Sabtu, 27 November 2010

Menyikapi musibah

Menyikapi musibah
(Sikap menghadapi musibah)
Orang beriman berupaya hidup mulia, hayathan thaiyiban, hidup dalam keberuntungan, hidup dalam Islam, hidup dalam beriman dan beramal saleh, beramal social. “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan berman, mereka sesngguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik” (QS 16:97). “Demi masa (sejarah membuktikan). Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kebenaran” (QS 103:1-3). “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang” (QS 87:14-15).
Orang beriman berupaya mati mulia, mati dalam husnul khatimah, mati dalam Islam, mati dalam berman dan beramal shaleh, beramal social. “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepadaNya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam” (QS 3:103). “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub, (Ibrahimberkata) : Hai anak-anakku, sesngguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam” (QS 2:132).
Orang beriman berupaya memandang segala hal dengan positif, sebaga anugerah, karunia Allah, termasuk dalam menyikapi musibah, bencana. Segala musibah, bencana disikapi oleh orang beriman sebagai anugerah, karunia Allah agar berlaku sabar, dan berlaku sabar itu adalah suatu kebikan. “Sangat mengagumkan keadaan seorang mukmin, sebab segala keadaannya untuk ia sangat baik, dan tidak mungkin terjadi demikian kecuali bag seorang mukmin. Jika mendapat nikmat ia bersyukur, maka syukur itu lebih baik baginya, dan bila menderita kesusahan sabar, maka kesabaran itu lebih baik baginya (HR Muslim dari Abu Yahya (Shuaib) bin Sinan arRumy) dalam “Tafsir Ibnu Katsir”, jilid IV, halaman 375, “Riadhus Shalihin” (Imam Nawawi, jilid I, halaman 52, hadis no.3 (Tarjamahan).
Bila disikapi dengan sabar, maka tertusuk duri, salah urat, tergelincir kaki akan menyebabkan dosa dima’afkan Allah. “Demi Tuhan yang menguasai nyawa Muhammad, tidaklah seseorang tertusuk duri dan mengalami salah urat, maupun tergelncir kakinya, melainkan karena dosa, sedangkan dosa yang dima’afkan Allah lebih banyak” (Hadits dari Hasan al-Basri, dalam “Tafsir Ibnu Katsir’, tentang QS 57:22).
Banjir besar yang datang menyapu negeri, atau gunung berapi meletus mengalirkan lahar, atau musuh menghujani negeri dengan bom atom, atau penyakit menular menyapu rata penduduk, pendeknya musibah yang datang tiba-tiba, atau datang secara berhanyut-hanyut, bagi seorang beriman semuanya dipandang positif, sebagai anugerah, karunia Allah, agar dapat berlaku sabar menerimanya. Jiwa orang beriman ditujukannya kepada Allah, yang dariNya dia datang, denganNya dia hidup, dan kepadaNya dia akan kembali (Prof Dr Hamka : “Tafsir Al-Azhar”, juzuk VII, hal 228, tafsiran ayat QS 6:48, “Maka barangsiapa yang beriman dan berbuat perbaikan, tidaklah ada ketakutan atas mereka, dan tidaklah mereka akan berduka cita”).
Meskipusn sama-sama ditimpa banjir, maka yang sabut terapung dan yang batu terbenaam. Meskipun sam-sama kena api, maka yang kertas hangus terbakar jadi abu, yang kayu terbakar jadi arang, yang air menguap, yang besi memuai. Semuanya tergantng dari identitasnya.
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.worpress.com as Asrir at BKS0503101400)


Tak ada yang tahu selain Allah
(Deus le volt)
Tak seorang pun yang tahu apa hikmah, rahasia, maksud, tujuan Allah menurunkan bencana gempa-tsunami Meulaboh 26 Dsember 2004 yang menewaskan lebih dari 150000 jiwa dan memusnahkan sejumlah bangunan di sekitar utara Samudera Indonesia. Juga bencana gempa-tsunami Mentawai dan gempa vulkanik Merapi pada tahun 2010. Hanyalah llah sendiri yang tahu tentang hikmah rahasianya.
Segala bencana ang terjadi telah dirancang, diprogramkan Allah sebelumnya sesuai kehendakNy, ilmuNya, seperti disimak dalam QS 57:2, yang menyatakan bahwa “Nought f disaster befalleth in the eart or in your selves but it is n Book before We bring it nto being” (Tiada sesatu musibah, bencana pun ang menimpa di bumi dan tdak pula pada dirimu sendiri melainkan tela tertulis dalam Kitab sebelum Kami menciptakannya).
Jika dikatakan bahwadengan bencana gempa-tsunami Meulaboh itu, Allah ingin menunjukkan ke MahakuasaanNya, maka muncul pertanyaan, aakah mash belum cukp bukti-but keMahakuasaanNya, seingga masih perlu menurunkan bencana-tsnami Meulaboh yang dahsyat itu sebagai buktinya.
Jika dikatakan bahwa bencana gema-tsuami Meulaboh itu sebagai azab, skasaan Allah, maka muncul pertanyaan, apakah mereka yang terkena musiba itu memang pantas diazab, disiksa, karena mereka lebih durhaka kepada Allah dari pada yang tak terkena bencana.
Jika dikatakan bahwa gempa-tsunami Meulaboh itu sebagai rahmat Alla, sebagai pengapus dosa-dosa, maka muncl pertanyaan aakah yang terkena musibah tersubut tergolong sahid, ergolng ahli surge karena dosa-dosana sudah dihapus.
Jika dikatakan bahwa bencana gempa-tsnami Meulaboh itu sebagai peringatan dari Allah, maka muncul pertanyaan apakah memang bencana sedahsyat it efektif menyadarkan yang seamat dari bencaa itu agar kembali ke jalan Allah yang lurus. Apakah ada tercatat dalam sejarah bahwa bencanaq-bencana efektif menyadarkan orang kembali ke jalan Allah ke jalan yang benar.
Di ayat QS 30:41 dan 42:20 dipahami bawa memang ada musibah, bencana (sepert kelaparan, keskinan, kematian, kecelakaan, kesengsaran, kesempitan, kesukaran, kesusahan, penyakit, gempa, badai, taupan) yang bertujuan sebagai peringatan agar sadar atas kesalahan, kekeliruan manusia dalam menata sistim hidup social ekonomi, serta segera kembali meperbaiki kesalahan, kekeliruan yang tela diperbuat.
Dari aat-ayat tersebut juga dpaami bahwa ada musibah, bencana yang disebabkan oleh dosa, kesalaan, kekeliruan manusia dalam menata sistim hidup social-ekonomi.
Bagaimana pun semua musibah, bencana itu adalah kehendak Allah “ Tiada sesuatu musibah yang menimpa seserang kecuali dengan idzin Allah “ (QS 64:11).
Bagaimana pun, bencana, gempa-tsuami bisa berfungsi ganda (multi function). Terhadap yang meninggal bisa berupa rahmat, penutup catatan amalnya, bisa pengurangi dosa-dosanya, bakan penghapus dosa-dosanya Terhadap anak-anak yang meninggal juga bisa berupa rahmat bagi dirinya, bisa bagi orangtanya (yang sabar menerima bencana itu). Terhadap ang keterlaluan, yang keliwat batas bisa berupa zab, siksaan. Teradap yang terlanjur, teledor menyimpang, menyeleweng bisa berupa peringatan agar kembali ke jalan yang benar. Terhadap yang sudah berada di alan yang benar bisa berupa check point untuk meningkatkan mutu keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.
Musibah, bencana yang menimpa bagi yang fasiq merupakan azab, siksaan, sedangkan bagi yang beriman merupakan nikmat (Prof Dr Hamka : “Tafsir Al-Azhar”, juzuk VII, hal 228). Banjir besar yang dataaaaaaaang menyapu negeri, atau gunng berapi meletus mengalirkan lahar, atau musuh menghujani sebuah negeri dengan bom atom, atau penyakit menular menyapu rata penduduk yang datang tiba-tiba atau datang secara berhanyut-hanyut, bagi orang yang berman semuanya adalah karunia llah, dari Dia mereka datang, dengan Dia merea hidup, dan kepadaNya mereka kembali.
“Tiadalah seorang tertusuk duri dan mengalami salah urat, maupun tergelincir kakinya melainkan karena dosa, sedangkan dosa yang dima’afkan Allah lebih banyak” (“Tafsir Ibnu Katsir”, re QS 57:22).
“Tiada seorang Muslim ang menderita atau terkena gangguan apa pun, baik yang berupa duri atau lebih dari pada itu, melainkan Allah akan menghapus sebagain dosanya, sebagamana rontoknya daun dari pohonnya” (THSR Bukhari, Muslim dari Abdullah bin Masud, Dalam “Riadhus halihin”, pasal “Sabar”).
“Tiada pembalasan bagi seorang hambaKu ang telah Kuambil kembali kekasihnya, kemudian orang itu menghapus pahala daripadaKu, selain dari pahala surge” (THSR Bukhari, dari Abi Hurairah, idem).
“Dan sesungguhnya Kami elah mengutus (rasu-rasul) kepada umjat-umat yang sebelumkamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka benar (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri” (QS 6:42).
“Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketka datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras dan syaithan menampakkan kepada mereka kebagusan apapun yang sealu mereka kerjakan” (QS 6:43).
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang elah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa ang telah diberikankepada mereka, ami siksa mereka dengan sekonyosng-konong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa” (QS 6:44).
“MAka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampa ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam” (QS 6:4)
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS0501111600)
Bahan renungan
1. Dari sudut pandang Islam, bencana tsunami di Mentawai dan gempa vulkanik di Merapi, apakah merupakan :
– teguran, peringatan dari Allah, ataukah
– ujian, cobaan dari Allah tentang keimanan, ataukah
– hukman, siksaan, azab dari Allah atas dosa-dosa yang dilakukan, ataukah
– pamer kekuasaan dari Allah, atakah
– sunnatullah (fenomena alam) semata ?

a. Seberapa besar efektifitas sanksi hukum, efektifitas bencana untuk mengembalikan manusia yang tersesat ke jalan kebenaran ?
b. Tanpa sanksi hukum, tanpa bencana, seberapa banyak jumlah manusia yang tersesat dari jalan kebenaran ?
c. Apakah dapat ditemukan fakta dan data sejarah tentang hal tersebut ?

2. Dari sudut pandang Islam, dana untuk korban bencana apa perlu diseleksi halal atau haramnya. Apakah penggalangan dana itu boleh saja dilakukan oleh semua kalangan, termasuk komunitas koruptor, maling, mucikari, germo, psk, gay, dan yang semacam itu ?

Parde pemenuhan kebutuhan

Kebutuhan
Manusia itu berbuat karena ada tenaga pendorong, faktor psikologik yang mendorong dan menggerakkan untuk melakukan sesuatu, yang disebut dengan motif. Motif itu mengandung keinginan,hasrat, kemauan untuk memenuhi kebutuhan.
Motif (sebab) atau driver (dorongan, push) untk memenuhi kebutuhan itu disebut instink (nafsu). Instink (nafsu) itu merupakan motif (sebab) atau driver (dorongan) timblnya perbuatan, sikap, ucapan ntuk memenuhi kebutuhan (need). Instink merupakan tenaga pendorong untuk memenuhi kebutuhan.
Mengacu pada skema Prof Mac Dougall dan Leslie D Waterhead (“Psychologie en Leven”, page 7273), serta pandangan imam Ghazali (“Ihya ‘Ulumuddin”) Dr R Paryana Suryadipura (“Manusia dan Atomnja”, 158:197-198) menyebutkan empat nafsu pokok : Egocentros (hayawaniyah, serakah, memetingkan diri), Polemos (shabu’iyah, marah, bertarung, berjuang), Eros (erotis, sjaithaniyah, berahi, beraurat, berkelamin), Religios rububiyah, beragama). (Simak juga Imam Ghazali : “Rahasia Hati”, 1985:31,16; Abul A’la AlMaududi : “Sejarah Pembaruan dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Agama”, 1984:22-36).).
Mengacu pada temperamen manusia kajian Galenus, terdapat empat kebutuhan pokok : Flegmatis (makan, kesenangan, kemewahan, teman, kecintaan, pertolongan), Chloris (kekuasaan), Melancholis (ketenangan), Sanguinis (kesucian batin) (Simak Sei H Datuk Tombak Alam : “Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah”, 1986:76; Hari Moekti : “Generasi Cerdas dan Bertaqwa”, 2004:30-31).
Skema hubungan antara nafsu, fisik dan psikis bias dilukiskan seperti berikut :
1. Nafsu : a. Egocentros (hayawaniyaqh), b. Polemos (shabu’iyah), c. Eros (syaithaniyah), d. Religios (rububiyah).
2. Kondisi fisik (metafisik) : a. Endomorphie, b. Mesomorphie, c. Ectomorphie, d. Metamorphie.
3. Kondisi psikis : a. Vuscerotania (Flegmatis), b. Somatonia (Chloris), c. Cerebrotania (Melancolis), d. Spiritonia (Sanguinis).
4. Tingkah/laku : a. Konatif, b. Motorik, c. Afektif, d. Kognitif.
5. Sikap mental : a. pengemis/pengamen, b. koboi/preman, c. badut, d. relawan.
6. Kebutuhan/kepuasan : a. lambung/usus, b. otot, c. kelamin, d. otak/hati.
(Mengacu pada Dr WElliam Sheldon dalam Dr R Paryana Suryadipura : “Manusia dan Atomnya”, 1958:203).
Nafsu (instinkt, syahwat, keinginan) itu berbagai macam ragam. Ada nafsu untk memenhi kebutuhan agar memilki harta benda, agar dapat memperoleh makan enak lagi banyak, agar dapat menyelamatkan diri, agar dapat mempertahankan hidup, agar dapat bergaul, berteman, bersahabat, agar dapat berketurunan, agar dapat berbakti, berbuat baik, mengadakan kebaikan, berprestasi, agar dapat melanjutkan jenis,. (Simak juga Prof Dr Omar Mohammad ar-Toumy al-Syaibany : “Falasafah Pendidikan”, 1983:142). Kebutuhan itu berbagai macam ragam. Ada kebutuhan material (fisiologik), kebutuhan akan rasa aman (keamanan dan ketenteraman), kebutuhan sosial (ketergantungan dan cinta kasih), kebutuhan ego (harga diri), kebutuhan realisasi diri (aktualisasi diri). Ada hasrat prestasi (need for achievement), hasrat afiliasi (need for affiliaton), hasrat kuasa (need for power). Kebutuhan akan keselamatan diri, nyawa; kebutuhan akan sanak famili, keluarga, karib kerabat, teman sejawat, kenalan, tetangga, kawan; kebutuhan akan kedudukan, pangkat, harga diri, status sosial-ekonomi; kebutuhan akan tempat tinggal, kampung halaman, tanah air (Simak juga QS 3:14). Semuanya itu dipersembahkan kepada Allah (Simak QS 9:111, 6:162, 9:24).
Parade pemenuhan kebutuhan
Manusia berbuat karena ada faktor psikologik yang mendorong dan menggerakkan untuk melakukan sesuatu, yang disebut dengan motif. Motif itu mengandung keinginan, hasrat, kemauan untuk memenhi kebutuhan. Ada kebutuhan fisiologik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan ketergantungan dan cinta kasih (kebutuhan sosial), kebutuhan harga diri (ego), kebutuhan aktualisasi diri (realisasi diri) (Maslow, 1970; SUARA PEBARUAN, Jum’at, 10 September 1997, hal 22, “Pemberdayaan Remaja Dalam Menanggulangi Pengangguran”, oleh Sudibyo Setyobroto).
Dalam konsep teologis, motivasi (niat) itu ntuk memperoleh kasih sayang dari Allah serta perlindungan, pemeliharaan keamanan dari Allah, untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Menurut pengamatan Emha Ainun Nadjib, masyarakat senantiasa membutuhkan “angop” (menguap). Yang merasa terlalu banyak korupsi membutuhkan angop dengan cara naik haji atau mesponsori pengajian. Yang gemar, doyan, menyukai wisata/budaya seks membutuhkan angop dengan memimpikan wisata/budaya spiritual (Simak “Surat Kepada Kanjeng Nabi”, 1997:31-33).
Kebutuhan angop itu menurut Emha Ainun Nadjib perlu dimodifikasi agar tidak terjerumus ke budaya dangkal-seks-judi-klenik.
Bangsa ini buan hanya miskin materi, tapi juga miskin mental, spiritual, nurani. Kemiskinan mental-spiritual ketiadaan harga dri mendorong kerakusan, kehausan akan pengakuan, sanjungan, aktualisasi diri.
Simaklah acara pembagian daging hewan qurban di berbagai tempat yang menelan korban, ada yang terjepit, terinjak-injak ketika berdesakan berebutan.
Simak pula maraknya panitia qurban yang mengesankan saling berebut, saling berlomba melakukan aktualisasi diri.
Panitia qurban cukup menyembelih hewan qurban dan memotongnya beberapa potong. Potong-potongan qurban tersebut langsng diantarkan oleh yang berqurban kepada tetangga/warga sekitar.
Simak pula betapa asyik-meriahnya acara dzikir-do’a berjama’ah sehabis salam penutup shalat Jum’at.
Simak pula maraknya acara malam takbiran menjelang shalat ‘id yang mengesankan saling berebut, berlomba melakukan aktualisasi diri. Bahkan sampai melakukan takbiran keliling menggunakan obor dan motor yang kadangkala menimbulkan tawuran dan gangguan keamanan. Disertai pula dengan menenggak minuman keras.
Acara malam tabiran itu apa disunnahkan oleh Rasulullah ? Jika seandainya ada sunnah Rasulullah tentang malam takbiran, apa saja yang boleh dilakukan, dan apa pula yang tak boleh dilakukan. Bahkan membaca AlQur:an dengan suara jahar/keras adakalanya disuruh dan adakalanya dilarang, tergantung pada situasi, kondisi, waktu, tempat.
Simak pula maraknya lembaga/badan bimbingan haji/umrah yang mengesankan saling berebut, saling berlomba melakukan aktualisasi diri serta mendapatkan keuntungan berupa fasilitas/dana.
Lembaga/badan bimbingan haji/umrah cukup membimbing manasik di tempat tanpa harus ikut terlibat langsung mengurus segala sesuatu pergi dan pulangnya.
Simak pula acara penggalangan dana peduli korban bencana gempa tsunami. Saling berlomba, berperan menghimpun dana dengan membawa atribut, bendera masing-masing.
Simak pula pembentukan berbagai tim untuk menjaga, memelihara memenuhi kebutuhan citra diri Presiden agar tak ternoda, tercemar noda intervensi Trias Politica.
Maslow menyebutkan bahwa puncak kebutuhan manusia adalah kebutahan realisasi diri yang bersifat non-materi. Kebutuhan akan pahala berdasarkan konsep teologis, juga berupa bentuk realisasi diri.
David McCelland memperkenalkan suatu istilah ‘need for achievement” suatu dorongan untuk berhasil, berprestasi, semangat menghasilkan prestasi kerja yang gemilang (Simak Edy Taslim : “Mencintai Pekerjaan”, dalam majalah psikologi ANDA, No.89/1984:13)
Laksanakan saja apa yang diperintahkan Allah. Tak peru sibuk memahami hikmahnya. Laksanakan saja sesuai dengan yang diperintahkan.
(Asrir BKS1011161330 written by sicumpaz@gmail.com sicumpas.wordpress.com)

Sikap mental

Sikap mental
Imam Ghazali menyebutkan empat tipe (sikap) mental manusia.
Pertama mental syahwat, mental herbivora, yang tamak, loba, rakus, bakhil, kikir, pelit, mubadzir, israf, boros, riya, busuk hati, hasad, dengki, iri, tidak punya malu, suka main-main, suka bersenda gurau, khianat, suka membuka rahasia, buhtan, bohong, dusta, suka menjilat, sakhriyah, suka mencela, mengejek, mengecam, mengeritik (egocentros/pengemis/pengamen).
Kedua mental amarah, mental carnivora , yang angkh, congkak, pngah, sombong, takabur, ujub, suka mengagumi diri, ghadhab, suka marah, keras, galak, buas, zalim, aniaya, suka menyerang, memukul, mencaci, mengejek, menghina, merendahkan, membenci, bermusuhan, membangkitkan amarah, suka disanjung, diapung, dipuji, diangkat, dihrmati, dimuliakan, minta ditaati, dpatuhi, berkemauan jahat, sembrono, bersiap acuh ta acuh (polemos/koboi/preman).
Ketiga mental syaithani, mental omnivora, yang ghurur, suka menipu, memalsu, memperdaya, mengelah, membujuk, talbis, mencampuradukkan urusan, ifsad, suka mencelakakan, nekad, berkata kotor (eros/badt).
Keempat mental rabbani, mental hkama, mental intelek, yang berilmu, memaami hakikat, cendekia, bersikap baik, bijak, ‘iffah, menjaga diri, qana’ah, merasa cukup dengan yang ada, wara’, tidak mementingkan dunia, sabar, lapang dada, berjiwa besar, berhat mulia, haya’, malu, anisah, ramah, ‘afwu, suka mema’afkan, ta’awun, suka bergotong royong, syaja’ah, berani, sakhi, dermawan, istiqamah, teguh pendirian, konsekwen, konsisten, tawadhu’, rendah hati, tasamuh, bertenggang rasa, bertanggungjawab, tenang, yakin, optimis, suka kebebasan dalam segala urusan, ihtiram, suka menghormati, memuliakan (religios/relawan).
Bakhtiar Amini menyebutkan empat tipe (siakp) mental madzmumah, mental tercela.
Pertama mental harimau campa, yang suka membentak, melotot, sombong, pongah, congkak, angkuh, benar sendiri, merasa kuasa.
Kedua mental kambing hutan, yang berkemauan ahat, suka menimbulkan sengketa, suka mengumpat, keras kepala.
Ketiga mental kucing siam, yang suka merugikan orang lain, mengambil harta orang lain tanpa hak. Keempat mental anjing polisi, ang tak tahu sopan santun, ska membual, suka merintangi kebaikan.
Dalam Qur:an dapat ditemukan beberapa tipe (sikap) mental manusia, antara lain :
Mental anjing, yang selalu kehausan saja, tak pernah merasa kenyang, tidak pernah merasa puas, tida pernah merasa cukup (Simak QS 7:176). Satu-satunya yang paling setia adalah anjing.
Mental monyet, mental beruk, mental kera, yang suka mencibirkan orang, memusuhi orang lain, tidak punya malu, tamak, merusakkan orang lain, suka cemburu, menghelah, melakukan manipulasi, menipu, mengecoh (Simak QS 5:60).
Menal ternak, yang hanya memperhatikan soal perut (homo economicus) (Simak QS 47:12; 7:179).
Mental keledai, ang bersuara buruk, yang tidak mau tahu dengan kewajiban (Simak QS 62:5).
Dalam hubungan antara bawaan dengan atasan, terdapat tiga macam tipe (sikap) mental manusia.
Pertama mental centeng, mental kacung, yang suka berpura-pura, plin-plan, bohong, dusta, tidak jujur, pengecut, tidak mau bertanggngjawab, suka menjilat, tertutup, hipokrit, bersikap rikuh, pema’af yang tidak pada tempatnya, mudah terkesima atas penampilan atasan, bersikap netral yang kurang beralasan, cenderung bersikap asal atasan senang. Ya llah, saya berlindung kepadaMu dari kelemahan dan malas, dan peakut dan tua, dan bakhil kikir (Tarajamah HR Muslim dari Anas).
Kedua mental juragan, mental feodal yang angkuh, congkak, pongah, sombong, suka disanjung, diapung, diangkat, dihormati, dimliakan, mudah tersnggung, emosional, pemarah. Tida akan masuk surge orang ang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dar sifat kesombongan (Tarjamah HR Muslim dari Abdullah bin Mas’ud). Orang-orang ahli neraka ialah tiap-tiap orang yang kejam, rakus dan sombong (Tarjamah HR Bukhari, Muslim dari Haritsah bin Wahab).
Ketiga mental democrat, mental rakyat, yang objektif, jujur, adil, bijak, sabar, lapang dada, terbka, teguh pendirian, bertnggngjawab, luas pandangan. Ya Allah saa mohon kepadaMu petunjk (hidayat) dan taqwa, keluhuran budi dan kekayaan (Tarjamah HR Muslim dari Ibn Mas’ud). Ya Allah berilah kepadau petunjuk dan kebenaran (Taramah HR Muslm dari ‘Ali).
Mental democrat dapat dipupk dengan sikap ikhlas beramal, bersih dari sysirik, baik syirik besar, maupun syirik kecil, bersih dari rasa hasad, dengki, iri, ambisi, terbka, mau dikoreksi, mau mengoresi, mengutamakan kepentingan bersama. Ada tiga hal yang aan membuat enggan hati seorang Muslim untuk berkhianat (hasad dengki, ri, ambisi) : a. beramal ikhlas karena Allah, untk Allah, b. member nasehat kepada sesame Muslm, c. loyal, setia terhadap ama’ah Muslimin (Tarjamah HR Sufyan bin ‘Ujainah dari Abdullah bin Mas’ud).
Pada suatu hari seorang yang lebih mlia, yang kedudukannya, martabatnya anya di bawah Raslullah dan Abu akar, setelah selesai berpidato di atas mimbar diggat oleh salah seorang yang hadir (Salfan al-Farisi) dihadapan orang banyak. Penggugat tidak bersedia mendengarkan dan tunduk pada Umar sekalu Khalifah, sebelum Umar menjelaskan lebih dahulu kenapa baju yang dia pakai lebih banak memakn kain, dibandngkan dengan yang dipakai oleh orang banyak, sedangkan pembagiannya sama banyak (sama BESAR). Umar tdak menjawab, tidak merasa dipermalukan, tidak merasa diperhinakan. Umar memintakan kepada puteranya, Abdullah untuk menjelaskannya. Abdullah menjelaskan bahwa ia telah memberikan bagiannya kepada ayahnya, Umar. Etelah itu barulah si penggugat bersedia dengan senang hati mendengarkan dan tunduk pada Umar.
Seorang democrat sejati tdak merasa dipermalukan, diperinakan, bila ia digugat secara terang-terangan di hadapan orang banyak. Jiwa democrat, jiwa kerakyatan menuntut, menghendaki kebebasan, kemerdekaan yang sempurna untuk mengeluarkan pendapat, kebebasan enuh menyampakan suara hati nurani, berdasarkan argumentasi dan dalil yang benar.
(Disimak antara lain dari :
1. Ahmadi Thaha : “Sejarah Pembaruan dan Pembangunan Kembali lam Fikiran Agama” (Abul Ala Al-Maududi), halaman 22-36.
2. Amien Noersyam : “Keajaiban Hati” (Imam Ghazali), halaman 31-34.
3. Bakhtiar AQmini : “Ringasan Tamb Adat Alam Minangabau”, halaman 5-7.
4. Prof Dr Hamka : “Tafsir Al-Azhar”, juzuk IX, halaman 145-146,165,173.
5. Haedahar Nashir : Akhlak Pemimpin Muhammadiyah”, alaman 3.
6. Alwi As : “Jawaban terhadap Alam Fikiran Barat yang keliru tentang al-Islam” (Muh Quthub), halaman 58.
7. Salim Bahreisy : “Tarjmah Riadhus Shalihin” (Imam Nawawi), jilid I, halaman 504,505, hadis 1,3; jilid II, halaman 366,368, hadis 4,9,10.
8. Drs Daj’far Abd Muchith : “Al-Hadits sebagai sumber Hukum” (D Musthafa As-Siba’i), haaman 253.
9. M Ali Hasan mar : “Sepulu Shabat dijamin Ahli Syurga’ (Muhammad Ali Al-Quthub), halaman 69,72.
10. Muhammad al-Baqir : “Khilafah dan Kerajaan” (Abul A’la al-maududi), halaman 131,132.
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS9104191315)

Hidup dalam mitos dan klenik

Bukan klenik, tapi kearifan local ?

Juru kunci gunung Merapi bertugas, bertanggungjawab menjaga gunung Merapi hingga nafas sterakhir. Bertugas, berhak memimpin prosesi Labuhan/Ruwatan untuk memanjatkan doa dan mempersembahkan sesajen kepada Eyang Petruk, sang penunggu gunung Merapi (sing mbaurekso), sang magis pengayom masyarakat yang berdiam di kawasan gunung Merapi. Ini sama sekali bukan klenik, melainkan kearifan local yang diyakini secara turun temurun oleh leluhur. Demikian suara Nugroho Angkasa dalam MEDIA INDONESIA, Rabu, 3 November 2010, halaman 20. Juga suara tokoh spiritual Permadi SH dalam wawancara dengan reporter televisi pada Sabtu, 6 November 2010.

Muncul pertanyaan, apa saja cirri, unsure dari klenik, khurafat, takhyul itu. Apakah memang prosesi labuhan/ruwatan, persembahan sesaajen, mbah roso (sing mbaurekso), magis pengayom masyarakat itu bukan termasuk ke dalam kategori klenik, khuafat, takhyul ?

Islam mempertanyakan keyakinan secara turun temurun oleh leluhur itu. “Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walau pun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak pula mendapat petunjuk ? “ (QS 5:104) (What! Even though theirs fathers had no knowledge what saevu, and no guidance ?). Bagaimana logika Permade cs ?

(Asrir BKS1011040930 wsritten by sicumpaz@gmail.com sicumpas.wordpress.com)

Hidup dalam mitos

Dulu, kini, nanti manusia hidup dalam mitos, berpikir brdasar mitos. Dulu, agar trhindar dari bahaya, malapetaka dengan menggunakan ruwatan, petung dan sesaji.

Agar dapat mengatasi krisis dari keterjajahan dimitoskan Presiden Soekarno sebagai Ratu Adil dengan gelar yang serba agung, “Pemimpin Besar Revolusi”, “Penyambung Lidah Rakyat”, “Seniman Agung”.

Agar dapat mengatasi keterbelakaangan menuju pembangunan dimitoskan Presiden Soeharto sebagai Juru Selamat, dngan menyandang gelar “Bapak Pembangunan”, “Jenderal Besar”.

Agar dapat mengatasi disintegrasi bangsa dimitoskan Gus Dur sebagai “Bapak Pluralisme” (Kuntowijoyo : “Mengakhiri mitos Politik”).

Di kalangan intelektual dimitoskan bahwa ilmu pengetahuan Barat sebagai sumber kemajuan, peradaban.

Para tokoh dimitoskan sebagai pembawa misi profetik (nubuwah ?), sebagai juru selamat, pembebas bangsa dan kemiskinan, keterbelakaaaaaangan, pengantar ke kesejahteraan.

Demokrasi dimitoskan sebagai pembawa kedamaian.

(Asrir BKS1010110730)

Di tengah kepalsuan

Di tengah kepalsuan
Kita manusia Indonesia amat suka dan mudah mengarang mitos untuk member kekuatan atau kepercayaan. Hal ini merupakan warisan turun temurun sejak jaman animism yang dianut oleh nenek moyang kita dulu. Dan sampai dewasa ini, masih banyak sisa-sisanya melekat dalam jiwa kita. Pancasila kita keramatkan memiliki keberkahan, kesaktian, keampuhan, dipandang suci, kudus, memiliki nilai sacral spiritual.
Sejak kita ditindas, dipaksa oleh kekuatan-kekuatan asing dari luar, maka kita sudah amat terbiasa bersikap pura-pura, munafik, hipokrisi, lan di depan, lain di beakang, menyembunyikan apa yang sebenarnya kita rasakan, kita pikirkan, kita kehendaki. Sikap hipokrisi ini merupakan salah satu cri utama kita manusia Indonesia yang cukup menonjol.
Sistim feodal kita di masa lampau, jauh sebelum kita dijajah bangsa asing yang begit menekan, yang telah menindas daya nisiatif kita menjadi saah satu smber dari kemunafikan yang dahsyat ini. Dan ini berlangsung terus sampai dewasa ini.
Dampak kejiwaan dari penjajahan bangsa asing ang terlalu laa, telah melahirkan manusia-manusia berjiwa budak, yang berwatak budak, yang hanya ta’at patuh menurut perntah, tetapi enggan memikul tanggungjwab, meskipun fisik lahiriyah adalah manusia merdeka. Sikap enggan memikul tanggngjawab ini juga merupakan salah satu cirri kita manusia Indonesia yang cukup menonjol. Atasan menggeser tanggungjawab tentang sesuatu kesaaan ata kegagalan kepada bawahan. Dan bawahan kepada yang bawaan lagi, d agar dapat mempertahankan hidup,emikian seterusnya,
Dewasa ini sikap egaliter, sikap kebersamaan tampaknya meluncur menuju kepunanahan. Dan sebaliknya tumbuh subur berkembang kultur suasana paternalism, feodalisme baru. Demikian menurut hewat sementara pengamat masalah social-politik. Hal ini terlhat dalam pelaksaaan kekuasaan Negara, dalam upacara-upacara resmi kenegaraan, dalam hubungan-hubungan organisasi kepegawaian. Di dalam dan di luar pemerintahan sama saja tak ada bedanya.Yang menentukan hanyalah yang berkuasa. Tetap saja budaya feodal.
Sejak UUD-45 didekritkan kembali oleh Presden Sukarno 5 Juli 1959, secara pelan tetapi pasti (mantap), muncul kembali kecenderungan mengacu ke atas, yang lebih dikenal dengan paternalistik. Masyarakat neo-feodalistik lebih paternalistik daripada patrimodial, lebih menonolkan bapak angkat dari anak angkat, lebih menonjolkan siapa (person, figure) dari apa (problem, tema).
Pada masa alu sikap mengacu ke atas ini berkembang subur di kalangan feodalis. Kecenderungan mengacu ke atas ini dapat dipantaqu dari wejangan politik, ceramah, pengarahan, penataran oleh pejabat dan wakil rakyat, baik lewat televise, radio, maupun media cetak. Semanya memantulkan, mencerminkan bahwa pemerntah pihak yang member segalanya, sedangkan rakyat hanya tinggal terima jadi saja, disuapi, digurui, disantuni, dituntun, dibimbing, diayomi, ditatar.
Di mana-mana dipamerkan bahwa pemerntah adalah pihak ang pintar, sedangkan rakyat adalah pihak yang bodoh, yang perlu digurui. Suasana, situasi, kondisi ini tidaklah mencerminkan persamaan dan kebersamaan (egalite) antara pemerintah da rakyat, bahkan sebaliknya mengesahkan pemerintah sebagai pihak atas dan rakyat sebagai pihak bawah. Sistem protokoler (juga hak veto) sebenarnya adalah dipungut dari budaya feodal.
Hal ini juga terlihat dalam sidang pengadilan antara kedudukan atau posisi hakim dengan kedudukan atau posisi terdakwa, yang menempatkan terdakwa tdiak sejajar dengan hakim, meskipun dianut prinsip bahwa terdakwa dianggap tidak bersaah sebelum diputuskan oleh pengadilan Termasuk pembedan penggunaan kata sapaan “Bapak/Ibu” dengan “Saudara”.
Tak terlihat suasana persamaan antara semua orang, baik terdakwa, penuntut, hakim, ang mencerminkan sila kedalatan rakyat yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan permufakatan. Lebih tercermin otkrasi dari demokrasi. Untuk selamanya suasana, situasi, kondisi ini entah sengaja diciptakan secara sistmatis untuk melesatarikan kedudkan ataukah hanya sekedar proses sejarah menuju kembali kea lam majapahit gaya baru.
Ketua para hakim di seluruh kerajaan Abbasiyah, mam Abu Yusuf (murid Ima Hanafi) sampai akhir haatnya merasa menyesal tidak meminta kepada Khalifah (arun a-Rasyid) untuk memberikan sebuah kursi untuk tempat duduk seorang Nasrani yang disidangkan dalam sengketa antara Khalifah dan Nasrani tersebut, padahal jika ia minta aan diberikan oleh Khalifah kepada si Nasrani sebuah kursi agar ia duduk di atasnya (“Khilafah dan Kerajaan”, hal 358).
Yang Islam tida lagi takut akan hukum Islam. Yang bkan Islam tida lagi takut akan hukum Negara. Di antara sekian banyak umat bragama di Indonesia, berapa yang sungguh-sngguh menghayati ajaran agama masing-masing, dan membuat ajaran agama tersebut menjadi pandangan hidup, dasar moral dan tingkah laku mereka setiap hari ? Bukan hanya sekedar rajin melakukan ritus kegamaan sexcara konvensional saja, tetapi yang juga dalam tingkah laku setiap hari dapat mencerminkan nlai dan ajaran mereka.
Di mana-mana disaksikan kepalsuan, kepura-puraan, kebohongan, kedustaaan, kemnafikan, pemutarbaikan, imitasi, hipokrisi, manipuasi, intimidasi, agitasi, provokasi, propaganda, tidak samanya antara pernyataan dan kenyataan,
Di mana-mana disaksikan kesenjangan antara kau dengan amal, antara omongan dengan tindakan, antara ucapan dengan perbuatan, antara teori dengan praktek, antara cita dan cipta, antara karsa dan karya, antara gagasan dengan trepan, antaa ernyataan dengan kenyataan, antara tuntnan dengan tontnan, antara wejangan dengan tindaan, antara tema dengan upaya. Tak heran, bila disaksikan politik sosialis bisa kawin denganekonomi liberalis. Inilah demokrasi feodal-kolonial, demokrasi feodal-kultrstelsel.
(Disimak antara lain dari :
1. PANJI MASYARAKAT, No.221, 15 April 1977, halaman 46-47, “Manusia Indonesia Sekarang” (cuplikan dari ceramah budayaq Mukhtar Lubis tenang “Situasi Manusia Indonesia Kini, dilihat dari segi Kebudayaan dan Nilai”).
2. Ellys L Pambayun : “Ciri Kepribadian Asli Orang Indonesia. Orang Yang Berilmu Kenapa Harus Mendari “Ilmu” Yang Lain”, MEDIA PEMBINAAN, Kanwil Depag Prop abar, Bandung, No.2/XVIII-1991, Mei 1991, alaman 19-20.
3. KIBLAT, No.19, Th.XXXV, 5-20 April 1988, halaman 12-13, “Seangat Egaliter Hampir Pnah ??; alaman 14-15, “Boleh bertanding engga bole menang” (koentar Dr Ahmad Syafi’I Ma’arif dan Dr.Juwono Sudarsno).
4. Alwi As : “Jawaban terhadap Alam ikiran Barat yang keliru tentang al-Islam (Muh Quthub), halaman 58, “Pandangan Islam tentang perbudaka”.
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS9104161145)

Kita ini bangsa fasiq

Fasiq
Kita mengaku berTuhankan Allah, tahu hukum Allah, tetapi kita tidak mau menegakkan hukum Allah, tidak mau menerima hukum Allah, sengaja melanggarnya, beramal, bertindak berentangan dssengan perintah dan ajaran Allah. Kita membenarkan dalam ucapan, tapi kita menyangkal dalam tindakan.
Kita mengaku beriman kepada Allah swt sebagai Rabb, Islam sebagai dien, AlQur;an sebagai pimpinan (imam), Nabi Muhammad saw sebagai suri teladan (uswah, qudwah), tetapi kita tdak mau mengikuti ajarannya.
Kta mengaku bahwa hak sesame Muslimin, baik sebagai tetangga, kerabat, teman sepekerjaan, teman sperkumpulan meliputi menyebarkan salam, menjawab salam, menengo yang sait, mengantarkan jenazah, memohonkan do’a, mendo’akan yang bersin (berbangkis), menolong yang teraniaya (tertindas), menolong yang kesusahan, menasihati yang membutuhkannya, menutupi aibnya, tidak mengganggu atau merugikannya, tetapi kita tidak menunaikannya.
Kita begitu bersemaqngat menghimpun dana untuk meringankan beban penderitaan korban bencana alam dan bendana perang bak di dalam maupun di luar negeri, tetapi kita menutup mata menyaksikan beban penderitaan hidup yang berkepanjangan ang dalami oleh para terlantar, terlunta-lunta, gelandangan, pengemis, pemulung, anak kolong, anak jalanan, tuna arta, tuna wisma, tuna karya.
Di depan umum kita sangat mengecam penghidupan seks bebas yang terbuka atau setengah terbua. Tapi kita buka tempat-tempat mandi uap, kita atur tempat-tempat prostitusi, kita lindungi dengan berbagai aturan resmi, setengah resm ataupun cara swasta.
Dalam lngkungan sendiri, kita pura-pura alim. Begitu lepas, keluar dari lingkungan sendiri, kita antas masuk tepat maksiat. Kita ikut-ikut maki korpsi, tetapi kita sendiri tak bersih dar korupsi, bakan sebagai koruptor.
Kita mengatakan, bawa hukum itu berlaku sama terhadap semua orang. Tetapi dalam kenyataan kita lihat pencuri masu penjara, sedangkan pencuri besar segera akan bebas, atau masuk penjara sebenatar saja.
Kita latah mengajak, menganjurkan memererat, memperkokoh hubungan slaturrahim. Tapi dalam diri kita sendiri tak secuilpun benih raim itu bersemi. Kita daang berkunjung bertamu ke empat sanak family, kita menunggu, menanti kedatangan kunjungan sanak family pada saat hari raya idul fitri untuk mepererat hubungan silaturraim. Tapi diri kita sendiri kosong dar rahim itu. Kita bersalam-salaman, berma’af-ma’afan dengan tetaggag sekitar pada hari raya idul fitri taklebih dari depan pintu rumah.
Kita hibur gembirakan yatim miskin pada hari raya idul fitri dengan menyantuninya dengan sandang dan pangan bilamana nama kita diumumkan, disiarkan, disebut sebagai penyantun. Tapi kia masa bodoh, ta peduli sama sekali bilamana nama kita tak akan diumumkan, disiarkan, disebut sebagai penyantun.Tak pernah tergerak hati kita untuk menghibur menggembirakan keponakan, anak family, anak tetangga berknjung ke taqman ria anak-anak.
Kita mengaku percaya bahwa belum beriman seseorang sebelum ia mencintai sesame Mukmin sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, tetapi kita tak pernah berupaya mewujudkan kesamaan antara pernyataan (Das Sollen) dengan kenyataaqn (Das Sein). Kita getol berkoar meneriakkan seruan menggalang persatuan dan kesatuan. Tapi kita sendiri ogah dating berkujung bertama ke rmah yang berlainan paham dengankita, mengucapkan salam selamat. Lain di bibir, lain di hati.
Kita nyatakan Nabi Muhammad teladan sempurna. Tapi nyatanya, ajaran nabi Muhammad kita lemparkan. Kita pungut yang bukan ajaran abi Muhammad. Kita nyatakan Qur:an itu tuntunan sempurna. Kita gunakan Qur:an untuk sarana sumpah. Tapi nyatanya ajaran Qur:an kita lemparkan. Kia singkirkan Qur:an dari Konstitusi. Kita pungut yang bukan ajaran Qur:an. Kita nyatakan Islam itu system sepurna. Tapi nyatanya ajaran Islam kitaleparkan. Kita punut yang bukan ajaran Islam. Kita nyatakan Allah itu Maha Sempurna. Tapi nyatanya ajaran Allah kita lemparkan. Kita pungut yangbukan aaran Allah. Kita mengaku percaa kepada Tuhan ang Maha Esa (sila pertama Pancasila), tetapi kita juga percaya kepada Nyi Roro Kidul, dewi siluman di laut selatan yang dipandang sakti.
Kita mengaku berTuhankan Allah, tetapi kita tdak mau menunaikan hak Allah, bahkan mencintai makhluk. Kita tahu bahwa yang bernyawa akan mati, tetapi kita mencintai rumah tempat tinggal. Kita percaya akan akhirat, tetapi kita mencintai hidup dunia. Kita percaya bahwa di ahirat kela segala sesuat akan diperhitungkan, tetapi kita mengejar, menumpuk hara kekayaan. Kita percaya akan kewajiban bertobat, tetapi kita suka berbuat maksiat. Kita tau bahwa dunia ini akan lenyap, tetapi kita hidup dalam kemewahan. Kita thu bahwa setiap hal mengikuti takdir, tetapi kita resah gelisah mengalami kegagalan. Kita percaya bahwa neraka disediakan bag yang jahat, tetapi kita melakukan perbuatan dosa. Kita percaya bahwa sorga disedakan bagi yang mengerjakan kebajikan, tapi kita tidak berupaya memperolehnya, bahkan kita tdak merasa puas menikmati kekyaan dunia. Kita tahu bahwa seta itu musuh kita, tetap kita patuh mengikuti kemauan, perintahnya. Kita membaca Qur:an, tapi kita tidak mengamalkan ajarannya. Kita mengaku cinta akan Rasulullah, tetapi kita tidak mengikuti Sunnahnya. Kita tutupi aib kita, tetapi kita beberkan aib orang lain.
Kita bisa saja mengibuli manusia. Api kia tak bisa lepas dari tilkan Yang Maha Kasa. Kita bisa saja mengibuli semua orang pada suatu jumlah orang pada sepanjang masa, tapi kita tak akan bisa mengibuli semua orang semanjang masa.
(Disimak antara lain dari :
1. Abu Fahmi : “Bercinta dan Bersaudara Karena Allah” (Husni Adham Jaurar), Gema Insani Press, Jakarta, 1990:33,38.
2. H Mawardi Noer SH : “Me4milih Pemimpin”, Publicity, Djakarta, 1971:15-16.
3. Drs Asyhuri : “Orang Kafir Dapat Menerima Pahala Dai Surga ?”, KANISA, Assalam, Surakarta, No.03, Rabiul Awal 1410h, halaman 23.
4. PANJI MASYARAKAT, No.221, 15 April 1977, alaman 46-47, Mukhtar Lubis : “Manusia Indonesia”.
5. Abdullah Thaher : “Kitab al-Islaqm wal-Amal”, halaman7.
6. Amien Noersyams : “Rahasia/Keajaiban Hati “ (Imam Ghazali), halaman 130, tentang tempat masuk setan.
7. Mahfud Sahli : “Dibalik Ketqjaman Hati” (Imam Ghazali), halaman 34, tentang Kelengahan, halaan 57, tentang Kecintaan.
8. SUARA MASJID, No.61, Th V, Oktober 1979, halaman 80, “Mutiara Hikmat dari Usman bin ‘Affan”.
9. KOMPAS, Minggu, 28 Maret 1993, halaman 9, Asal Usul, “Interupsi”, Mahbub Junaidi.
10. PANJI MASYARAKAT, No.245, 15 Aprl 1978, halaman 3, “Hikayat Ibrahim bin Adham.
11. H Salim Baqhreisy : “Tarjamah Riadhus Shalihin (Imam Nawawi, jilid II, halaman 416, hadis 2, “Kejelekan orang bermuka dua”; jilid I, halaman 211, hadis 2, “Perintah Menunaikan Amanat”.
12. H Salim Bahreish : “Tarjamah al-Lukluk wal-Marjan” (Muhammad Fuad Abdul Baqi), jilid I, halaman 46, hadis 87, “Tercabutnya amanat dan iman dari hati, dan banyaknya ujian hidup”.
13. S Sjah SH : “Islam Lawan anatisme dan Intoleransi” (Khurshid Ahmad, MA, LLB), Tintamas, Djakarta, 1968, halaman XIII.
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS9104161030)

Saya dan Madrasah Diniyah Pasir

Saya dan Madrasah Diniyah Pasir

Saya lahir dari keluarga Muslim 13 Jumadil Akhir 1358 atau 31 Juli 1939. Dibesarkan di tengah lingkungan komunitas Muslim di desa Pasir di kaki Gunung Merapi, tujuh kilometer arah timur dari Jam Gadang Bukittinggi Sumatera Barat.

Ketika berusia delapan tahun mulai belajar membaca AlQur:an di Madrasah Diniyah Pasir Ampek Angkek Bukittinggi tingkat awaliyah dari Ustqadz Haji Husin Ishaq dan Ustadz Rakanan Kari Sulaiman. Baru belajar Ilmu Tajwid setelah duduk di bangku sekolah menengah lanjutan pertama dari Ustadz Haji Sa'adduddin.

Belajar pengetahuan dasar Bahasa Arab dan Agama Islam pada tingkat Ibtidaiyah di Madrasah Diniyah Pasir. Di antara yang mengajarnya di Ibtidaiyah adalah Ustadz Ismail Saleh (Kepala Madraqsah), Haji Husin Ishaq (Nahwu dan Sharaf), Abdul Manaf Rasyad (Tarikh, Khath), Said Saleh (Tafsir, Ushul), Anwar Saleh, Ali Amran Zasini, Zuraida Ja'far (Muthala'ah, Muhadatsah), Zub aidah Rahman, Nawir Zubir, Munawir Nabi.

Buku teks yang dipakai antara lain : Fiqih Wadhih Mahmud Yunus, Muthala'ah dan Muhadatsah Mahmud Yunus. Kitab us Sa'adah Abdul Rahim Manafi (Tauhid), Tafsir AlMunir Jalaluddin Thaiyib, Hadits Arba'in Imam Nawawi, Mabadi Awaliyah Abdul Hamid Hakim (Ushul). Durusul Lughah Arfabiyah Galayaini (Nahwu dan Sharaf), Miftahul Yaqin (Tarikh), Targhib wa tahdzib (Akhlaq).

Di Sekolah Dasar (Sekolah Rakyat) dan di Sekolah Lanjutan Pertama (SMP) yang mengajarnya pengetahuan dasar tentang Agama Islam adalah Ustadz Ismail Saleh (Kepala Madrasah Diniyah Pasir).

Di Sekolah Lanjutan Atas (SMP) yang mengajar pengetahuan dasar tentang Agama Islam adalah Ustadz Haji Jalaluddin Thaiayib (Pengarang Tafsir AlMunir).

Di luar sekolah pengetahuan tentang Agama Islam diperoleh dari penceramah-penceramaah di taklim mingguan, seperti Qari Makhdum, dan dari bacaan dalam majalah dan buku, termasuk yang terjemahan dari berbagai aliran, paham, ideologi.

Ketika berusia dua puluh lima tahun saya menikah dengan wanita sedesa yang latar belakang keislamannya hamper sama dengan saya.

Anak-anak semua kami sekolahkan ke sekolah, madrasah, pesantren yang mengajarkan penghetahuan dazsar tentang Agama Islam menurut AlQur:an dan Sunnah yang disepakati (muttafaqun 'alaih).

(BKS1010310615)

Sosok Said Saleh

Salah seorang tamatan/lulusan pertama Madrasah Diniyah Pasir (1928-1935) adalah Ustadz Said Saleh. Beliau bukan seorang kutu buku. Bukan seorang yang suka banyak baca. Pendidikan beliau hanya terbatas sampai disitu. Tak pernah melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tnggi. Namun beliau mampu mengajar di alamamaternya Madrasah Diniyah Pasir (1935). Mengarkan buku-buku seperti Tafsir Qur:an dan Ushul Fiqih berbahasa Arab. Membuat ujian dalam bahasa Arab. Padahal pelajaran bahasa Arab di MaDRASAH Diniyah Pasir yang beliau terima hanya bersifat pasif, bukan aktif. Beliau juga dipercayai sebagai Khatib Jum’at di Masjid Jami’ Pasir. Beliau berkhutbah tanpa menggunakan teks khutbah. Apakah hal ini merupakan salah satu buah/hasil pendidikan. Kurikulum dan bidang studi Madrasah Diniyah Pasir di masa Said Saleh sekolahsangat terbatas, sangat sederhana dibandingkan dengan kurikulum dan bidang studi pada masa kini. Bagaimana model sistim pendidikan yang dapat melahirkan sosok-sosok Said Saleh.

(BKS0905091330).

Mengenang Syekh Abdul Latif Syakur

Syek Abdul Latif Sakur adalah salah seorang ‘alim di ranah Sumatera Barat, dari desa Baligurah, kecamatan Ampek Angkek, Bukittinggi pada awal abad ke-20 (Simak antara lain Hamka : “Kebudayaan dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia di Aceh”, PANJI MASYARAKAT, No.197, 15 April 1976, hal 29).

Diperkirakan pada awal abad ke-19 di Ampek Angkek terdapat seorang ulama yang sangat besar peranan dan pengaruhnya, seorang yang ternama dan sangat disegani, dikenal dengan nama Tuanku Nan Tuo dari Koto Tuo. Beliau belajar ilm agama pada Tuanku Kamang, Tuanku Sumanik, Tuanku Nan Kacik dar Koto Gadang, Tuanku Mansiang Nan Tuo dari Paninjauan. Beliau mahir Ilmu Manthiq, Ma’ani, Tafsir, dan Ilmu Syariat lain. Banyak alim ulama seluruh alam Mnangkabau dan sekitarnya datang berguru menuntut lmu kepada beliau. Dengan usaha beliau berangsur-angsur banyak orang yang memeluk agama Islam. Di Ampek Angkek (di desa Batu Taba) Haji Miskin dari Pandai Sikek pernah tinggal menetap.

Tuanku nan Tuo mempunyai putera, yaitu Jalaluddin Fakih Sagir sekaligus adalah mired beliau. Jalaluddin Fakih Sagir yang kemudian dikenal dengan Muhammad Salim, atau lebih dkenal dengan sebutan Syekh Muhammad Cangking.

Dari Syekh Muhammad Cangking inilah asal trunan syakh Thaher Jalaluddin. Sekh Thaher Jalaluddin dengan Syekh Ahmad Khatib adalah saudara sepupu pihak ibu, sepersukuan di bawa Datk Bagndo, Lareh Ampe Angkek.

Syekh Abdul Latif Syakur aalah salah seorang anak didik syekh Ahmad Khatib. Di antara anak didik Syekh Ahmad Khatib yang lain adalah : Syekh Sulaiman ar-Rasuli Candung, Syekh Muhammad Jamil Jambek Bukittinggi (1860-1947), Syekh adang Laweh, Syekh Abdul Kaim Amarullah Manibnjau (1879-1945, Syekh Abdullah Ahmad Padang Panjang (1878-1933), Syekh Muhammad amil Jaho Padang Panjang, Sekh Thaib Umar Sungaiang batusangkar (1874-1920), Syekh Musa Parabek (1884-). Beliau-beliau ini di atas angkatan Syekh Mahmud Syaltut Mesir.

D antara anak didik Syekh Abdul Latif Syakur adalah Syekh Abbas Padang Japang Payakumbuh (1883-1957), pendiri Darul Funun Abbasyah (Thawalib Padang Japang).

Sebagai Muballigh, Syekh bdul Latif Syakur berdakwah dari suatu desa ke suatu desa, dari satu masjid ke satu masjid. Salah satu masjid yang secara rutin tetap beliau kunjungi sekali seminggu adalah di kampng Bonjol Alam, desa Ampang Gadang, Bukittinggi. Ketika menyampaikan pengajian, beliau langsung menyedakan minuman sendiri. Untuk mengurangi kesulitan suaranya, beliau sesalu mengantongi permen (untuk melegakan tenggorokan beliau).

Pada tahun lima puluhan (1951) beliau turut mengajar pada Madrasah Diniyah Pasir Ampek Angkek Bukittinggi. Madrasah ini disponsori berdirinya oleh salah seorang anak didi Syekh Muhammad Cangking, yaitu Haji Mhammad Isa. Syekh Abdul Latif Syakur memberikan pelajaran Insyak (karang mengarang dalam bahasa Arab). Belai ‘alim mengena dialek (logat/lahjah) Arab.

Salah satu karya tulis Syekh Abdl Latif Syakur adalah kitab “Lathaif al-Ahaadits an-Nabawiyah”, terdiri dari beberapa jilid. Kitab ini merupakan terjemahan hadis secara abjadiyah (alfabetis) dalam bahasa Melayu dengan hruf Ara-Melayu (Jawa Pegon).

(Dismak dari berbagai sumber antara lain :
1. Muslim D : “Mengenang 50 tahun Perguruan Madrasah Diniyah Pasr IV Angkat Candung Kabupaten Agama”, “50 Tahun Madrasa Dinyah Pasir IV Angkat Candng, 11 Oktober 1928 – 11 Oktober 1978”, hal 35-37
2. Prof H Mamud Yunus : “Sejarah Pendidikan Islam di Indnesia, Hidakarya Agung, Jakarta, 1983, hal 25,163.
3. KH Sirajddin Abbas : “lama Syafi’is dan kitab-kitabnya dari abad kea bad”, Tarbiyah, Jakarta, 1975, hal 458-459.
4. H A Lathif Syakr : “Latahaif al-Ahadits an_Nabawiyah”, Fort de Kock (Bukittinggi).
5. Affan Madjrie : “Sang Perintis Jurnalistik sla”, REPUBLIKA, amis, 11 Maret, 1993, hal 7.
6. Dar Hati Ke Hati : “30 Tahun Panjimas, Media Isam dari Masa ke Masa”, PANJI MASARAKAT, No.614, 11-20 Juni 1989.
7. ALMANAK SMATRA THAWALIB, 1347H, Fort de Kock, hal 151-164,

(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com at BKS7811271415)