1 Islam hanya sekedar nilai ?
Ada yang mengkotak-kotakkan Islam itu pada Syari’at, Hakikat, Tarikat, Ma’rifat. Dulu Islam itu dipahami secara utuh, tak terpisah-pisah antara Syari’at, Hakikat, Tarikat, Ma’rifat. Belakangan ada yang memahami Islam itu hanya sebatas hakikat, sebatas nilai, sebatas prinsip. Yang diperlukan hanyalah menggali nilai-nilai Islam itu. Menggali esensi, jiwa, semangat, nilai-nilai syahadat, shalat, shaum, zakat, haji, qurban, jihad, hudud, dan lain-lain. Sedangkan bentuk, wujud, format, kaifiat dari syahadat, shalat, shaum, zakat, haji, qurban, jihad, hudud, dan lain-lain itu terserah selera masing-masing kesepakatan ijmak sesuai dengan perkembangan zaman. Dan akhirnya Islam tinggal sekedar nama.
Bermacam-macam upaya dilakukan untuk menjegal tegaknya syari’at Islam. Dengan memisahkan antara syari’at dan hakikat dalam Islam. Dengan menyanjung-nyanjung dan memuji-muji nilai luhur Islam, prinsip umum Islam. Dengan mengesampingkan syari’at Islam. Dengan memanipulasi, mengebiri pengertian syari’at Islam. Dengan meyakinkan bahwa Islam hanya sekedar hakikat, sekedar nilai, sekedar prinsip. Yang sampai ke tingkat Hakikat ini adalah orang-orang Arifin. Bila telah sampai ke tingkat, ke derajat Arifin, ini, maka gugurlah segala kewajiban. Tak ada lagi beban taklif. Tak ada lagi yang wajib dan yang haram baginya. Inilah antara lain ajaran yang dinisbahkan, disandarkan kepada Ibnu ‘Arabi (HAS Alhamdani : "Sanggahan Terhadap Tasawuf Dan Ahli Sufi", 1982:125). (Bks 20-2-2000)
2 Islam hanya urusan ibadah ?
Semula sebatas, bahwa untuk masalah-masalah yang menyangkut hubungan-hubungan antara manusia dengan manusia, yang berhubungan dengan keperluan duniawi, adalah selalu diperkenankan (halal), tidak dilarang sampai ada aketentuan nash yang melarangkannya. Sedang untuk masalah-masalah yang berhubungan dengan Allah, dengan persoalan ukhrawi, maka senantiasa dilarang (haram) berbuat sesuatu, sampai ada ketentuan nash yang menyuruh berbuat. (Hukum asal dalam urusan muamalat adalah ibahah/boleh, sampai datang dalil/keterangan yang mengharamkannya)
Kemudian meningkat naik (meluncur turun ?), bahwa Islam tidaklah memiliki kaitan dengan dan dimasukkan pada masalah yang bersifat keduniawiaan sama sekali. Islam tidak pula memiliki syari’at yang berkenaan dengan persoalan serupa itu. Allah sama sekali tidak berkepentingan dengan persoalan duniawiah dan tidak pula memberi perhatian pada kepentingan hidup manusia di dunia ini. Dunia ini hina, dan terlalu hina bagi Allah untuk menurunkan agama atau mengutus para Rasul untuk mengurusnya. Dunia ini sepenuhnya diserahkan kepada akal dan kemauan manusia yang beraneka ragam dan selalu berubah-ubah. Islam tidak memiliki ysari’at yang mengatur masalah harta maupun masyarakat. Islam juga tidak memiliki ajaran tentang jihad. Semuanya itu adalah urusan duniawi, dan bukan urusan ibadah yang diatur oleh Islam. Demikian ditanamkan dari teori politik Ali Abdul Raziq (Dr Dyiya:ad-Din ar-Rais : "Islam Dan Khilafah", 1985:191). (Bks 20-2-2000)
3 Harakah dakwah tanpa harakah siyasah ?
Pergerakan Islam masa kini digolongkan orang dalam dua golongan besar. Pertama, pergerakan yang reformsi, yang ittiba’i, yang berorientasi hanya pada Qur;an dan Sunnah. Pergerakan reformis ini berupaya menjadikan Qur:an dan Sunnah sebagai sumber rujukan ibadah. Kedua, pergerakan yang modrnis, akomodatif, taqlidi, yang beroritentasi pada maslahah mursalah (kepentingan umum). Pergerakan modernis berupaya menyesuaikan kehidupan umat Islam dengan perubahan zaman (tasharuful imam ‘alar-ra’iyyah manuthun bil-mashlahat). Memisahkan Islam dari negara dalam suatu pemerintahan. Pergerakan modernis berupaya menjadikan ajaran madzhab dari Mujtahid mutlak juga sebagai sumber acuan dan rujukan.
Namun dalam praktek perjalanan sejarah, baik pergerakan reformis yang berorientasi pada Qur:an dan Sunnah, maupun pergerakan modernis yang mengacu pada madzhab, sama-sama memisahkan gerakkan dakwah dan aktivitas politik. "Qur:an tak pernah memerintahkan agar negeri diatur, ditata oleh Islam". "Islam hanyalah dakwah diniyah. Semata-mata mengatur hubungan manusia dengan masalah keduniaan, seperti urusan peperangan dan urusan politik". "Agama adalah satu hal, dan politik adalah suatu hal yang lain". Demikian, antara lain yang dimamah dari teori politik Ali Abdul Raziq (Dr Dhiya:ad-Din ar-Rais : "Islam Dan Khilafah", 1985:191). (Bks 20-2-2000)
4 Dibutuhkan Kode Etik Muamalah
Di sementara komunitas terdapat hal-hal yang berlaku, yang sudah baku. Namanya bisa adab, adat, tradisi, sopan santun, tata kerama, kode etik. "Siri" barangkali juga merupakan bagian dari hal ini. Ada yang tertulis, dan ada pula yang tak tertulis. Di kalangan wartawan terdapat kode etik jurnalistik. Di kalangan pengacara terdapat kode etik advokat. Di kalangan dokter terdapat kode etik kedokteran. Di kalangan pelaku tindak kemunkaran, misalnya adi kalangan pelaku judi terdapat aturan main yang harus dipatuhi oleh pemain judi.
Tapi di kalangan politisi (pelaku urusan kenegaraan, baik eksekutif, legislatif, yudikatif) barangkali rasa-rasanya tak terdapat kode etik (tata kerama) berpolitik cantik yang baku, yang standard. Kapan harus menghujat (mengkritik). Kapan harus diam. Kapan harus terbuka, dan kapan harus tertutup. Kapan harus secara langsung, dan kapan hartus secara tak langsung. Bagaimana mekanismenya. Semuanya rancu, tak ada aturan main (mekanisme) yang sama sama disepakati. Hak interpelasi, hak angket dipermasalahkan. Kapan harus menggunakannya dana bagaimana cara menggunakannya yang tepat menurut undang-undang.
Dalam hubungan ini di kalangan komunitasa Arab primitif (jahiliyah) ada hal yang mnenarik, yaitu adanya tata kerama (kode etik) berselisih, bertikai, bersengketa, berantam, berkelahi, berperang..
Di antara adat kebiasaan buruk dari komunitas Arab primitif (jahiliyah) adalah mengadakan tindakan balasan balik secara berlebih-lebihan, sehingga sampai mengorban jiwa raga, hanya lantara persoalan remeh saja. Namun demikian terdapat pula adat kebiasaan yang baik seperti keperwiraan, kesatriaan, memberi pertolongan, memelihara dan menunaikan janji, memelihara tetangga, menjamu tamu (Muhammad Husain Haekal : "Sejarah Hidup Muhammad, 1984:17, Amali : "Planning & Organisasi Dakwah Rasululullah", 1980:18).
Di samping itu juga sudah jadi adat turun temurun bahwqa segala peperangan harus berhenti pada bulan yang mereka muliakan, yaitu bulan Rajab, Zulkaidah, Zulhijjah dan Muharram (Prof Dr hamka : "Tafsir Al-Azhar", II:198). Dan ada lagi sistem jiwar (perlindungan pertetanggaan) yang biasa diminta oleh kalangan yang lemah kepada yang lebih kuat ("Sejarah Hidup Muhammad", 1984:10).
Kemudian islam menetapkan kode etik (ta kerama) berperang yang baku. Di antaranya ; larangan menyiksa, perlindungan bagi yang terluka, larangan membunuh tawanan, larangan menjarah dan merusak, menjaga kesucian hak milik dan kesucian janazah, larangan melanggar perjanjian, larangan membunuh yang bukan jadi pasukan musuh (seperti orangtua, anak-anak, wanita, pemimpin agama, ahli ibadat) (Abul A’la al-Maududi : "Hak Asasi manusia Dalam Islam", 1985:73-80).
Di jaman modern ini diciptakan kode etik (aturan main) bagi petinju berkelahi, berantam di atas ring tinju.
Kode etik semacam ini seharusnya diperluas. Dalam hidup berbangsa bernegara, maka untuk kalangan politisi (pengelola negara) harus ada suatu kode etik (tata kerama) berpolitik yang harus dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat. Semoga dengan adanya kode etik tersebut dan dengan adanya kemauan untuk mematuhinya, maka suasana kehidupan bangsa ini diharapkan akan bisa aman, tenteram. Semoga. (Bks 19-12-2000)
Asrir
1
Referensi solusi krisis serbaneka Sicunpas On_Line Koleksi informasi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, moral
Minggu, 19 Juli 2009
Persamaan dan Perbedaan dalam Islam
Persamaan dan Perbedaan dalam Islam
Islam sangat adil. Keadilan Islam amat unik. Menempat sesuatu pada tempatnya. Bersikap ekslusif pada yang harus ekslusif, dan bersikap inklusif pad yang harus inklusif. Bersikap humanis pada yang harus humanis. Menyamakan yang harus disamakan, dan membedakan yang harus dibedakan. Islam menetapkan garis tegas pemisah yang jelas dalam hidup tentang pedoman/pandangan, tujuan, tugas, peran/fungsi, kawan, lawan, teladan, bekal, dan lain-lain. (Fiqih Waqi', Fiqih Realitas menuntun dari realitas, kenyataan, Das Sein menuju idealitas, dambaan, Das Sollen).
Keadilan islam itu mutlak, merata. Islam menyamakan seluruh manusia di depan hukum. Tanpa terpengaruh oleh hubungan darah, daerah, ikatan kelompok, rasa segolongan. tanpa membedakan asal-usul, bangsa, keturunan, kepercayaan, agama, status sosial-ekonomi. Tanpa dipengaruhi rasa benci dan simpati. Islam menuntun agar senantiasa berlaku adil terhadap siapa pun, bahkan terhadap yang dibenci sekalipun. Allah memperingatkan agar "Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil" (QS 5:8, simak juga QS 6:152, 16:90). Islam tidak membedakan seseorang karena agamanya, keyakinannya, bangsanya, sukunya, golongannya, alirannya. islam mengajak untuk li-ta'arafu, untuk saling mengarifi, memahami, memperhatikan, saling memudahkan, saling membantu, menolong, bekerjasama, bukan sebagai pemicu disintgrasi (li-tafarraqu) (simak juga QS 49:13, 43:23, 5:2). Di depan hukum, Islam sama sekali bebas, bersih dari apa yang dinamakan diskriminatif. Tidak membedakan antara kawan dan lawan. Sanksi hukum dalam Islam berlaku umum buat semua tanpa diskriminatif, tidak membedakan asal-usul, etnis, gender, bangsa, agama.
Dalam hal warisan, kesaksian, pertemanan (bithanah, walijah), kepemimpinan (walaa, imamah), Islam membedakan atas keturunan, gender, agama. Lembaga yudikatif, legislatif, eksekutif dalam Islam bersifat ekslusif, membedakan gender, agama. Itulah batasan, hudud Allah yang harus dipatuhi, ditha'ati. Fiqih mu'amalah vrsi Matan Taqrib Abi Syuja' menysratkan personil yudikatif, legislatif, eksekutif terbatas bagi lelaki dewasa Muslim yang waras cerdas bepengetahuan, cakap berkemampuan dan memahami serta mengamalkan Islam.
Islam membedakan satu kelompok manusia dari satu kelompok manusia lain di bidang politik, pemerintahan. Islam membedakan yang Islam dari yang kafir. Membedakan antara kawan dan lawan. Allah menyebutkan bahwa "Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu" (QS 4:101). "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka" (QS 2:120). Allah melarang mengambil pemimpin dari kalangan orang-orang kafir (QS 9:23-24, 4:144, 4:89, 3:28), orang-orang fasiq (QS 9:23-24), orang-orang Islamophobi (QS 60:1, 3:118-120), orang-orang yang mempermain-mainkan Islam (QS 5:57), orang-orang Yahudi dan Nasrani (QS 5:51) (simak antara lain H Mawardi Noor : "Memilih Pemimpin", Publicitia, Djakarta, 1971:15-16, Ifa : "Pemimpin Haram", Majalah DARUL ISLAM, No.2, Th.II, 12 Agustus 2001, hal 54-55).
Dalam politik, persetujuan antara sesama Islam diputuskan dalam musyawarah dengan suasana ruhamaa yang bersifat ekslusif (terbatas kalangan Islam). Sedangkan persetujuan antara Islam dengan yang bukan Islam ditetapkan dalam perjanjian dengan suasana asyiddaa yang bersifat inklusif (tak terbatas kalangan Islam saja). Organisasi, perkumpulan, himpunan yang berupaya membela 'izzul Islam dan umat Islam bersifat ekslusif, terbatas bagi yang Islam. Islam membedakan antaa persaudaraan se-iman yang terikat pada kasih sayang karena Allah semata, dan persaudaraan dengan yang bukan se-iman yang hanya berdasarkan kepentingan bersama. Islam tak membenarkan yang Islam bermesraan, berkoalisi, beraliansi, berelasi dengan yang bukan Islam.
Islam tak mengenal persamaan mutlak, tanpa membeda-bedakan budaya, etnis, agama, terlepas dari nash (teks) seperti yang marak ditiupkan kini. Tidak mempersamakan secara mutlak antara pria dan wanita, antara Islam dan non-Islam (Yahudi, Nasrani, Zionis, Komunis) dalam segala hal, termasuk dalam hal warisan, kesaksian, bithanah, walaa (kepemimpinan, imamah), dan lain-lain. Tak semua orang boleh dan berhak dipilih jadi pemimpin tanpa membeda-bedakan jenisnya dan agamanya, yang harus digunakan sebagai parameter, bukan hanyakemampuan, kapabilitas dan kredibilitas.
Dalam keluarga, Islam membedakan lelaki dari perempuan. allah menyebutkan bahwa "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi wanita" (QS 4:34). Perbedaan tersebut menurut Sayyid Quthub dapat dipahami, diresapi dengan memahami perbedaan karakter struktur laki-laki dan akrakter struktur wanita dalam hal yang bersifat fisik, pemikiran, akal dan kejiwaan (Dr Shalah Abdul fattah alKhalidi : "Pengantar memahami Tafsir Fi Zhilalil Qur:an Syyid Quthub", Era intermedia, Solo, 2001:249-250. Mengenai "Pandangan Islam Tentang Wanita" simak antara lain Muhammad Quthub : "Syubuhat Haul al-Islam" (Jawaban Terhadap Alam Fikiran Barat Yang Keliru Tentang Al-Islam). Diponegoro, bandung, 1981:125-176). Islam tak mengenal dengan apa yang disebut dengan emansipasi, baik emansipasi wanita, maupun emansipasi pria. Masing-masingnya, laki-laki dan wanita punya hak sesuai dengan posisi dan fungsinya yang sudah ditetapkan, ditentukan Allah (simak antara lain QS 4:32).
Kepemimpinan Lelaki
Kepemimpinan lelaki itu adalah atas ketetapan AlKhalik, Pencipta manusia itu, dan bukan karena tuntutan emansipasi pria. Allah menyebutkan bahwa " Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka" (QS 4:34).
Status kepemimpinan lelaki tidaklah tergantung dari tingkat atau status sosial ekonomi suami dibandingkan dengan tingkat atau status sosial ekonomi isteri. Seandainya tingkat sosial ekonomi isteri lebih tinggi dari tingkat sosial ekonomi suami, tetap saja kepemimpinan lelaki itu tidak berubah.
Diceritakan bahwa Zainab isteri Abdullah bin Mas'ud biasa membelanjai suaminya (Ibnu Mas'ud) dan anak-anak yatim yang ada dirumahnya. Namun Zainab tak pernah menuntut kepemimpinan bagi dirinya, dan Rasulullah pun tak pernah menggugurkan, membatalkan kepemimpinan Ibnu Mas'ud atas isterinya Zainab, karena tingkat sosial ekonomi isteri lebih tinggi dari tingkat sosial ekonomi suami. (Simak antara lain HR Bukhari, Muslim dari Zainab, dalam "Tarjamah Lukluk wal Marjan", jilid I, hlm 315, hadis no.584).
Pemelintiran (Tahrif Kalamallah)
Islam menempatkan sesuatu pada tempatnya yang pantas. Menyamakan sesuatu yang pantas disamakan. membedakan sesuatu pada yang pantas dibedakan. Dalam pahala ketaqwaan, Islam tak memperbedakan gender, etnis. Dalam warisan, kepemimpinan (walaa), pertemanan (bithanah, waliijah), Islam membedakan antara pria dan wanita, antara yang Islam dan yang bukan Islam (Yahudi, Nasrani, Zionis, Komunis, dll). Islam sangat tak suka memplintir yang sudah terang (muhkamat) menjadi yang kabur (mutasyabihat). membuat hal-hal yang sudah diyakini (qath'i), yang sudah disepakati (ijma') menjadi hal-hal yang diperdebatkan, yang diperselisihkan. Misalnya nash tentang kepemimpinan sudah sangat terang (muhkamat) menjelaskan bahwa yang pria, yang Islam itu lah yang menjadi pemimpin. Memplintir yang sudah terang ini menjadi yang kabur adalah merupakan fitnah (bahaya) terbesar yang dihadapi Islam. Deislamisasi, deformalisasi syari'at Islam bergandengan memplintir yang muhkamat, yang sudah jelas, yang sudah pasti menjadi yang mutasyabihat, yang diragukan. "Orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya" (QS Ali Imran 3:7).
Pertemanan
Islam mempersamakan yang pantas disamakan, dan memperbedakan yang pantas diperbedakan. Islam menetapkan garis tegas pemisah yang jelas dalam hidup tentang pedoman/pandangan, tujuan, tugas, peran/fungsi, kawan, lawan, teladan, bekal, dan lain-lain. Dalam pertemanan, Islam menetapkan bahwa "sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara" (QS 49:10). Orang mukmin adalah saudara bagi mukmin lainnya, yang mencukupi pekarangannya (memperhatikan penghidupannya senasib sepenanggungan) dan menjaganya dari belakang (menjaga serta menjaganya ketika sedang bepergian dan sebagainya) (HR Ahmad, Abi Daud dari Abi Hurairah). Jangan bersahabat -kata ööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööö 1
Islam sangat adil. Keadilan Islam amat unik. Menempat sesuatu pada tempatnya. Bersikap ekslusif pada yang harus ekslusif, dan bersikap inklusif pad yang harus inklusif. Bersikap humanis pada yang harus humanis. Menyamakan yang harus disamakan, dan membedakan yang harus dibedakan. Islam menetapkan garis tegas pemisah yang jelas dalam hidup tentang pedoman/pandangan, tujuan, tugas, peran/fungsi, kawan, lawan, teladan, bekal, dan lain-lain. (Fiqih Waqi', Fiqih Realitas menuntun dari realitas, kenyataan, Das Sein menuju idealitas, dambaan, Das Sollen).
Keadilan islam itu mutlak, merata. Islam menyamakan seluruh manusia di depan hukum. Tanpa terpengaruh oleh hubungan darah, daerah, ikatan kelompok, rasa segolongan. tanpa membedakan asal-usul, bangsa, keturunan, kepercayaan, agama, status sosial-ekonomi. Tanpa dipengaruhi rasa benci dan simpati. Islam menuntun agar senantiasa berlaku adil terhadap siapa pun, bahkan terhadap yang dibenci sekalipun. Allah memperingatkan agar "Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil" (QS 5:8, simak juga QS 6:152, 16:90). Islam tidak membedakan seseorang karena agamanya, keyakinannya, bangsanya, sukunya, golongannya, alirannya. islam mengajak untuk li-ta'arafu, untuk saling mengarifi, memahami, memperhatikan, saling memudahkan, saling membantu, menolong, bekerjasama, bukan sebagai pemicu disintgrasi (li-tafarraqu) (simak juga QS 49:13, 43:23, 5:2). Di depan hukum, Islam sama sekali bebas, bersih dari apa yang dinamakan diskriminatif. Tidak membedakan antara kawan dan lawan. Sanksi hukum dalam Islam berlaku umum buat semua tanpa diskriminatif, tidak membedakan asal-usul, etnis, gender, bangsa, agama.
Dalam hal warisan, kesaksian, pertemanan (bithanah, walijah), kepemimpinan (walaa, imamah), Islam membedakan atas keturunan, gender, agama. Lembaga yudikatif, legislatif, eksekutif dalam Islam bersifat ekslusif, membedakan gender, agama. Itulah batasan, hudud Allah yang harus dipatuhi, ditha'ati. Fiqih mu'amalah vrsi Matan Taqrib Abi Syuja' menysratkan personil yudikatif, legislatif, eksekutif terbatas bagi lelaki dewasa Muslim yang waras cerdas bepengetahuan, cakap berkemampuan dan memahami serta mengamalkan Islam.
Islam membedakan satu kelompok manusia dari satu kelompok manusia lain di bidang politik, pemerintahan. Islam membedakan yang Islam dari yang kafir. Membedakan antara kawan dan lawan. Allah menyebutkan bahwa "Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu" (QS 4:101). "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka" (QS 2:120). Allah melarang mengambil pemimpin dari kalangan orang-orang kafir (QS 9:23-24, 4:144, 4:89, 3:28), orang-orang fasiq (QS 9:23-24), orang-orang Islamophobi (QS 60:1, 3:118-120), orang-orang yang mempermain-mainkan Islam (QS 5:57), orang-orang Yahudi dan Nasrani (QS 5:51) (simak antara lain H Mawardi Noor : "Memilih Pemimpin", Publicitia, Djakarta, 1971:15-16, Ifa : "Pemimpin Haram", Majalah DARUL ISLAM, No.2, Th.II, 12 Agustus 2001, hal 54-55).
Dalam politik, persetujuan antara sesama Islam diputuskan dalam musyawarah dengan suasana ruhamaa yang bersifat ekslusif (terbatas kalangan Islam). Sedangkan persetujuan antara Islam dengan yang bukan Islam ditetapkan dalam perjanjian dengan suasana asyiddaa yang bersifat inklusif (tak terbatas kalangan Islam saja). Organisasi, perkumpulan, himpunan yang berupaya membela 'izzul Islam dan umat Islam bersifat ekslusif, terbatas bagi yang Islam. Islam membedakan antaa persaudaraan se-iman yang terikat pada kasih sayang karena Allah semata, dan persaudaraan dengan yang bukan se-iman yang hanya berdasarkan kepentingan bersama. Islam tak membenarkan yang Islam bermesraan, berkoalisi, beraliansi, berelasi dengan yang bukan Islam.
Islam tak mengenal persamaan mutlak, tanpa membeda-bedakan budaya, etnis, agama, terlepas dari nash (teks) seperti yang marak ditiupkan kini. Tidak mempersamakan secara mutlak antara pria dan wanita, antara Islam dan non-Islam (Yahudi, Nasrani, Zionis, Komunis) dalam segala hal, termasuk dalam hal warisan, kesaksian, bithanah, walaa (kepemimpinan, imamah), dan lain-lain. Tak semua orang boleh dan berhak dipilih jadi pemimpin tanpa membeda-bedakan jenisnya dan agamanya, yang harus digunakan sebagai parameter, bukan hanyakemampuan, kapabilitas dan kredibilitas.
Dalam keluarga, Islam membedakan lelaki dari perempuan. allah menyebutkan bahwa "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi wanita" (QS 4:34). Perbedaan tersebut menurut Sayyid Quthub dapat dipahami, diresapi dengan memahami perbedaan karakter struktur laki-laki dan akrakter struktur wanita dalam hal yang bersifat fisik, pemikiran, akal dan kejiwaan (Dr Shalah Abdul fattah alKhalidi : "Pengantar memahami Tafsir Fi Zhilalil Qur:an Syyid Quthub", Era intermedia, Solo, 2001:249-250. Mengenai "Pandangan Islam Tentang Wanita" simak antara lain Muhammad Quthub : "Syubuhat Haul al-Islam" (Jawaban Terhadap Alam Fikiran Barat Yang Keliru Tentang Al-Islam). Diponegoro, bandung, 1981:125-176). Islam tak mengenal dengan apa yang disebut dengan emansipasi, baik emansipasi wanita, maupun emansipasi pria. Masing-masingnya, laki-laki dan wanita punya hak sesuai dengan posisi dan fungsinya yang sudah ditetapkan, ditentukan Allah (simak antara lain QS 4:32).
Kepemimpinan Lelaki
Kepemimpinan lelaki itu adalah atas ketetapan AlKhalik, Pencipta manusia itu, dan bukan karena tuntutan emansipasi pria. Allah menyebutkan bahwa " Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka" (QS 4:34).
Status kepemimpinan lelaki tidaklah tergantung dari tingkat atau status sosial ekonomi suami dibandingkan dengan tingkat atau status sosial ekonomi isteri. Seandainya tingkat sosial ekonomi isteri lebih tinggi dari tingkat sosial ekonomi suami, tetap saja kepemimpinan lelaki itu tidak berubah.
Diceritakan bahwa Zainab isteri Abdullah bin Mas'ud biasa membelanjai suaminya (Ibnu Mas'ud) dan anak-anak yatim yang ada dirumahnya. Namun Zainab tak pernah menuntut kepemimpinan bagi dirinya, dan Rasulullah pun tak pernah menggugurkan, membatalkan kepemimpinan Ibnu Mas'ud atas isterinya Zainab, karena tingkat sosial ekonomi isteri lebih tinggi dari tingkat sosial ekonomi suami. (Simak antara lain HR Bukhari, Muslim dari Zainab, dalam "Tarjamah Lukluk wal Marjan", jilid I, hlm 315, hadis no.584).
Pemelintiran (Tahrif Kalamallah)
Islam menempatkan sesuatu pada tempatnya yang pantas. Menyamakan sesuatu yang pantas disamakan. membedakan sesuatu pada yang pantas dibedakan. Dalam pahala ketaqwaan, Islam tak memperbedakan gender, etnis. Dalam warisan, kepemimpinan (walaa), pertemanan (bithanah, waliijah), Islam membedakan antara pria dan wanita, antara yang Islam dan yang bukan Islam (Yahudi, Nasrani, Zionis, Komunis, dll). Islam sangat tak suka memplintir yang sudah terang (muhkamat) menjadi yang kabur (mutasyabihat). membuat hal-hal yang sudah diyakini (qath'i), yang sudah disepakati (ijma') menjadi hal-hal yang diperdebatkan, yang diperselisihkan. Misalnya nash tentang kepemimpinan sudah sangat terang (muhkamat) menjelaskan bahwa yang pria, yang Islam itu lah yang menjadi pemimpin. Memplintir yang sudah terang ini menjadi yang kabur adalah merupakan fitnah (bahaya) terbesar yang dihadapi Islam. Deislamisasi, deformalisasi syari'at Islam bergandengan memplintir yang muhkamat, yang sudah jelas, yang sudah pasti menjadi yang mutasyabihat, yang diragukan. "Orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya" (QS Ali Imran 3:7).
Pertemanan
Islam mempersamakan yang pantas disamakan, dan memperbedakan yang pantas diperbedakan. Islam menetapkan garis tegas pemisah yang jelas dalam hidup tentang pedoman/pandangan, tujuan, tugas, peran/fungsi, kawan, lawan, teladan, bekal, dan lain-lain. Dalam pertemanan, Islam menetapkan bahwa "sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara" (QS 49:10). Orang mukmin adalah saudara bagi mukmin lainnya, yang mencukupi pekarangannya (memperhatikan penghidupannya senasib sepenanggungan) dan menjaganya dari belakang (menjaga serta menjaganya ketika sedang bepergian dan sebagainya) (HR Ahmad, Abi Daud dari Abi Hurairah). Jangan bersahabat -kata ööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööööö 1
Sabtu, 18 Juli 2009
Demokrasi antara teori dan praktek
Demokrasi antara teori dan praktek.
Dalam "Zarb-i-Kalim dengan judul 'Pemerintahan dari Rakyat" Muhammad Iqbal dengan kata-kata pahit mengecam demokrasi demikian : "A man from Europe has at last disclosed this secret, Though the wise prefer not ti give it out; Democracy is a form of government in which Men are counted, not weighed".
Dalam kesempatan lain Iqbal mempermain-mainkan demokrasi ala Barat dengan kata-kata sebagai berikut : "The democracy of the West is the same old organs, Which strikes the self-same note of Imperialisme; That which thou regard'st as the fairy Queen of Freedom, In reality is the demon of autocracy clothed in the garb of democracy, Legislation, reforms, concessions, rights and privileges, In the materia medica of the West are but sweet narcotics, The heated discussions of assemblies and conferences, Are the camouflage of capitalists. Thou takest mere illusion for a garden, O thou fool! a cage for the next".
Dan pada kesempatan lain lagi ia dengan tegas menyerukan pembacaannya : "Run away from democracy and be the slave of the Perfect Man, For out of two hundred asses human wisdom cannot be derived".(Osman Raliby : "Sedikit Tentang Iqbal", dalam "Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam", 1983:23).
SABILI No.12/Th.IV Rajab 1412H/1991M mengulas lenyapnya kemenangan FIS secara demokratis dengan judul "Aljazair Antara Jihad dan Demokrasi" (hal 52-54). Antaraa lain dikemukakan bahwa : Demokrasi ternyata sesuatu yang mahal di negara-negara dunia ketiga. Demokrasi itu sendiri seringkali bersifat nisbi dan tidak jelas batasannya.
Demokrasi dalam prakteknya ternyata kerap kali menyimpang jauh. Di negara yang menyatakan diri menganut faham demokrasi, kenyataan politik yang berjalan sering menyimpang dari yang dicita-citakan.
Pada prakteknya demokrasi itu tak lebih dari suatu doktrin yang dipakai untuk memelihara kepentingan Barat. Fakta menunjukkan, ukuran demokrasi adalah sejauh mana kepentingan negara-negara Barat dengan biangnya Amerika Serikat terlindung. Negara Barat tak segan-segan mendukung rejim represif dan otoriter yang dianggap bisa memelihara dan menjaga kepentingan Barat.
Tuduhan anti demokrasi dengan lugas dialamatkan kepada gerakan Islam, betapapun didukung oleh mayoritas rakyat. Demokrasi hanya dikenakan Barat (Yahudi dan Kristen) dan pendukungnya kepada gerakan-gerakan di luar Islam, yang akan membantu terpeliharanya stabilitas dominasi Barat dengan Amerika serikat sebagai biangnya.
Teriakan-teriakan lantang tentang demokrasi yang digaungkan oleh Barat (Yahudi dan Kristen) dan pendukungnya, tidak lebih dari demokrasi semu. Memobilisasi massa melakukan pergolakan secara luas, terbukti cukup effektif dalam menghadapi pemerntahan yang represif dan otoriter.
Di hampir semua negara ketiga, militer merupakan kekuatan sangat dominan di panggung politik dan kekuasaan. Hampir tidak ada negara-negara dunia ketiga yang pemerintahannya lepas dari kendali militer. Rejim militer di negara-negara dunia ketiga, rata-rata memendam kebencian yang dalam terrhadap aspirasi Islam dan gerakan Islam.
Betapapun besarnya dukungan rakyat kepada gerakan Islam menurut cara demokratis, tidak berarti aspirasi Islam bisa ditegakkan dengan leluasa. Memperjuangkan Islam ternyata tak cukup hanya dengan satu sektor kekuatan. Diperlkan penguasaan dan penghimpunan potensi secara integral dan terpadu dari berbagai bidang.
Diperlukan organisasi yang memiliki kekuatan bersenjata melawan junta militer. Diperlukan militer yang berpegang pada rasa kemanusiaan dan berpihak pada penguasa lalim, meskipun dari kelompok sendiri (penyalin : militer santri, bahkan militer da'i). Diperlukan militer yang berdiri secara netral dan hanya mendukung yang mendapat kepercayaan rakyat, tanpa turut campur tangan dalam urusan-urusan politik.
Kondisi di mana relatif rakyat hidup miskin daan bodoh, tidak memungkinkan demokrasi dilaksanakan secara jujur dan baik. agar supaya demokrasi dapat dilaksanakan secara baik diperlukan pendidikan rakyat yang relatif memadai dan tingkat kehidupan ekonomi yang cukup.
SABILI, No.88, Th.VIII, 6 Rajab 1421H (dalam Telaah Utama membawakan "Pelajaran dari Negara-Negara Islam dan gerakan-gerakan Islam yang diobok-obok oleh musuh-musuh Islam" menganalisa (menela'ah) kekacuan yang dilakukan Amerika Serikat terhadap negara-negara di dunia seperti Sudan, Somalia, Iran, Irak, Turki, Pakistan, Libiya.
(BKS960901)
Dalam "Zarb-i-Kalim dengan judul 'Pemerintahan dari Rakyat" Muhammad Iqbal dengan kata-kata pahit mengecam demokrasi demikian : "A man from Europe has at last disclosed this secret, Though the wise prefer not ti give it out; Democracy is a form of government in which Men are counted, not weighed".
Dalam kesempatan lain Iqbal mempermain-mainkan demokrasi ala Barat dengan kata-kata sebagai berikut : "The democracy of the West is the same old organs, Which strikes the self-same note of Imperialisme; That which thou regard'st as the fairy Queen of Freedom, In reality is the demon of autocracy clothed in the garb of democracy, Legislation, reforms, concessions, rights and privileges, In the materia medica of the West are but sweet narcotics, The heated discussions of assemblies and conferences, Are the camouflage of capitalists. Thou takest mere illusion for a garden, O thou fool! a cage for the next".
Dan pada kesempatan lain lagi ia dengan tegas menyerukan pembacaannya : "Run away from democracy and be the slave of the Perfect Man, For out of two hundred asses human wisdom cannot be derived".(Osman Raliby : "Sedikit Tentang Iqbal", dalam "Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam", 1983:23).
SABILI No.12/Th.IV Rajab 1412H/1991M mengulas lenyapnya kemenangan FIS secara demokratis dengan judul "Aljazair Antara Jihad dan Demokrasi" (hal 52-54). Antaraa lain dikemukakan bahwa : Demokrasi ternyata sesuatu yang mahal di negara-negara dunia ketiga. Demokrasi itu sendiri seringkali bersifat nisbi dan tidak jelas batasannya.
Demokrasi dalam prakteknya ternyata kerap kali menyimpang jauh. Di negara yang menyatakan diri menganut faham demokrasi, kenyataan politik yang berjalan sering menyimpang dari yang dicita-citakan.
Pada prakteknya demokrasi itu tak lebih dari suatu doktrin yang dipakai untuk memelihara kepentingan Barat. Fakta menunjukkan, ukuran demokrasi adalah sejauh mana kepentingan negara-negara Barat dengan biangnya Amerika Serikat terlindung. Negara Barat tak segan-segan mendukung rejim represif dan otoriter yang dianggap bisa memelihara dan menjaga kepentingan Barat.
Tuduhan anti demokrasi dengan lugas dialamatkan kepada gerakan Islam, betapapun didukung oleh mayoritas rakyat. Demokrasi hanya dikenakan Barat (Yahudi dan Kristen) dan pendukungnya kepada gerakan-gerakan di luar Islam, yang akan membantu terpeliharanya stabilitas dominasi Barat dengan Amerika serikat sebagai biangnya.
Teriakan-teriakan lantang tentang demokrasi yang digaungkan oleh Barat (Yahudi dan Kristen) dan pendukungnya, tidak lebih dari demokrasi semu. Memobilisasi massa melakukan pergolakan secara luas, terbukti cukup effektif dalam menghadapi pemerntahan yang represif dan otoriter.
Di hampir semua negara ketiga, militer merupakan kekuatan sangat dominan di panggung politik dan kekuasaan. Hampir tidak ada negara-negara dunia ketiga yang pemerintahannya lepas dari kendali militer. Rejim militer di negara-negara dunia ketiga, rata-rata memendam kebencian yang dalam terrhadap aspirasi Islam dan gerakan Islam.
Betapapun besarnya dukungan rakyat kepada gerakan Islam menurut cara demokratis, tidak berarti aspirasi Islam bisa ditegakkan dengan leluasa. Memperjuangkan Islam ternyata tak cukup hanya dengan satu sektor kekuatan. Diperlkan penguasaan dan penghimpunan potensi secara integral dan terpadu dari berbagai bidang.
Diperlukan organisasi yang memiliki kekuatan bersenjata melawan junta militer. Diperlukan militer yang berpegang pada rasa kemanusiaan dan berpihak pada penguasa lalim, meskipun dari kelompok sendiri (penyalin : militer santri, bahkan militer da'i). Diperlukan militer yang berdiri secara netral dan hanya mendukung yang mendapat kepercayaan rakyat, tanpa turut campur tangan dalam urusan-urusan politik.
Kondisi di mana relatif rakyat hidup miskin daan bodoh, tidak memungkinkan demokrasi dilaksanakan secara jujur dan baik. agar supaya demokrasi dapat dilaksanakan secara baik diperlukan pendidikan rakyat yang relatif memadai dan tingkat kehidupan ekonomi yang cukup.
SABILI, No.88, Th.VIII, 6 Rajab 1421H (dalam Telaah Utama membawakan "Pelajaran dari Negara-Negara Islam dan gerakan-gerakan Islam yang diobok-obok oleh musuh-musuh Islam" menganalisa (menela'ah) kekacuan yang dilakukan Amerika Serikat terhadap negara-negara di dunia seperti Sudan, Somalia, Iran, Irak, Turki, Pakistan, Libiya.
(BKS960901)
Politik di mata politisi sekuler
Politik di mata politisi sekuler
Menurut fungsionaris DPP Partai Golkar, Zaenal Bintang, dalam kehidupan politik tak ada kawan ataupun lawan ang abadi, melainkan kepentingan yang sejati. Politik itu pragmatis, bukan ideologis.
Bagi politsi sekuler,harga diri tidak ada. Kalau mau survive, harus punya muka berkulit badak ( muka munafiq, hipokrit, tana malu). Dua ribu tahun yang lalu Marcus Tullius Cicero, negarawan kondang dari kerajaan Romawi, berkata bahwa seseorang pemimpin politik tidak boleh memegang teguh sebuah pendirian. Seperti pemain sirkus, kadang loncat ke sini, kadang ke sana (August Maurice Bernes). Jimmy Carter, Presiden Amerika ke-39 berkata “Politicians are half ego and half humility”. Politisi sesungguhnya manusia yang terdiri atas separoh ego dan separoh lagi tuna harga diri (Prof Dr TJIPTA Lesmana MA, RAKYAT MERDEKA, Kamis, 16 Juli 2009, hal 9)
Politisi Sekuler dan Politis Muslim
Bagi Politisi Sekuler, di dalam politik tak ada kawan ata lawan abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi. Di dalam politik tak hanya hitam putih, tapi juga ada daerah abu-abu, daerah samarsamar. Politik itu seni mengibuli, mengakali, mengaburkan, menyamarkan. Mengelola, memanipulasi yang tak mungkin menjadi mungkin. Politics is art of possibility. Politik itu peluang berbuat curang. Power tends to corrupts and absolute power corrupts absolutely. Tujuan menghalalkan segala cara. “The ends justifies the means”.Politisi Sekuler membenci hukum-hukum Allah, menolak tegaknya hukum-hukum Islam di muka bumi.
Bagi Politisi Muslim, selalu ada kawan abadi dan lawan abadi. Kawan abadi adalah yang sama-sama berTuhankan Allah dan berNabikan Muhammad Rasulullah saw. “Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara” (QS 49:10). Lawan abadi adalah setan dan pendukungnya. “Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah musuh” (QS 35:6). Bagi Politisi Muslim, yang ada adalah tujuan abadi, yaitu berjuang menegakkan Kalimatullah. “Wa jahidu fi sabilillah”. Politisi Muslim membedakan antara yang hak (kebenaran) dengan yang batil (kepalsuan). Yang hak itu adalah benar selamanya, dan yang bathil itu adalah palsu selamanya. Islam mengajarkan agar jangan sekali-kali mencampuradukkan yang hak dengan yang bathal dan janganlah kamu menyembunikan yang hak itu sedang kamu mengetahui” (QS 2:42). Politisi Muslim senantiasa berupaya mencegah, menangkal, memberantas semua kecurangan. “Dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan” (QS 11:85, 26:183). Islam membedakan antara yang halal dan yang haram. Islam tak membenarkan yang haram. Selamanya yang haram itu tetap haram, tak pernah menjadi halal sesuai dengan selera manusia. Politisi Muslim mencintai hukum-hukum Allah, berjuang, berupaya menegakkan hukum-hukum Islam di muka bumi sebagai hukum positif.
(BKS0904160500)
Ajaran Jahili Sekuler
Jahili Sekuler mengajari agar bersikap, berfikir objektif-realistis. Nasehat ini sangat layak bagi yang berhubungan dengan masalah mikro. Namun terhadap masalah makro, barangkali perlu dicermati kembali. Apalagi terhadap yang berhubungan dengan gagasan. Yang berhubungan dengan gagasan biasanya bersifat subjektif-idealis. Karenanya tak peduli dengan sikon apakah objektif-realistis. Tak peduli apakah sesuai ataukah melawan arus.
“Dan mereka (yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya) berkata : Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia aja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa …”. (QS 45:24, simak juga “Karakteristik Perihidup Jahiliyah”, 1985:117-121).
Jahili Sekuler juga mengajari bahwa tolok ukur kebenaran itu adalah penilaian publik, pendapat umum, tradisi, adat kebiasaan turun temurun, sesuai arus. Tetapi Islam mengajarkan bahwa acuan tolok ukur kebenaran itu adalah ajaran Qur:an dan penjelasannya dalam Hadits yang diterangkan, ditafsirkan oleh ulama yang saleh, yang tawaduk.
“Apabila dikatakan kepada mereka : Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah den mengikuti Rasul. Mereka menjawab : Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannny”. (QS 5:104), simak juga QS 2:170, 31:21, simak pula Muhmmad bin Abdul Wahhab : “Karakteristik Perihidup Jahiliyah”, 1985:33-36)
Jahili sekuler juga mengajari bahwa professionalisme itu tak terkait dengan moralitas. Begitu pula kebebasan itu tak terkait dengan moralitas, norma-norma moral, etika. Sebaliknya Islam mengajarkan bahwa professionalisme, kebebasan itu terkaaait dengan moralitas, norma-norma moral, etika, hanya dalam dalam hal-hal yang makruf, yang sopan, yang beradab, yang bermoral, yang beretika.
Untuk menghadapi sikon seperti itu, Abubakar Siddiq ra memberikan petunjuk agar : Menjadikan masjid sebagai pusat kehidupan jama’ah. Banyak-banyak menemukan petunjuk dari Qur:an. Memelihara persatuan umat. (“Lukluk wal Marjan” Muhammad Fuad Abdul Baqi, hdits no.1211, “Fiqhud Da’wah” M Natsir, 1981:88).
(BKS0805130620)
Menurut fungsionaris DPP Partai Golkar, Zaenal Bintang, dalam kehidupan politik tak ada kawan ataupun lawan ang abadi, melainkan kepentingan yang sejati. Politik itu pragmatis, bukan ideologis.
Bagi politsi sekuler,harga diri tidak ada. Kalau mau survive, harus punya muka berkulit badak ( muka munafiq, hipokrit, tana malu). Dua ribu tahun yang lalu Marcus Tullius Cicero, negarawan kondang dari kerajaan Romawi, berkata bahwa seseorang pemimpin politik tidak boleh memegang teguh sebuah pendirian. Seperti pemain sirkus, kadang loncat ke sini, kadang ke sana (August Maurice Bernes). Jimmy Carter, Presiden Amerika ke-39 berkata “Politicians are half ego and half humility”. Politisi sesungguhnya manusia yang terdiri atas separoh ego dan separoh lagi tuna harga diri (Prof Dr TJIPTA Lesmana MA, RAKYAT MERDEKA, Kamis, 16 Juli 2009, hal 9)
Politisi Sekuler dan Politis Muslim
Bagi Politisi Sekuler, di dalam politik tak ada kawan ata lawan abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi. Di dalam politik tak hanya hitam putih, tapi juga ada daerah abu-abu, daerah samarsamar. Politik itu seni mengibuli, mengakali, mengaburkan, menyamarkan. Mengelola, memanipulasi yang tak mungkin menjadi mungkin. Politics is art of possibility. Politik itu peluang berbuat curang. Power tends to corrupts and absolute power corrupts absolutely. Tujuan menghalalkan segala cara. “The ends justifies the means”.Politisi Sekuler membenci hukum-hukum Allah, menolak tegaknya hukum-hukum Islam di muka bumi.
Bagi Politisi Muslim, selalu ada kawan abadi dan lawan abadi. Kawan abadi adalah yang sama-sama berTuhankan Allah dan berNabikan Muhammad Rasulullah saw. “Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara” (QS 49:10). Lawan abadi adalah setan dan pendukungnya. “Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah musuh” (QS 35:6). Bagi Politisi Muslim, yang ada adalah tujuan abadi, yaitu berjuang menegakkan Kalimatullah. “Wa jahidu fi sabilillah”. Politisi Muslim membedakan antara yang hak (kebenaran) dengan yang batil (kepalsuan). Yang hak itu adalah benar selamanya, dan yang bathil itu adalah palsu selamanya. Islam mengajarkan agar jangan sekali-kali mencampuradukkan yang hak dengan yang bathal dan janganlah kamu menyembunikan yang hak itu sedang kamu mengetahui” (QS 2:42). Politisi Muslim senantiasa berupaya mencegah, menangkal, memberantas semua kecurangan. “Dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan” (QS 11:85, 26:183). Islam membedakan antara yang halal dan yang haram. Islam tak membenarkan yang haram. Selamanya yang haram itu tetap haram, tak pernah menjadi halal sesuai dengan selera manusia. Politisi Muslim mencintai hukum-hukum Allah, berjuang, berupaya menegakkan hukum-hukum Islam di muka bumi sebagai hukum positif.
(BKS0904160500)
Ajaran Jahili Sekuler
Jahili Sekuler mengajari agar bersikap, berfikir objektif-realistis. Nasehat ini sangat layak bagi yang berhubungan dengan masalah mikro. Namun terhadap masalah makro, barangkali perlu dicermati kembali. Apalagi terhadap yang berhubungan dengan gagasan. Yang berhubungan dengan gagasan biasanya bersifat subjektif-idealis. Karenanya tak peduli dengan sikon apakah objektif-realistis. Tak peduli apakah sesuai ataukah melawan arus.
“Dan mereka (yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya) berkata : Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia aja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa …”. (QS 45:24, simak juga “Karakteristik Perihidup Jahiliyah”, 1985:117-121).
Jahili Sekuler juga mengajari bahwa tolok ukur kebenaran itu adalah penilaian publik, pendapat umum, tradisi, adat kebiasaan turun temurun, sesuai arus. Tetapi Islam mengajarkan bahwa acuan tolok ukur kebenaran itu adalah ajaran Qur:an dan penjelasannya dalam Hadits yang diterangkan, ditafsirkan oleh ulama yang saleh, yang tawaduk.
“Apabila dikatakan kepada mereka : Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah den mengikuti Rasul. Mereka menjawab : Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannny”. (QS 5:104), simak juga QS 2:170, 31:21, simak pula Muhmmad bin Abdul Wahhab : “Karakteristik Perihidup Jahiliyah”, 1985:33-36)
Jahili sekuler juga mengajari bahwa professionalisme itu tak terkait dengan moralitas. Begitu pula kebebasan itu tak terkait dengan moralitas, norma-norma moral, etika. Sebaliknya Islam mengajarkan bahwa professionalisme, kebebasan itu terkaaait dengan moralitas, norma-norma moral, etika, hanya dalam dalam hal-hal yang makruf, yang sopan, yang beradab, yang bermoral, yang beretika.
Untuk menghadapi sikon seperti itu, Abubakar Siddiq ra memberikan petunjuk agar : Menjadikan masjid sebagai pusat kehidupan jama’ah. Banyak-banyak menemukan petunjuk dari Qur:an. Memelihara persatuan umat. (“Lukluk wal Marjan” Muhammad Fuad Abdul Baqi, hdits no.1211, “Fiqhud Da’wah” M Natsir, 1981:88).
(BKS0805130620)
Menghadapi musibah
Menghadapi musibah
Rasulullah saw menyampaikan “Peliharalah perintah Allah, engkau dapatkan Alla didepanmu. Kenalkan dirimu kepada Allah pada wakt senang, niscaya Allah mengingati pada waktu kamu dalam kesukaran. Ketahuilah bahwa sesuatu yang terlepas darpadamu tidak akan mengenai kamu, dan yang menjadi baganmu tidak akan epas daripadamu. Ketahuilah bawa kemenangan itu beserta kesabaran, dan kegembiraan itu sesudah kesusahan, dan tiap ada keskaran akan ada kelapangan (HR Tirmidzi ddari Abdulla bin ‘Abbas, dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, Pasal Muraqabah).
Rajin-rajinlah mengerjakan apa-apa yang berguna dunia akhirat, dan selalu minta bantuan kepada Allah, dan jangan lemah. Jika kau terkena sesuatu, jangan seali-kali mengatakan “andaikan saya berbuat begini niscaya terjadi begini”. Seharusna kau berkata “Telah ditakdirkan Allah, dan Allah berbuat sekehendakNya” (HR Muslim dari Abi Hurairah, dalam “Riadhus Salhin”, Imam Nawawi, Pasal Mujahadah).
Dalam menghadapi apa yang disebt dengan terror bom, seharsnsya mengucaakan “Telah ditakdirkan Allah, dan Allah berbuat sekehendakNya”.
Penguasa searusnya menenangkan rakatnya agar tak resah, gelisah. Mengajak rakyat agar mempercaakan urusan Keamanan kepada aparat keamanan. Memerntahkaqn aparat keamanan agar segera bertindak mengembalikan keamanan. Mengajak korban hidup dan keluarga korban agar bersabar, dan meningkatkan kepercayaan akan kekuasaan dan takdir Allah swt. Mengajak para ahli untuk mengkaji apa sebenarnya yang menjadi motif dari pelaku terror bom, sehingga mereka tak pernah kapok/jera. Dan apakah mereka bisa diaak berbicara baik-baik ? Aakah perlu mendengarkan suara nasehat, advs dari pihak asing ?
K)
Rasulullah saw menyampaikan “Peliharalah perintah Allah, engkau dapatkan Alla didepanmu. Kenalkan dirimu kepada Allah pada wakt senang, niscaya Allah mengingati pada waktu kamu dalam kesukaran. Ketahuilah bahwa sesuatu yang terlepas darpadamu tidak akan mengenai kamu, dan yang menjadi baganmu tidak akan epas daripadamu. Ketahuilah bawa kemenangan itu beserta kesabaran, dan kegembiraan itu sesudah kesusahan, dan tiap ada keskaran akan ada kelapangan (HR Tirmidzi ddari Abdulla bin ‘Abbas, dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, Pasal Muraqabah).
Rajin-rajinlah mengerjakan apa-apa yang berguna dunia akhirat, dan selalu minta bantuan kepada Allah, dan jangan lemah. Jika kau terkena sesuatu, jangan seali-kali mengatakan “andaikan saya berbuat begini niscaya terjadi begini”. Seharusna kau berkata “Telah ditakdirkan Allah, dan Allah berbuat sekehendakNya” (HR Muslim dari Abi Hurairah, dalam “Riadhus Salhin”, Imam Nawawi, Pasal Mujahadah).
Dalam menghadapi apa yang disebt dengan terror bom, seharsnsya mengucaakan “Telah ditakdirkan Allah, dan Allah berbuat sekehendakNya”.
Penguasa searusnya menenangkan rakatnya agar tak resah, gelisah. Mengajak rakyat agar mempercaakan urusan Keamanan kepada aparat keamanan. Memerntahkaqn aparat keamanan agar segera bertindak mengembalikan keamanan. Mengajak korban hidup dan keluarga korban agar bersabar, dan meningkatkan kepercayaan akan kekuasaan dan takdir Allah swt. Mengajak para ahli untuk mengkaji apa sebenarnya yang menjadi motif dari pelaku terror bom, sehingga mereka tak pernah kapok/jera. Dan apakah mereka bisa diaak berbicara baik-baik ? Aakah perlu mendengarkan suara nasehat, advs dari pihak asing ?
K)
Bagamana wujud surga dalam padangan pencari syahid
Bagaiman wujud surga dalam pandangan pencari syahid ?
Disebarkan paham/ajaran bahwa beribadah karea mengharapkan surga adalah ibadah ang mengacu pada sika mental dagang, bisnis, tijarah. Paha mini secara tak sadar telah melecehkan, mencemoohkan mereka-mereka yang berjuang untuk menjadi ahli surga. Surga dalam pandangan paham ini sama saja dengan kesenangan duniawi.
Apa daya pesona surga yang begitu menarik bag para pencar syahid, yang setiap sa’at sap meniggalkan dunia, siap menyerahkan jiwa raganya, syahid di jalan Allah ? Dalam AlQur:an pada beberapa ayatnya dapat ditemukan lukisan, gambaran perumpamaan surga itu, seperti dalam QS 13:35 yang menyebutkan bahwa “Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah (seperti taman) yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, buahnya tak henti-henti, sedangsenangannya (demikian pula)”. Daam kitab-kitab hadits juga dapat ditemukan tentang lkisan, gambaran surga dan kenikmatannya, antara lan sabda Raslllah yang disampaikan oleh Abi Hurairah bahwa : “Allah menyediakan untuk hamba-hambaNya ang saleh aitu sesuatu ang belum pernah dilihat oleh mata atau didengar oleh telinga atau tergerak dalam hati manusia” yang diriwaatkan oleh Imam Bkhari dan Muslim sehubungan dengan QS 32:17. Dalam QS 9:111 disebutkan bawa esungguhnya Allah telah membeli dari rang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untk mereka”.
Para pencari syahid, rela berjuang menyebung nyawa demi memperoleh surga yang dijanjikan Allah dalam AlQur:an dan yang dijanjikan Rasulullah saw dalam haditsnya. Dalam Ikrar ‘Aqabah pertama, dua belas orang penduduk Yatsrib siap untuk tidak menyekutukan Allah, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh ank-anak, tidak mengumpat, tidak memfitnah, tidak menolak berbuat baik, dengan imbalan bahwa mereka akan memperleh surga (Muhammad Hussen Haykal :”Sejarah Hidup Muhammd”, 1984:187-188(. Dalam Ikrar ‘Aqabah kedua (622M), tujuh puluh lima orang penduduk Yatsrib siap membela Nabi Muhammad seperti membela keluarga mereka sendiri, dengan imbalannya juga surga (idem, 1984:192). Apa yang mendorong mereka, begitu tertarik untuk memperoleh surga dengan siap bersumpah setia mengikuti komando Muhammad Rasulullah saw ? Bagaimana wujudnya surga itu dalam pandangan mereka ?
Bai’ah ‘Aqabah kedua (Janji setia antara tokoh Aus dan Khazraj da Muhammad Rasululla saw menetapkan kesepakatan “bahwa suku Aus dan Kharaj akan setia hanya berbadah kepada Allah dan tidak memperseutukanNa serta melindungi Muhammad Rasulullah saw seagaai imbalannya mereka medapat surga”(Simak Sayyid Quthub : “Tafsir Fi Zilalil Qur:an”, jilif 4, terbitan Gema Insani Press, Jakarta, 2001:76)
Para pencari syahid, pencari surga dalam dirinya bergelora semangat aqidah tauhid, akhlak karimagh. Secara bersama-sama, secara kolektif-jama’i melahirkan semangat jihad menegakkan, mendirkan peraturan dan hokum Allah dalam masyarakat. Abu Sa’id alKhuari menyampaikan wasiat Rasulullah agar bertaqwa kepada Allah, dan berhad fi sabilllah, serta membaca alQur:an (Muhammad alGhazali : “Bukan Dari Ajaran Islam”, 1982:31; Saiyid Quthub : “Petunjuk Jalan”, hal 30).
Di antara para pencari syahid fi sabilillah, pencari surga jannatun na’im adalah Umeir bin alHammam. Ketika mendengar ucapan Rasulullah di depan para tentara perang Badar “Majulah kamu sekalian menuju surga yang luasnya seperti langit dan bumi”, Umeir dari belakang berkata : “Ya Rasulullah, aku juga mau ikut serta”. Rasulllah pun bertanya kepadanya : “Apa yang telah mendorongmu untuk ikut serta berperang ?” Dengan hati ikhlas ia menjawab : “Demi Allah aku hanya mengharapkan agar aku termasuk ali surga pula”. “Yasd. Engkau termasuk ahli ssrga pula” jawab Rasulullah. Maka Umeir mengeluarkan buah kurma yang ada disakunya, kemudian memakannya dan berkata : “Kalau saya hidup hanya dengan makan kurma ini, maka dalam ssurga itlah kehidupanku dan langsng pergi berperang sambil menupas orang-orang musyrik yang mencoba melawannya. Begitulah dia berjihad melawan kebatilan, hingga akhirnya ia mat syahid di aan Allah (Abdullah Nasih Ulwan : “Membina Generasi Muda Yang Ideal”, hal 108).
Blal seorang budak siap disiksa di atas pasir di bawah terik matahari, ditindih dadanya dengan batu, memikul segala siksaan, terkena pehaka, kehilangan pekerjaan demi fanatiknya/loyalitasnyasetianya terhadap Muhammad Rasulullah sawyang menjanjikan surga bagi yang setia kepada ajaran “Laa ilaaha illallah” (“Sejarah Hidup Muhammade”, 1984:110-111).
AbuDzar alGhifari siap dikeroyok musyrikin Makkah beramai-ramai sehingga babakbelur, juga karena fanatisnya terhadap Muhammad Rasulullah saw asalkan mendapatkan surga.
Para orientalis seperti Washington Irving dan juga para pendkungnya mencemoohkan para pencari syahid, pencari suga itu : “Kiranya – kata – mereka – orang takkan dapat melukiskan suatu ajran yang lebih tepat dari ini untuk mendorong sekelompok tentara yang bodoh tidak berpengalaman itu menyerbu secara buas ke medan perang,. Mereka sudah diyakinkan, kalau hidup mendapat rampasan perang, kalau mati mendapat surga” (“Sejarah Hidup Muhammad”, 1984:693).
Kekuatan umat Islam terletak pada keyakinannya mendapatkan surga. Dan kelemahan umat Islam itu karena ketakyakinannya mendapatkan surga. Penyakit ini namanya ALWAHN, yaitu penyakit cinta hidup, takut mati, sehingga musuh, lawan tak gentar, tak ngeri. Bahkan umat ini benar-benar sudah jadi komunita buih yang tak berdaya sama sekali (KH Firdaus AN : “Detik-Detik Terakhir Kehidupan Rasulullah”, 1983:134).
(BKS0905260900)
Disebarkan paham/ajaran bahwa beribadah karea mengharapkan surga adalah ibadah ang mengacu pada sika mental dagang, bisnis, tijarah. Paha mini secara tak sadar telah melecehkan, mencemoohkan mereka-mereka yang berjuang untuk menjadi ahli surga. Surga dalam pandangan paham ini sama saja dengan kesenangan duniawi.
Apa daya pesona surga yang begitu menarik bag para pencar syahid, yang setiap sa’at sap meniggalkan dunia, siap menyerahkan jiwa raganya, syahid di jalan Allah ? Dalam AlQur:an pada beberapa ayatnya dapat ditemukan lukisan, gambaran perumpamaan surga itu, seperti dalam QS 13:35 yang menyebutkan bahwa “Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah (seperti taman) yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, buahnya tak henti-henti, sedangsenangannya (demikian pula)”. Daam kitab-kitab hadits juga dapat ditemukan tentang lkisan, gambaran surga dan kenikmatannya, antara lan sabda Raslllah yang disampaikan oleh Abi Hurairah bahwa : “Allah menyediakan untuk hamba-hambaNya ang saleh aitu sesuatu ang belum pernah dilihat oleh mata atau didengar oleh telinga atau tergerak dalam hati manusia” yang diriwaatkan oleh Imam Bkhari dan Muslim sehubungan dengan QS 32:17. Dalam QS 9:111 disebutkan bawa esungguhnya Allah telah membeli dari rang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untk mereka”.
Para pencari syahid, rela berjuang menyebung nyawa demi memperoleh surga yang dijanjikan Allah dalam AlQur:an dan yang dijanjikan Rasulullah saw dalam haditsnya. Dalam Ikrar ‘Aqabah pertama, dua belas orang penduduk Yatsrib siap untuk tidak menyekutukan Allah, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh ank-anak, tidak mengumpat, tidak memfitnah, tidak menolak berbuat baik, dengan imbalan bahwa mereka akan memperleh surga (Muhammad Hussen Haykal :”Sejarah Hidup Muhammd”, 1984:187-188(. Dalam Ikrar ‘Aqabah kedua (622M), tujuh puluh lima orang penduduk Yatsrib siap membela Nabi Muhammad seperti membela keluarga mereka sendiri, dengan imbalannya juga surga (idem, 1984:192). Apa yang mendorong mereka, begitu tertarik untuk memperoleh surga dengan siap bersumpah setia mengikuti komando Muhammad Rasulullah saw ? Bagaimana wujudnya surga itu dalam pandangan mereka ?
Bai’ah ‘Aqabah kedua (Janji setia antara tokoh Aus dan Khazraj da Muhammad Rasululla saw menetapkan kesepakatan “bahwa suku Aus dan Kharaj akan setia hanya berbadah kepada Allah dan tidak memperseutukanNa serta melindungi Muhammad Rasulullah saw seagaai imbalannya mereka medapat surga”(Simak Sayyid Quthub : “Tafsir Fi Zilalil Qur:an”, jilif 4, terbitan Gema Insani Press, Jakarta, 2001:76)
Para pencari syahid, pencari surga dalam dirinya bergelora semangat aqidah tauhid, akhlak karimagh. Secara bersama-sama, secara kolektif-jama’i melahirkan semangat jihad menegakkan, mendirkan peraturan dan hokum Allah dalam masyarakat. Abu Sa’id alKhuari menyampaikan wasiat Rasulullah agar bertaqwa kepada Allah, dan berhad fi sabilllah, serta membaca alQur:an (Muhammad alGhazali : “Bukan Dari Ajaran Islam”, 1982:31; Saiyid Quthub : “Petunjuk Jalan”, hal 30).
Di antara para pencari syahid fi sabilillah, pencari surga jannatun na’im adalah Umeir bin alHammam. Ketika mendengar ucapan Rasulullah di depan para tentara perang Badar “Majulah kamu sekalian menuju surga yang luasnya seperti langit dan bumi”, Umeir dari belakang berkata : “Ya Rasulullah, aku juga mau ikut serta”. Rasulllah pun bertanya kepadanya : “Apa yang telah mendorongmu untuk ikut serta berperang ?” Dengan hati ikhlas ia menjawab : “Demi Allah aku hanya mengharapkan agar aku termasuk ali surga pula”. “Yasd. Engkau termasuk ahli ssrga pula” jawab Rasulullah. Maka Umeir mengeluarkan buah kurma yang ada disakunya, kemudian memakannya dan berkata : “Kalau saya hidup hanya dengan makan kurma ini, maka dalam ssurga itlah kehidupanku dan langsng pergi berperang sambil menupas orang-orang musyrik yang mencoba melawannya. Begitulah dia berjihad melawan kebatilan, hingga akhirnya ia mat syahid di aan Allah (Abdullah Nasih Ulwan : “Membina Generasi Muda Yang Ideal”, hal 108).
Blal seorang budak siap disiksa di atas pasir di bawah terik matahari, ditindih dadanya dengan batu, memikul segala siksaan, terkena pehaka, kehilangan pekerjaan demi fanatiknya/loyalitasnyasetianya terhadap Muhammad Rasulullah sawyang menjanjikan surga bagi yang setia kepada ajaran “Laa ilaaha illallah” (“Sejarah Hidup Muhammade”, 1984:110-111).
AbuDzar alGhifari siap dikeroyok musyrikin Makkah beramai-ramai sehingga babakbelur, juga karena fanatisnya terhadap Muhammad Rasulullah saw asalkan mendapatkan surga.
Para orientalis seperti Washington Irving dan juga para pendkungnya mencemoohkan para pencari syahid, pencari suga itu : “Kiranya – kata – mereka – orang takkan dapat melukiskan suatu ajran yang lebih tepat dari ini untuk mendorong sekelompok tentara yang bodoh tidak berpengalaman itu menyerbu secara buas ke medan perang,. Mereka sudah diyakinkan, kalau hidup mendapat rampasan perang, kalau mati mendapat surga” (“Sejarah Hidup Muhammad”, 1984:693).
Kekuatan umat Islam terletak pada keyakinannya mendapatkan surga. Dan kelemahan umat Islam itu karena ketakyakinannya mendapatkan surga. Penyakit ini namanya ALWAHN, yaitu penyakit cinta hidup, takut mati, sehingga musuh, lawan tak gentar, tak ngeri. Bahkan umat ini benar-benar sudah jadi komunita buih yang tak berdaya sama sekali (KH Firdaus AN : “Detik-Detik Terakhir Kehidupan Rasulullah”, 1983:134).
(BKS0905260900)
Minggu, 05 Juli 2009
Qur:an tanpa Muhammad saw
Qur:an tanpa Muhammad saw
Sayyid Quthub menyebutkan bahwa “ AlQur:an itu merupakan faaaaaaktor yang menentukan untuk menarik perhatian masyarakat pada masa permulaan dakwah Islam” (“Seni Penggambaran Dalam AlQur:an”, 1981:5). Contoh-contoh mengenai daya tarip/pesona Qur:an yang diceritakan Sayyid Quthub dalam bukunya, terjadi pada masa Muhammad saw masih hidup. Seandainya bukan Muhammad saw, tetapi Abubakar atau Ali misalnya yang menympaikan Qur:an, maka hasilnya tentu tak akan apat mencapai segemilang itu. Jai sosok pribadi Muhammad saw tetap merupakan factor yang ikut menentukan keberhasilan akwah. Barang bagus memrlukan penjual terampil. Sosok Muhammad saw jauh mengungguli setiap insane di setiap waktu (Simak antara lain Khalid Muhammad Khalid : “Memanusiaan Muhammad”, 1984:11).
Sepeninggal Muhammad saw mulailah bermunculan berbagai macam petaka. Meskipun masih mengacu pada Qur:an, namun petaka tersebut tak dapat dihindari, sehingga menodai citra Islam sepanjang masa. Di antaranya tragedy unjuk rasa yang berujung pada aterbunuhnya Khalaifah Utsman bin Affan, dan traedi perseteruan yang juga berujung pada gugurnya Khalifh Ali bin Abi Thalib. Seandainya Muhammad saw masih hidup pada waktu itu, mustahil akan terjadi petaka tersebut. Muhammad saw sendiri telah mengisyaratkan akan terjdinya petaka tersebut. Sabda Muhammad saw : “Demi Allah, bukan kemiskinan yang saya kuatirkan atas kamu, tetapi saya kuatirkan kalau terhampar luas bagimu dunia ini, kemudian kamu berlomba-lomba, sehingga membinasakan kamu” (HR Bukhari, Muslim dari Amru bin Auf alAnshary dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, Pasal “Keutamaan Zuhud”). “Janganlah kalian kembali kafir sepeninggalku, yang satu memenggal leher yang lain” (HR Bukhari, Muslim dari Jabir dan Ibnu Umar dalam “AlLukluk wal Marjan” Muhammad Fuad Abdul Baqi, Bab : “Janganlah Kalian Kafir sepeninggalku). Alasan (alih ?) untuk pembenaran petaka ini disebutkan bahwa “Menjadi keharusanlah bagi para sahabat itu untuk menentukan pendirian, dan memilih salah satu dari pendapat yang bermacam-macam itu,”, karena Rasulullah saw sudah tiada untuk menentukan kebenaran yang dipertikaikan manusia itu (Simak Khalid Muhammad Khalid : “Karakter 60 Sahabat Rasulullah”, 1983:700).
Sikon masa kini sangat jauh berbeda dengan sikon masa Muhammd saw masih hidup. Seorang orientalis anti Islam, Washington Irving melukiskan ajaran Qur:an “yang mendorong sekelompok tentara menyerbu ke medan perang untuk mendapat surga” (Muhammad Husein Haekal : “Sejarah Hidup Muhammad”, 1984:693, Orientalis dan Kebudayaan Islam”). Meskipun Qur:an masih tetap merupakan rujukan, namun tak mampu mendorong orang ke medan perang mendapatkan surga. Surga masa kini adalah kemewahan duniawi. Tak ada yang tertaring dengan surga seperti yang digambarkan dalam Qur:an. Qur:an tak mendapat respon seperti masa Muhammad saw hidup. Sesuai dengan sikonnya, kini dibutuhkan sosok Mujaddid yang serba tahu IPOLEKSOSBUDHANKAMTIB(Simak Abul A’la alMaududi : “Sejarah Pemberuan dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Agama”, 1984:50, “Mengenal Mujaddid”)
Qur:an butuh akan penafssir yang mumpuni. Butuh akan sosok Muhamma saw masa kini, yang memiliki ‘izzah, kepemimpinan, keibawaaan, keteladanan Muhammad saw masa lalu, yang disegani kawan dan lawan (Simak QS 48:29). Butuh akan sosok “ulama waritsatul anbiyaa”, ulama yang mewarisi kecerdasan, kejujuran, ketulusan Muhammad saw. George Bernard Shaw, filsuf Inggers, dalam bukunya “Getting married” mengatakan “ I believe that if a man like Muhammad were to accuse the dictatorship of the moern world he would succed in solving its problem in way that world bring in much needed peace and happiness” (Muhammad Amin : “Muhammad and Teaching of Qur:an”, page 135). “Seandainya ditakdirkan seorang seperti Muhammad saw menguasai dunia ini secara penuh pada masa sekarang, maka pasti ia akan berhasil memecahkan segala problem mutaakhir yang terjadi, dan akan menjadi kebahagiaan dan kesentoaan dunia” (Ali Ahmad alJarjawy : “Hikmat Syari’at Islam”, jilid I, hal 44,54; Prof KMR Muhammad Adnan : “Tuntunan Iman dan Islam”, 1970:49; O Hashem : “Menaklukan Dunia Islam”, 1965:45-46).
Sayyid Quthub menyebutkn bahwa “manhaj Ilahi (yang terkandung dalam alQur:an) akan terimplementasikan, bila diemban oleh sejumlah orang yang beriman kepadanya dengan iman yang sempurna, konsisten atasinya dan menjadikannya sebagai aktivitas kehidupannya dan puncak cita-citanya, serta berusaha keras untuk menanmkannya kea lam hati orang lain dan dalam kekhidupan praktis mereka” (“Tafsir Fi Zhilalil Qur:an”, jilid 4, Gema Insani Press, Jakarta, 2001:34-35, “Beberapa Pelajaran Penting” dari Perang Uhud).
(BKS0906290700)
Sayyid Quthub menyebutkan bahwa “ AlQur:an itu merupakan faaaaaaktor yang menentukan untuk menarik perhatian masyarakat pada masa permulaan dakwah Islam” (“Seni Penggambaran Dalam AlQur:an”, 1981:5). Contoh-contoh mengenai daya tarip/pesona Qur:an yang diceritakan Sayyid Quthub dalam bukunya, terjadi pada masa Muhammad saw masih hidup. Seandainya bukan Muhammad saw, tetapi Abubakar atau Ali misalnya yang menympaikan Qur:an, maka hasilnya tentu tak akan apat mencapai segemilang itu. Jai sosok pribadi Muhammad saw tetap merupakan factor yang ikut menentukan keberhasilan akwah. Barang bagus memrlukan penjual terampil. Sosok Muhammad saw jauh mengungguli setiap insane di setiap waktu (Simak antara lain Khalid Muhammad Khalid : “Memanusiaan Muhammad”, 1984:11).
Sepeninggal Muhammad saw mulailah bermunculan berbagai macam petaka. Meskipun masih mengacu pada Qur:an, namun petaka tersebut tak dapat dihindari, sehingga menodai citra Islam sepanjang masa. Di antaranya tragedy unjuk rasa yang berujung pada aterbunuhnya Khalaifah Utsman bin Affan, dan traedi perseteruan yang juga berujung pada gugurnya Khalifh Ali bin Abi Thalib. Seandainya Muhammad saw masih hidup pada waktu itu, mustahil akan terjadi petaka tersebut. Muhammad saw sendiri telah mengisyaratkan akan terjdinya petaka tersebut. Sabda Muhammad saw : “Demi Allah, bukan kemiskinan yang saya kuatirkan atas kamu, tetapi saya kuatirkan kalau terhampar luas bagimu dunia ini, kemudian kamu berlomba-lomba, sehingga membinasakan kamu” (HR Bukhari, Muslim dari Amru bin Auf alAnshary dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, Pasal “Keutamaan Zuhud”). “Janganlah kalian kembali kafir sepeninggalku, yang satu memenggal leher yang lain” (HR Bukhari, Muslim dari Jabir dan Ibnu Umar dalam “AlLukluk wal Marjan” Muhammad Fuad Abdul Baqi, Bab : “Janganlah Kalian Kafir sepeninggalku). Alasan (alih ?) untuk pembenaran petaka ini disebutkan bahwa “Menjadi keharusanlah bagi para sahabat itu untuk menentukan pendirian, dan memilih salah satu dari pendapat yang bermacam-macam itu,”, karena Rasulullah saw sudah tiada untuk menentukan kebenaran yang dipertikaikan manusia itu (Simak Khalid Muhammad Khalid : “Karakter 60 Sahabat Rasulullah”, 1983:700).
Sikon masa kini sangat jauh berbeda dengan sikon masa Muhammd saw masih hidup. Seorang orientalis anti Islam, Washington Irving melukiskan ajaran Qur:an “yang mendorong sekelompok tentara menyerbu ke medan perang untuk mendapat surga” (Muhammad Husein Haekal : “Sejarah Hidup Muhammad”, 1984:693, Orientalis dan Kebudayaan Islam”). Meskipun Qur:an masih tetap merupakan rujukan, namun tak mampu mendorong orang ke medan perang mendapatkan surga. Surga masa kini adalah kemewahan duniawi. Tak ada yang tertaring dengan surga seperti yang digambarkan dalam Qur:an. Qur:an tak mendapat respon seperti masa Muhammad saw hidup. Sesuai dengan sikonnya, kini dibutuhkan sosok Mujaddid yang serba tahu IPOLEKSOSBUDHANKAMTIB(Simak Abul A’la alMaududi : “Sejarah Pemberuan dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Agama”, 1984:50, “Mengenal Mujaddid”)
Qur:an butuh akan penafssir yang mumpuni. Butuh akan sosok Muhamma saw masa kini, yang memiliki ‘izzah, kepemimpinan, keibawaaan, keteladanan Muhammad saw masa lalu, yang disegani kawan dan lawan (Simak QS 48:29). Butuh akan sosok “ulama waritsatul anbiyaa”, ulama yang mewarisi kecerdasan, kejujuran, ketulusan Muhammad saw. George Bernard Shaw, filsuf Inggers, dalam bukunya “Getting married” mengatakan “ I believe that if a man like Muhammad were to accuse the dictatorship of the moern world he would succed in solving its problem in way that world bring in much needed peace and happiness” (Muhammad Amin : “Muhammad and Teaching of Qur:an”, page 135). “Seandainya ditakdirkan seorang seperti Muhammad saw menguasai dunia ini secara penuh pada masa sekarang, maka pasti ia akan berhasil memecahkan segala problem mutaakhir yang terjadi, dan akan menjadi kebahagiaan dan kesentoaan dunia” (Ali Ahmad alJarjawy : “Hikmat Syari’at Islam”, jilid I, hal 44,54; Prof KMR Muhammad Adnan : “Tuntunan Iman dan Islam”, 1970:49; O Hashem : “Menaklukan Dunia Islam”, 1965:45-46).
Sayyid Quthub menyebutkn bahwa “manhaj Ilahi (yang terkandung dalam alQur:an) akan terimplementasikan, bila diemban oleh sejumlah orang yang beriman kepadanya dengan iman yang sempurna, konsisten atasinya dan menjadikannya sebagai aktivitas kehidupannya dan puncak cita-citanya, serta berusaha keras untuk menanmkannya kea lam hati orang lain dan dalam kekhidupan praktis mereka” (“Tafsir Fi Zhilalil Qur:an”, jilid 4, Gema Insani Press, Jakarta, 2001:34-35, “Beberapa Pelajaran Penting” dari Perang Uhud).
(BKS0906290700)
Jihad Nafs
Jihad Nafs
Jihadunnafs atau Tazkiyatunnafs, paanannya dalam bahasa Barat, barangkali “psy-war” yang berarti perang batin. Pembersihan mental dari kotoran-kotoran yang disebabkan oleh perbuatan dosa. Caranya dengan menutupi perbuatan dosa dengaqn amal keaikan. Rasulullah saw bersabda : “Bertawalah kepada Allah di mana saja engkau berada, an ikutilah perbuatan kejahatan itu dengan kebaikan, supaya terhapus kejahatan, dan bergaullah dengan sesame manusia dngan budi yang baik (HR Tirmidzi dari Djundab bin Djunadah dan Mu’ads bin Djabal alam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Muraqabah”).
Dalam hubungannya dengan perang, maka musuh adalah setan dan sekutunya. Bisa muncul pertanyaan : “Mengapa pemeluk-pemeluk Islam tidak selamanya menang dan menapat pertolongan ? Mengapa para pemeluk Islam dan pendukung Islam dikalahkan oleh pendukung kebatilan, padahal para pemeluk Islam itu adalah ahli kebenaran” (Sayyid Quthub : “Tafsir Fi Zhilalil Qur:an”, jilid 4, terbitan Gema Insani Press, Jakarta, 2001:33).Mungkin jawabannya, ia menang karena ia pantas menang, dan ia kalah karena ia pantas kalah.
Di antara persyaratan kemenangan yang harus dimiliki dalam perang batan dalah : beriman, shalt dengan khusyu’, menjauhkan diri dari hal-hal tidak berguna, menunaikan zakat, menjaga kehormatan, memelihara amanah, memelihara shalat (QS 23:1-11), tidak berbuat riba (QS 3:130), sabar (QS 3:200), menjauhi perbuatan dosa (QS 5:90), bertakwa (QS 5:100), berbuat kebaikan (QS 2:77), melakukan amar makruf (QS 3:104), tak kikir (QS 51:9, 64:16).
(BKS0907049630)
Jihadunnafs atau Tazkiyatunnafs, paanannya dalam bahasa Barat, barangkali “psy-war” yang berarti perang batin. Pembersihan mental dari kotoran-kotoran yang disebabkan oleh perbuatan dosa. Caranya dengan menutupi perbuatan dosa dengaqn amal keaikan. Rasulullah saw bersabda : “Bertawalah kepada Allah di mana saja engkau berada, an ikutilah perbuatan kejahatan itu dengan kebaikan, supaya terhapus kejahatan, dan bergaullah dengan sesame manusia dngan budi yang baik (HR Tirmidzi dari Djundab bin Djunadah dan Mu’ads bin Djabal alam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Muraqabah”).
Dalam hubungannya dengan perang, maka musuh adalah setan dan sekutunya. Bisa muncul pertanyaan : “Mengapa pemeluk-pemeluk Islam tidak selamanya menang dan menapat pertolongan ? Mengapa para pemeluk Islam dan pendukung Islam dikalahkan oleh pendukung kebatilan, padahal para pemeluk Islam itu adalah ahli kebenaran” (Sayyid Quthub : “Tafsir Fi Zhilalil Qur:an”, jilid 4, terbitan Gema Insani Press, Jakarta, 2001:33).Mungkin jawabannya, ia menang karena ia pantas menang, dan ia kalah karena ia pantas kalah.
Di antara persyaratan kemenangan yang harus dimiliki dalam perang batan dalah : beriman, shalt dengan khusyu’, menjauhkan diri dari hal-hal tidak berguna, menunaikan zakat, menjaga kehormatan, memelihara amanah, memelihara shalat (QS 23:1-11), tidak berbuat riba (QS 3:130), sabar (QS 3:200), menjauhi perbuatan dosa (QS 5:90), bertakwa (QS 5:100), berbuat kebaikan (QS 2:77), melakukan amar makruf (QS 3:104), tak kikir (QS 51:9, 64:16).
(BKS0907049630)
Catata pinggir
Catatan (ter) pinggir(kan)
Menurut Boediono, karena birokask tidak mampu mengelola asset negara secara efisien dan trnsparn, maka kebijakan privatisasi asset-aset negar ke pihak asing harus diteruskan (BERITA KOTA, Senin, 22 Juni 009, hal 15, Hashim : Alasan Boediono soal Penjualan Aset Negara Tak Masuk Akal”). Sikap rendah diri (tak pede) bangsa ini menjalari seluruh nbidang kehidupan. Untuk meningkatkan prestasi olahraga, disewa (digaji) pemain-pemain asing. Untuk meningkatkan mutu pendidikan dibuka kesempatan asing berinvestasi di bidang pendidikan. Mengikuti alur logika Boediono tersebut, karena birokrasi tak mampu mengelola kekayaan alam untuk kemakmuran rakyat, maka barangkali perlu disewa (digaji) tenaga asing untuk menjabat menteri, bahkan presiden.
Menurut logika demokrasi (vox populi vox Dei), lealisasi sesuatu itu tergantung dari suara terbanyak (suara mayoritas). Korupsi I bidang transportasi semacam busway bias saja dibenarkan (dilegalkan) karena suara terbanyak menyatakan bahwa busway sangat menguntungkan bagi rakyat banyak. Mengikuti alur logika semacam ini, mapa pornografi, pornoaksi dapat dibenarkan (dilegalkan), karena lebih banyak yang menyukainya daripada yang tidak. Lihat saja pornografi dan pornoaksi yang ditayangkan telvisi sangat banyak digemari oleh pemeirsanya.
Dari kerusuhan/tragedy yang terjadi di Iran pasca pemilu 2009, secara gambling terlihat bahwa Dunia Barat (Amerika dan sekutunya) sangat tak menyukai pemimpin yang populis, yang merakyat, sangat anti terhadap pemimpin Islam yang tak bersedia di bawah kendalinya. Terminologi demokrasi hanya ada pada Dunia Barat, tak ada di negara-negara yang tk bersedia di bawah kendalinya. Lihatlah apa yang terjadi di Aljazair, Somalia, Irak, Afghanistan, dan lain-lain. Israel lahir dari perselingkuhan Amerika Serikat, Inggeris, Perancis, Rusia.
(BKS0906230520)
Menurut Boediono, karena birokask tidak mampu mengelola asset negara secara efisien dan trnsparn, maka kebijakan privatisasi asset-aset negar ke pihak asing harus diteruskan (BERITA KOTA, Senin, 22 Juni 009, hal 15, Hashim : Alasan Boediono soal Penjualan Aset Negara Tak Masuk Akal”). Sikap rendah diri (tak pede) bangsa ini menjalari seluruh nbidang kehidupan. Untuk meningkatkan prestasi olahraga, disewa (digaji) pemain-pemain asing. Untuk meningkatkan mutu pendidikan dibuka kesempatan asing berinvestasi di bidang pendidikan. Mengikuti alur logika Boediono tersebut, karena birokrasi tak mampu mengelola kekayaan alam untuk kemakmuran rakyat, maka barangkali perlu disewa (digaji) tenaga asing untuk menjabat menteri, bahkan presiden.
Menurut logika demokrasi (vox populi vox Dei), lealisasi sesuatu itu tergantung dari suara terbanyak (suara mayoritas). Korupsi I bidang transportasi semacam busway bias saja dibenarkan (dilegalkan) karena suara terbanyak menyatakan bahwa busway sangat menguntungkan bagi rakyat banyak. Mengikuti alur logika semacam ini, mapa pornografi, pornoaksi dapat dibenarkan (dilegalkan), karena lebih banyak yang menyukainya daripada yang tidak. Lihat saja pornografi dan pornoaksi yang ditayangkan telvisi sangat banyak digemari oleh pemeirsanya.
Dari kerusuhan/tragedy yang terjadi di Iran pasca pemilu 2009, secara gambling terlihat bahwa Dunia Barat (Amerika dan sekutunya) sangat tak menyukai pemimpin yang populis, yang merakyat, sangat anti terhadap pemimpin Islam yang tak bersedia di bawah kendalinya. Terminologi demokrasi hanya ada pada Dunia Barat, tak ada di negara-negara yang tk bersedia di bawah kendalinya. Lihatlah apa yang terjadi di Aljazair, Somalia, Irak, Afghanistan, dan lain-lain. Israel lahir dari perselingkuhan Amerika Serikat, Inggeris, Perancis, Rusia.
(BKS0906230520)
Isi Seruan Qur:an
Isi seruan Qur:an itu, apa ?
(Untuk direnungkan)
Apa isi seruan Qur:an (dakwah Islam) :
- kepada para penguasa non-Islam (Malaa, Namrudz, Fir’aun, dll)
o di negara bukan Islam
o di negara Islam/Muslim
- kepada warganegara non-Islam (Musyrikin, Ahli Kitab, dll)
o di negara bukan Islam
o di negara Islam/Muslim
- kepada warga Muslim
o di negara bukan Islam
o di negara bukan Muslim
- kepada para penguasa Islam
o di negara bukan Islam
o di negara Islam/Muslim
- kepada para penguasa Muslim di Indonesia
- kepada warga Muslim di Indonesia
- kepada warga non-Muslim di Indonesia
Bagaimana menurut Qur:an tentang :
- konsep kebersamaan (kegotongroyongan, persaudaraan)
- ksetiakawanan (ta’aun)
- kepedulian akan sesame (abidzarisme)
- kezudan
- kepemilikan
- kekayaan
- kesejahteraan rakyat
(BKS0906230615)
(Untuk direnungkan)
Apa isi seruan Qur:an (dakwah Islam) :
- kepada para penguasa non-Islam (Malaa, Namrudz, Fir’aun, dll)
o di negara bukan Islam
o di negara Islam/Muslim
- kepada warganegara non-Islam (Musyrikin, Ahli Kitab, dll)
o di negara bukan Islam
o di negara Islam/Muslim
- kepada warga Muslim
o di negara bukan Islam
o di negara bukan Muslim
- kepada para penguasa Islam
o di negara bukan Islam
o di negara Islam/Muslim
- kepada para penguasa Muslim di Indonesia
- kepada warga Muslim di Indonesia
- kepada warga non-Muslim di Indonesia
Bagaimana menurut Qur:an tentang :
- konsep kebersamaan (kegotongroyongan, persaudaraan)
- ksetiakawanan (ta’aun)
- kepedulian akan sesame (abidzarisme)
- kezudan
- kepemilikan
- kekayaan
- kesejahteraan rakyat
(BKS0906230615)
Langganan:
Postingan (Atom)