Menghormati seorang tokoh secara berlebihan
Melalui tayangan televise disaksikan bagaimana kuburan/makan seorang kharismatik yang baru ditanam/dikubur disakralkan, dikuduskan. Beramai-ramai duduk bersaf-saf melantunkan dzikir, tahlilan, shalwat, do’a. Pentakziah, peziarah dating dari mana-mana.
Rasulullah saw dan para shahabat tak pernah diberitakan melakukan perbuatan semacam itu. Bahkan mereka tak menyukai upacara-upacara yang bernuansa pengkudusan, pengkultusan.
Diberitakan oleh Imam Bukhari dan Muslim “Bahwa Ummu Salamah menyebut-nyebut tentang gereja di samping Rasulullah saw yang dilihatnya di tanah Habsyi, dikatakan kepadanya tentang Mariyah. Lalu Ummu Salamah menceritakan apa yang dilihatnya dan Rasulullah saw bersabda : “Mereka suatu kaum, apabila mati di kalangan mereka seorang hamba yang shalih atau laki-lakiyang shalih, mereka mendirikan sebuah tempat sujud di atas kuburannya lalu mereka buat patung-patung di dalamnya. Mereka itulah seburuk-buruk makhluk menurut pandangan Allah” (Syaikh Ali Mahfudz : “Bahaya Bid’ah dalam Islam”, 1985:236-237).
Rasulullah saw melarang keras perbuatan seperti itu, dan menyuruh supaya menghadapi hidup ini dengan kenuh kesungguhan dan serius tanpa membesar-besarkan orang-orang yang sudah mati ataupun yang masih hidup (Syaikh Mohammad Ghazali : “Bukan dari Ajaran Islam”, 1982:187).
Rasulullah saw memerintahkan supay menjauhi segala bentuk pengagungan terhadap manusia atau bisikan yang mengagungkan selain Allah semata. (Muhammad bin Abdul Wahhab: “Bersihkan Tauhid Anda dari Noda Syirik”, 1984:136).
Rasulullah saw tidak maudikultuskan. Ketika para shahabat berdiri menghormati kedatangannya, maka beliau suruh semuanya duduk. Menurut Umamah, Rasulullah saw datang dengan bertongkat, maka kami semuanya berdiri. Beliau bersabda: Jangan kamu berdiri seoerti orang asing berdiri mengagungkan antara satu dengan yang lain” (HR Abu Daud). Dan di lain waktu beliau berkata pula : “Jangan kamu dewakan saya seperti halnya kaum nasrani menuhankan Isa anak Maryam. Saya ini hanyalah seoranghamba dank arena itu panggilah saya “Abdullah wa Rasuluhu” (HR Bukhari).
Rasulullah juga tidak pernah mengajarkan cium tangan sebagai penghormatan, dan beliau tidak suka kepada hal yang sepertiitu. Ketika beliau berbelanja di pasar membeli pakaian, maka sambil menerima uang, si penjual melompat kea rah beliau untuk mencium tangan beliau, tetapi beliau lebih dahulu menarik tangannya dengan segera. (KH Firdaus AN :Detik-Detik Terakhir Kehidupan Rasulullah”, 1983.
(BKS1001071215)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar