Sabtu, 06 Juni 2009

Poros Islam suatu kemustahilan

Poros Islam suatu kemustahilan

Analisa msa (Mashadi ?) dalam Suara Utama SUARA ISLAM, Edisi 49, 1-14 Agustus 2008 tentang “Hambatan Menuju Poros Islam” (Penghalang bersatunya partai-partai Islam), bagikan angina lalu, tak mendapat respon sama sekali. Hal ini terlihat dari hasil pileg 2009 yang meluluh-lantakkan kekuatan politik umat Islam Indonesia. Bagaimanapun solusi masih tetap diperlukan.

“Menurut rumusan fiqih, jika disepakati bahwa berlakunya syari’at Islam merupakan suatu keharusan, maka hal-hal yang diperlukan untuk berlakunya syari’at Islam itu wajib diupayakan. Jika berlakunya syari’at Islam itu memerlukan tampuk kekuasaan, maka memperoleh kekuasaan itu merupakan suatu kewajiban. Jika untuk memperoleh kekuasaan itu membutuhkan partaai-partai politik Islam, maka adanya partai-partai politik Islam itu sebuah kewajiban. Dan jika ternyata realitasnya ada banyak partai politik Islam yang harus dipersatukan, maka upaya pemersatuan partai-partai Islam juga merupakan sebuah kewajiban”.

Bagaimana caranya, solusinya ? Partai Islam duduk bersama melakukan komunikasi politik secara intensif, menyamakan persepsi, merumuskan tujuan bersama, mengadakan pembagian tugas. Suatu kemustahilan ?

Di gedung YTKI Jakarta, 21 Juli 2009 tokoh-tokoh parpol dan ormas Islam telah duduk bersama berdiskusi membahas “Pembangunan Poros Islam menghadapi pemilu 2009”. Setengah hati ? Entahlah.

Apakah kekuasaan itu, hanya milik jahili sekuler (Namruz, Fir’aun), bukan milik Islami (Ibrahim, Musa).

(BKS09-5021830)

Tidak ada komentar: