Catataan serbaneka asrir pasir
Proses terjadinya “Ushalli”
Imam Syafi’I (w204H) dalam kitabnya “Al-Umm” (Kitab Induk), pada bab “Niat pada shalat” mengatakan bahwa Allah swt mewajibkan dari masing-masing shalat itu, waktunya, apa yang dikerjakan padanya dan pada masing-masing dari padanya, Allah swt menrangkan yang sunat dan yang fardhu dari shalat-shalat itu (QS 17:79). Kemudian Rasulullah saw menerangkan yang demikian. Maka teranglah bahwa diantara shalat itu ada yang sunat dan ada yang fardhu. Yang fardhu daripadanya itu mempunyai waktu. Tidak memadai shalat dari pada seseorang, selain bahwa ia meniatkan mengerjakan shalat. Niat itu tidak dapat menggantikan takbir. Niat itu tiada memadai, selain bahwa ada bersama takbir. Ia tiada mendahului takbir dan tidak sesudah takbir … dst
Imam Nawawi (w676) dalam kitabnya “Raudhatut Thalibin” pada fasal “Tentang Niat” menyatakan bahwa fardhu menyamakan membarangkan niat dengan takbir. Mengenai cara menyamakan, membarangkan niat itu ada dua cara. Salah satunya, fardhu memulai niat dalah hati (menimbulkan gambaran dalam otak tentang shalat yang akan dilakukan), serta mulai takbir dengan lisan. Dalam hal ini dikatakan fardhu mendahulukan niat atas takbir.
Dalam kitabnya “Riadhus Shalihin” pada fasal “Niat ikhlas” dalam semua perkataan, perbuatan amal lahir-batin, Imam Nawai menyatakan bahwa Ulama telah meletakkan niat itu sebagai rukun pertama dalam semua ibadat. Untuk membedakan antara ibadah dengan adat, hanya niat. Ulama juga merinci niat pada lima macam : hakikat, niat, tempat niat, hukum niat, masa niat, syarat niat.
Imam Zainuddin alMalibari (w972H) dalam kitabnya “Irsyadul ‘bad” pada fasal “Fardhu-fardhunya shalat” meyatakan bahwa fardhu niat mengerjakan shalat, serta menerangkan sunatnya. Juga fardhu menyebut ushalli dan harus disamakan, dibarangkan dengan takbir.
Tuan HM Thalib bin H Umar Janiab, Samalanga dalam karangannya “Dinding syubhat” menyatakan bahwa melafalkan niat itu adalah “warid” dalam hadits Nabi saw yang tak jelas asal usulnya. Ustadz A Hassan dalam kitabnya “Soal Jawab”, 2, tentang “Lafal ushalli” menyatakan bahwa hadits tentang “ushalli” itu palsu, dibuat oleh seseorang yang bernama Haji Usman Firaqi. Hadits palsu trsebut dengan sedikit perubahan terdapat pula dalam suatu kitab yang bernama “Aiqazhal maanam” karangan Haji Muhammad Yasin bin Haji Abd Ganie, Rawa, Batusangkar, Minangkabau.
Ustadz Labib MZ dalam kitabnya “Pedoman $ Bimbingan Shalat Sunat Lengkap Beserta Do’a Dzikir & Tata Cara shalat dan Fadhilah Shalat sunnat” mengajarkan bahwa membaca, melafalkan niat ushalli itu adalah di antara rukun salat.
Namun pada masa shahabat, tabi’in, tabi’it-tabi’in tak pernah ada pembahasan/kajian tentang niat. Seperti yang dikutip oleh Imam Nawawi pada pasal “Niat Ikhlas” dalam semua perkataan, perbuatan amal lahir batin, dalam hubungan ini hanya ada sabda Rasulullah saw bahwa “Sesungguhnya sesuatu amal tergantung pada niat” (HR Bukhari, Muslim dari Umar bin Khatthab). Setiap amal perbuatan itu dipandang dari niatnya.
(written by sicumpaz@gmail.com at BKS0610120700)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar