada dirumahnya. Namun Zainab tak pernah menuntut kepemimpinan bagi dirinya, dan Rasulullah pun tak pernah menggugurkan, membatalkan kepemimpinan Ibnu Mas'ud atas isterinya Zainab, karena tingkat sosial ekonomi isteri lebih tinggi dari tingkat sosial ekonomi suami. (Simak antara lain HR Bukhari, Muslim dari Zainab, dalam "Tarjamah Lukluk wal Marjan", jilid I, hlm 315, hadis no.584).
Pemelintiran (Tahrif Kalamallah)
Islam menempatkan sesuatu pada tempatnya yang pantas. Menyamakan sesuatu yang pantas disamakan. membedakan sesuatu pada yang pantas dibedakan. Dalam pahala ketaqwaan, Islam tak memperbedakan gender, etnis. Dalam warisan, kepemimpinan (walaa), pertemanan (bithanah, waliijah), Islam membedakan antara pria dan wanita, antara yang Islam dan yang bukan Islam (Yahudi, Nasrani, Zionis, Komunis, dll). Islam sangat tak suka memplintir yang sudah terang (muhkamat) menjadi yang kabur (mutasyabihat). membuat hal-hal yang sudah diyakini (qath'i), yang sudah disepakati (ijma') menjadi hal-hal yang diperdebatkan, yang diperselisihkan. Misalnya nash tentang kepemimpinan sudah sangat terang (muhkamat) menjelaskan bahwa yang pria, yang Islam itu lah yang menjadi pemimpin. Memplintir yang sudah terang ini menjadi yang kabur adalah merupakan fitnah (bahaya) terbesar yang dihadapi Islam. Deislamisasi, deformalisasi syari'at Islam bergandengan memplintir yang muhkamat, yang sudah jelas, yang sudah pasti menjadi yang mutasyabihat, yang diragukan. "Orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya" (QS Ali Imran 3:7).
Pertemanan
Islam mempersamakan yang pantas disamakan, dan memperbedakan yang pantas diperbedakan. Islam menetapkan garis tegas pemisah yang jelas dalam hidup tentang pedoman/pandangan, tujuan, tugas, peran/fungsi, kawan, lawan, teladan, bekal, dan lain-lain. Dalam pertemanan, Islam menetapkan bahwa "sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara" (QS 49:10). Orang mukmin adalah saudara bagi mukmin lainnya, yang mencukupi pekarangannya (memperhatikan penghidupannya senasib sepenanggungan) dan menjaganya dari belakang (menjaga serta menjaganya ketika sedang bepergian dan sebagainya) (HR Ahmad, Abi Daud dari Abi Hurairah). Jangan bersahabat -kata ööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööö 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar