Rabu, 15 September 2010

Dendam Salib (2)

Dendam Salib

"Orang-orang Yaahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka" (QS 2:12).

Selama menganut paham non-Islam, selama itu pula benci terhadap Islam (SABILI, No.3, Th.VIII, 26 Juli 2000, hal 20-21).

Adalah awal 1970-an sebagai titik tolak terjadinya pergeseran kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat di Timur Tengah yang mengubah konfigurasi dari konflik AS-gerakan nasionalisme Arab menjadi konflik AS-gerakan Islam politik.

Rentetan peristiwa besar di Timur Tengah pada dekade 1970-an telah menyadarkan para pengambil keputusan di Washington, tentang munculnya kekuatan baru, yaitu gerakan Islam politik yang bisa mengancam kepentingan neara-negara Barat di kawasan tersebut.

Washington semakin yakin atas kekuatan Islam politik itu, setelah meletus Revoulsi Iran tahun 1979, di mana Pemimpin Revolusi Iran Imam Khomeini saat itu menjuluki AS sebagai "setan besar".

Mantan Menlu AS Warren Christoper menyebut Iran sebagai negara pendukung uama terorisme di dunia. Ia menududh aksi-aksi kekerasan yang dilancarkan para aktivis Islam militan terhadap sasaran kepentingan AS mendapat inspirasi atau dukungan Pemimpin Revousi Iran Imam Khomeini.

Presiden Ronald Reagen pada masa awal pemerintahannya tampil lebih akomodatif terhadap gerakan Islam politik, menyusul invasi Uni Soviet ke Afghanistan tahun 1979. Presiden Ronald Reagen memasok bantuan militer kepada gerilyawan Mujahidin Afghanistan dalam memerangi pasukan pendudukan Uni Soviet. Reagen saat itu menggunakan gerakan Islam politik untuk menangkal pengaruh komunis blok Uni Soviet.

Pada akhir pemerintahan Presiden Reagen, tahun 1988, Washington mulai mengubah kebijakan politiknya lebih memposisikan berhadapan dengan gerakan Islam politik. Presiden Reagen menyetujui perpanjangan sanksi ekonomi atas Iran pada bulan November 1988. AS dan blok Barat memberi dukungan politik pada Baghdad yang diperintah partai Baath (partai berhaluan nasionalisme Arab) dalam perang Irak-Iran. Perancis memasok senjata ke Irak.

Masa pemerintahan Presiden George Bush senior yang dimulai pada tahun 1989 diwarnai oleh bangkirnya gerakan-gerakan Islam politik di Timur Tengah dan Afrika Utara. Di Sudan, pada tahun 1989, terjadi kudeta militer yang dipimpin jenderal pro-Islam Omar hassan Bashir yang berkoalisi dengan Front Nasionalis Islam pimpinan Hassan Turabi. Di Jordania dan Mesir, partai-partaai beraliran Islam meraih suara cukup signifikan. Di Aljazair, tahun 1991, Front Penyelamat Islam (FIS) berhasil memenangkan pemilu yang hampir mengambil alih kekuasaan sebelum digagalkan oleh militer.

Washington melakukan tekanan luar biasa dengan menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap pemerintahan Presiden Omar Bashir di Sudan yang dikendalikan oleh Front Nasionalis Islam pimpinan Hassan Turabi. Tekanan kuat dari Washington dan negara Arab pro Barat, memaksa Presiden Omar Bashir meminta Oama bin Laden yang berdomisili di Khartoum saat itu, meningalkan Sudan pada tahun1996. Hengkangnya Osma bin Laden dari Khartoum menuju Afghanistan tidak mengakhiri ketegangan hubungan AS-Sudan.

Pasca kasus pengeboman WTC tahun 1993, citra umat Islam dan Arab mulai buruk di mata opini umum AS. Warga AS menamakan aksi kekerasan yang dilakukan oknum Muslim tersebut sebagai cermin dari "budaya fantik" yang tidak mungkin dihadapi atau ditanggapi secara rasional. Faktor itulah yang membuat pemerintahan Presiden Bill Clinton selalu penuh curiga terhadap HAMAS dan Jihad Islam di Tepi Barat dan Jalur Gaza, Hizbullah di Libanon, FIS di Aljzair, dan lain-lain.

(BKS0411050900)

Tidak ada komentar: