Minggu, 22 Januari 2012

Kali Terakhir Bertemu saat Mengantar Nasi

Kali Terakhir Bertemu saat Mengantar Nasi Oleh : Agung P Iskandar Yusmanidar terlihat lunglai saat keluar dari gedung Bareskrim Mabess Polei kwmEIN (12/1). Perempuan 50 tahun itu tidak terlalu antusias saat melayani wawancara. Dia lebih banyak diam. Sesekali menghela napas panjang. “Ibu masih trauma” kata direktur LBH Padang Vino Oktavia yang mendampingi Yusmanidar. Yusmanidar mendatang Bareskrim untuk membuat laporan tentang kematian misterius dua anaknya. Faisal Akbar (14) dan Budri M Zen (17). Setelah sejumlah pengacara dari LBH Padang, dia ditemani si sulung Didi Firdaus. Lelaki 27 tahun tersebut ikut mendampingi ibunya yang tidak bias berbahasa Indonsia. Karena itu, Vino dan Didi terkadang harus menjadi penerjemah agar komunikasi lanar. Yusmanidar memiliki empat anak. Selain Faisal dan Budri, ada Didi Firdaus dan Rilpai Madaaud, 20. Setelah kematian dua putranya, Yusmanidar lebih banyak diam. Perempuan single parent yang bekerja sebagai buruh tani itu belum bias melupakan dua anak lelakinya tersebut. Apalagi si bungsi Faisal yang masih bocah dan sangat dekat dengan dirinya. Yusmanidar menuturkan, Faisal adalah bocah lugu. Ke mana pun pergi, dia selalu pamit. Dia tak pernah membantah apa ang dikatakan ibunya. Bahkan sehari-hari dia lebih sering membantu ibunya memasak di dapur. Perempuan berjilbab tersebut msih ingat kebersamaan dirinya dengan Fisal. Dia sering menyuruh anaknya itu membeli bahan-bahan untuk memasak. Dia juga masih ingat ketika beberapa kali harus memandikan Faisal. “Saaaya selalu bilang kepada mereka agar tidak mengambil baaang yang bukan miliknya”, katanya. Yusmanidar kadang tidak percaya dua anaknya itu sudah meninggal. Apalagi dengan cara yang tidak masuk akal seperti yang diungkapkan petugas dari Polsek Sijunjung. Yakni dengan mengggantung diri di kamar mandi tahanan. “Itu tiddak mungkin”, ujarnya dengan mata berkaca-kaca. “Ibu ingin terus mencari kebenaran tentang bagaimana anaknya bias meninggal. Tapi itu justru membuat dia semakin sedih. Kadang-kadang saat kami sedang membahas kasus itini, dia suka menyendiri dan melamun”, tutur Vino. Faisal mengalami nahas saat bermain ke Desa Nagari Pamatang Panjang pada 21 Desember lalu (2011). Dia tidak mengetahui bahwa warga di kampong tersebut sudah dua kali kemalingan kotak amal. Faisal ditangkap warga dengan tuduhan mencuri kotak amal. Selanjutnya, ai diserahkan ke wali nagari sebelum kemudian dibawa ke kantor polisi. Lain lagi kasus yang menjerat Budri. Didi menuturkan, Budri awalnya bekerja di sebuah tambang emas di Solok. Namun, melihat banyaknya kecelakaan di tambang, dia merasa khawatir. Suatu ketika Budri curhat kepada Yusmanidar. Dia khawatir mengalami celaka seperti yang sudah banyak terjadi pada teman-temannya. Akhirnya Budri pamit kepda ibunya untuk ganti pekerjaan. “Dia ganti pekerjaan jadi penjual rambutan di Padang. Katanya lebih nyaman dan aman. Dia juga biasa selalu pulang setiap minggu”, kata Didi. Siapa sangka, bekerja sebagai penjual rambutan itu menjadi pekerjaan terakhir Budri. Hanya sebulan sebelum bekerja, dia ditangkap oleh petugas Polsek Sijunjung pada 26 Desember 2011. Dia dituduh terlibat berbagai kasus curanmor. Kaka-adik itu pernah dibesuk oleh Yusmanidar pada 22 Desember. “Waktu ambo menganta nasi, sesudahnya ditangkok, Faisal mengaku kanai tangan dek polisi (waktu saya mengantar nasi, setelah dia ditangkap, Faisal mengaku dipukul polisi, Red)”, ucap Yusmanidar. “Lah pai amak dari siko aden kanai tangan like mak (setelah ibu pergi dari sini, saya akan dipukul lagi, Red)”. Itu adalah pertemuan terakhir Yusmanidar dengan dua anaknya. Pada 28 Desember malam ia dikabari bahwa dua anknya tewas. Polisi mengklaim bahwa mereka bunuh diri dengan menggantung diri di kamar mandi. Keanehan terus bermunculan setelah meinggalnya Faisal dan Buri. Dalam kantong mayat Budri ditulis keterangan myat bernama “Gepeng”. Padahal, Gepeng bukan nama Budri. Selama ini Gepeng dikenal sebagai salah seoaaang pemimpin sindikat pencurian kendaraan bermotor di kawasan Sijunjung. Karena itu para pengacar yang mendampingi Yusmanidar menduga bahwa Budri aalah korban salah tangkap. Keanehan lainnya adalah kondisi jenazah Faisal dan Budri. Ditemukan banyak lebam di sekujur tubuh. Juga, leher patah, rahaang patah, gigi rontok, tangan patah, paha kanan patah, pinggul membiru, dan dua jempol kaki pecah. Setelah mereka dikubur pada 30 Desember 2011, sejumlah polisi, rupanya, berniat “membereskan” perkara tersebut. Caranya memberikan sejumlah uang kepada Yusmanidar.Mereka mendatangi mamak dan ninik (sebutan untuk pemuka adat di Padang) dan memberikan uang Rp.1.5 juta agar diserahkan kepada Yusmanidar. Uang itu, kata polii tersebut merubapakn uang dukacita. “Kalau masih butuh duit lagi, nanti akan ditambah”, ucapnya. Yusmanidar mengungkapkan, uang itu tak cukup untuk menghapus kesedihannya. Uang trsebut juga tidak bias membuat dua aaknya kembali hidup. Karena itu, dia memutuskan untuk terusberupaya membongkar kebenaran penyebab kematian anaknya. Hasil otopsi dari Rumah Sakit M Djamil, Padang, pada 4 Januari lalu menyatakan bahwa penyebab kematian Faisal dn Budri bukan bunuh diri. “Mereka meningga karena lemas. Istilahnya disiksa”. Kata Didi. Didi menuturkan, semasa hidup keduanya merupakan orang aik-baik. Mereka tidak pernah memiliki catatan criminal. Bahkan, mereka rukun dengan siapa pun. Mereka juga bukan orang yang deprei hingga ingin mengakhiri hidup. Didi mengungkapkan, Budri sejk muda sudah ingin mandiri. Dia tidak ingin menyusahkan orang tua. Karena itu, begitu udah bernjak remaja, dia memutuskan untuk bekerj di tambang emas di Solok. Ang yang dia dapat memang tidak seberapa. Namun, yang penting, dia bisa menyimpan untuk dirinya dan memberikan kepada ibunya. Budri tak pernah mau berterus terang soal honor yang dia dapatkan dari bekerja taambang. Budri tak ingin keluarganya ikut bersedih lanyaran harus bekerja keras di pertambangan untuk honor yang tiak seberapa. “Dia memang cenderung pendiam”, katanya. Didi mengharapkan keadilan akan didapatkan keluarganya. Dia ingin kebenaran penyebab kematian dua adiknya terungkap. Jika memang mereka meninggal karena penyiksaan saat dinterogasi oleh polisi, dia berharap supaua para pembunuh itu mendapat ganjaran setimpal. “Kami berharap agar semuanya diusust tuntas. Kalau memang polisi yang bersalah, semoga mereka dipecat dan dihukum sewajarnya”, tuturnya (RADAR BEKASI, Sabtu, 14 Januari 2012. Hal 1 dan 7). Di dunia tak ada kebenaran dan keadilan, apalagi di negeri yang tak punya Pemimpin yang tegas dan berani, dan dengan aparat yang tak mengenal norma agama, yang tak punya moral.

Tidak ada komentar: