Catatan buat Bung Beye
Bangsa Indonesia, sungguh sangat berbahagia punya Kpela Negara ang sangat teguh menjaga citra dirinya. Menjaga jarak dengan semua pihak dalam semua hal, agar citra dirinya bersih, tak tercemar dengan noda intervensi.
Namun demi kepentingan rakyat, alangkah eloknya jika Kepala Negara berani mengorbankan citra dirinya. Tak perlu takut tangan kotor ternoda. Ada “rinso” untuk cuci tangan. Noda Trias Politica hanya sebatas wacana.
Takut akan noda Trias Politica merefleksaikan takut impeachm3ent, takut dimakzulkan, takut ditumpas lawan politik. Tak perlu takut, Presiden, Kepala Negara dipilih langsung oleh rakyat.
Takut dimakzulkan harus dimodifikasi menjadi berani mendahulukan kepentingan rakyat. Demi kepentingan rakyat, silakan lakukan apa saja. (Machiavelli mengajarkan agar melakukan apa saja demi kepentingan Negara. Negara tak sama dengan rakyat)
Kebutuhan menjaga memelihara citra diri dimodifikasi menjadi kebutuhan mendahulukan kepentingan rakyat.
Siapa yang demokrat ?
Hak veto yang dipertahankan oleh Negara adikuasa, system protokoler yang diadopsi dari Barat, sama sekali adalah anti demkrasi, ras diskriminasi, neo-feodal, neo-monarki. Gugatan terhadap neo-feodal, neo-monarki harus selalu dikobarkan dengan gencar.
Dalam UUD-45 hanya ada satu pasal tentang Pemerintaan Daerah, yaitu pasal 18. Sedangkan dalam UUDS-50 ada dua pasal, yaitu pasal 131 tenntang Pemerintahan Daerah dan pasal 132 tentang Pemerintahan Swapraja (Daerah Istimewa ?).
Keistimewaan Surakarta, Yogyakarta sudah diatur dalam UU No.1 tanggal 23 Nopember 1945 (Simak Drs GJ Wolhoff : Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara RI’, 1955:242; “Satu Negara – Beragam Sistem”, oleh AlChaidar dan Yusuf Iskandar, 11 September 2002, tentang Federasi/Konfederasi).
Kepa Daerah/Gubernur di Dae4rah Istime2wa bukanlah lahan rebutan parpol. Gubernur tanpa pemilihan (langsung ataupun tak langsung) merupakan suatu keistimewaan Daerah Istimewa. Raja/Sultan di NKRI adalah raja/sltan democrat bukan raja/sultan otokrat (monarki)
Susunan pemerntah daerah itu haruslah berurat berakar pada aspirasi dan kepentingan masyarakat/rakyat daera tersebut (Simak Mr Muhammad Yamin : “Prklamasi dan Konstitusi RI’, 1952:171).
Menurut Mr Muhammad Yamin, waktu undang-undang Indonesia dirancang, maka kata pembukaannya menjamin demokrasi, tetapi pasal-pasalnya benci kepada kemerdekaan diri dan menantang liberalism dan demokrasi revolusioner. Anya tiga pasal yang menjamin HAM, yaitu pasal 27,28,29 (“Proklamasi dan Konsitusi RI”, 1952:90).
Kecenderungan mengacu ke atas
Sejak UUD-45 didekritkan kembali oleh Presden Sukarno 5 Juli 1959, secara pelan tetapi pasti (mantap), muncul kembali kecenderungan mengacu ke atas, yang lebih dikenal dengan paternalistik. Masyarakat neo-feodalistik lebih paternalistik daripada patrimodial, lebih menonolkan bapak angkat dari anak angkat, lebih menonjolkan siapa (person, figure) dari apa (problem, tema).
Pada masa alu sikap mengacu ke atas ini berkembang subur di kalangan feodalis. Kecenderungan mengacu ke atas ini dapat dipantaqu dari wejangan politik, ceramah, pengarahan, penataran oleh pejabat dan wakil rakyat, baik lewat televise, radio, maupun media cetak. Semanya memantulkan, mencerminkan bahwa pemerntah pihak yang member segalanya, sedangkan rakyat hanya tinggal terima jadi saja, disuapi, digurui, disantuni, dituntun, dibimbing, diayomi, ditatar.
Di mana-mana dipamerkan bahwa pemerntah adalah pihak ang pintar, sedangkan rakyat adalah pihak yang bodoh, yang perlu digurui. Suasana, situasi, kondisi ini tidaklah mencerminkan persamaan dan kebersamaan (egalite) antara pemerintah da rakyat, bahkan sebaliknya mengesahkan pemerintah sebagai pihak atas dan rakyat sebagai pihak bawah. Sistem protokoler (juga hak veto) sebenarnya adalah dipungut dari budaya feodal.
Hal ini juga terlihat dalam sidang pengadilan antara kedudukan atau posisi hakim dengan kedudukan atau posisi terdakwa, yang menempatkan terdakwa tdiak sejajar dengan hakim, meskipun dianut prinsip bahwa terdakwa dianggap tidak bersaah sebelum diputuskan oleh pengadilan Termasuk pembedan penggunaan kata sapaan “Bapak/Ibu” dengan “Saudara”.
Tak terlihat suasana persamaan antara semua orang, baik terdakwa, penuntut, hakim, ang mencerminkan sila kedalatan rakyat yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan permufakatan. Lebih tercermin otkrasi dari demokrasi. Untuk selamanya suasana, situasi, kondisi ini entah sengaja diciptakan secara sistmatis untuk melesatarikan kedudkan ataukah hanya sekedar proses sejarah menuju kembali kea lam majapahit gaya baru.
Ketua para hakim di seluruh kerajaan Abbasiyah, mam Abu Yusuf (murid Ima Hanafi) sampai akhir haatnya merasa menyesal tidak meminta kepada Khalifah (arun a-Rasyid) untuk memberikan sebuah kursi untuk tempat duduk seorang Nasrani yang disidangkan dalam sengketa antara Khalifah dan Nasrani tersebut, padahal jika ia minta akan diberikan oleh Khalifah kepada si Nasrani sebuah kursi agar ia duduk di atasnya (“Khilafah dan Kerajaan”, hal 358).
Yang Islam tida lagi takut akan hukum Islam. Yang bkan Islam tida lagi takut akan hukum Negara. Di antara sekian banyak umat bragama di Indonesia, berapa yang sungguh-sngguh menghayati ajaran agama masing-masing, dan membuat ajaran agama tersebut menjadi pandangan hidup, dasar moral dan tingkah laku mereka setiap hari ? Bukan hanya sekedar rajin melakukan ritus kegamaan sexcara konvensional saja, tetapi yang juga dalam tingkah laku setiap hari dapat mencerminkan nlai dan ajaran mereka.
Di mana-mana disaksikan kepalsuan, kepura-puraan, kebohongan, kedustaaan, kemnafikan, pemutarbaikan, imitasi, hipokrisi, manipuasi, intimidasi, agitasi, provokasi, propaganda, tidak samanya antara pernyataan dan kenyataan,
Di mana-mana disaksikan kesenjangan antara kau dengan amal, antara omongan dengan tindakan, antara ucapan dengan perbuatan, antara teori dengan praktek, antara cita dan cipta, antara karsa dan karya, antara gagasan dengan trepan, antaa ernyataan dengan kenyataan, antara tuntnan dengan tontnan, antara wejangan dengan tindaan, antara tema dengan upaya. Tak heran, bila disaksikan politik sosialis bisa kawin denganekonomi liberalis. Inilah demokrasi feodal-kolonial, demokrasi feodal-kultrstelsel.
Bentuk NKRI masa depan
Barangkali bentuk NKRI maa depan bisa mengacu pada bentuk negara jiran Malaysia. Kepala Negaraanya seorang Raja Diraja yang dipilih secara bergilir di antara semua raja-raja yang masih eksis di bumi Nusantara kini. Sedangkan Kepala Pemerintahannya seorang Perdana Menteri yang dipilih secara berkala tiap empat tahun. Dengan demikian raja-raja di Nusantara kini benar-benar diakui secara nasional, bukan secara lokal saja, bahkan secara faktual.
Masa jabatan Jaksa Agung dan Ketua Mahkamah Agung di Indonesia masa depan seumur hidup mengacu pada di Amerika Serikat. Silakan direnungkan positif dan negatifnya.
Pembekalan TKI
TKI seharusnya dibekali seni bela diri, kemampuan berbahasa dan ketrampilan teknis, punya serkom (sertifikat kompetensi). TKI haruslah dlindungi (fisik dan psikisnya) dengan pemberlakuan hukum qishas terhadap penganiaya.
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS1011180730)
Referensi solusi krisis serbaneka Sicunpas On_Line Koleksi informasi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, moral
Sabtu, 04 Desember 2010
Menggugat kemerdekaan
Menggugat kemerdekaan
Pada masa penjajahan, masa colonial, manusia terkungkung, terkurung oleh penindasan, penyiksaan, penderitaan, kerja paksa, iyurana paksa, budaya diam. Perjuangan, pergolakan, pemberontakan berupaya melepaskan, membebaskan diri dari semua kungkungan, belenggu tersebut.
Pada masa kemerdekaan, seharusnya (das Sollen) semua manusia bebas dari penindasan, bebas dari penyiksaan, bebas dari penderitaan, bebas dari kerja paksa, bebas dari iyuran paksa, bebas dari budaya diam.
Namun kenyataannya, realitasnya (das Sein) hanya segelintir manusia yang mengecap, mengenyam, menikmati kemerdekaan. Selebihnya tetap saja terkungkung, terkurung oleh penindasan, penyiksaan, penderitaan, kerja paksa, iyuran paksa, budaya diam.
Atas nama keindahan kota, para pedagang kaki lima di seluruh pelosok nusantara digusur, diuer. Dagangannya diobrak-abrik. Mereka ditindas, disiksa, dipaksa menderita. Padahal prioritas tugas penguasa, pemerintah seperti diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar adalah melindungi segenap rakyat, memajukan kesejahteraan rakyat, mencerdaskan rakyat, bukannya malah menyengsarakan, memelaratkan rakyat. Yang melarat, yang terlantar menurut UUD menjadi tanggunan, jaminan Negara untuk memeliharanya, menghidupinya.
Atas nama hokum (sesuai dengan prosedur) seseorang bias saja dicurigai, dituduh, ditangkap, disidik, disidangkan, diadili, dipenjarakan. Padahal seharusnya “tidak seorang pun boleh ditangkap, ditahan tanpa prosedur yang sah”, “tiada seorangpun boleh disiksa diperlakukan semena-mena”.
Hanya segelintir orang yang bebas mendpatkan pendidikan yang layak. Selebihnya hanya dapat mendapatkan pendidikan asal-asalan, ala kadarnya. Dan hanya segelintir orang yang bebas mendapatkan pekerjaan yang layak. Selebihnya hanya apat mendapatkan pekerjaan asal-asalan, ala kadarnya, bahkan banya yang jadi penganggur.
Pada masa penjajahan diperbudak oleh penjajah colonial. Kini di masa kemerdekaan diperbudak oleh para investor. Diperbudak oleh imperialisme modern. ‘Jadi buruh di tanah sendiri atas permintaan sendiri”. “Jadi kuli modern”. Investasi asing adalah bentuk imperialisme modern. Semuanya atas keinginan dan permintaan pemimpin Negara yang “dijajah” itu sendiri, yang atas persetujuan rakyat (Simak Bustanuddin Agus : “Imperialisme Modern”, dalam REPUBLIKA, Kamis, 9 Nopember 2006, hal 4, Opini).
Kemerdekaan politik, dalam arti sesungguhnya pun tak diperoleh. Semuanya dikendalikan atas persetujuan Negara adikuasa. Bahkan PBB sendiri pun tak berdaya atas Negara adidaya. Perhatikanlah perlakuan Negara adikuasa terhadap Afghanistan dan Irak. Semua mereka lalukan atas nama demokrasi. Kemenangan FIS di Aljazair, Hammas di Palestina, Taliban di Afghanistan dilibas, dilindas oleh demokrasi adikuasa. Padahal kemenangan mereka itu diperoleh secara demokratis melalui pemilu, tapi karena tak sesuai dengan selera demokrasi adikuasa maka dengan berbagai alasan dilenyapkan, dimusnahkan. Dalam demokrasi, menurut Muhammad Iqbal, manusia hanya dihitung jumlahnya, bukan dinilai mutunya (Simak “Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam”, 1983:23).
Dalam masa kemerdekaan kini yang tampak kasatmata hanayalah bebas pamer dada, bebas pamer pusar, bebas pamer paha, bebas unjuk rasa, bebas menggusur, bebas bergaul tanpa batas, bebass dari tatakrama, bebas dari sopan santun, bebas jingkrak-jingkrak, bebas melanggar tatatertib, bebas hura-hura.
Bebas mengemukakan pendapat secara lisan dan tulisan, tidaklah sama dengan bebas demonstrasi, bebas unjuk rasa, bebas unujuk gigi, bebas unjuk kuasa. Bebas adu akal, adu otak, bukan bebas adu okol, adu otot.
Dalam arti sesungguhnya, Indonesia masih terjajah oleh imperialisme modern, baik dalam polistik, militer, hokum, ekonomi, industri, social, budaya. Terjajah oleh hak veto negara adikuasa. Terjajah oleh system protokoler yang dibikin sendiri.
Semua aparat, dari atas sampai ke bawah harus menyadari fungsi tugasnya untuk melindungi rakyat, untuk mencerdaskan rakyat, untuk mensejahterakan rakyat, bukannya untuk menyengsarakan rakyat. Menyadari tugasnya sebagai pelayan masyarakat, bukan untuk dilayanai masyarakat.
Semua tokoh, pemimpin, kiai, ajengan, ulama, mubaligh, da’I, ustadz, mulai dari diri sendiri (ibda bi nafsik) menuntun, membimbing, mengajak, menggerakkan masyarakat untuk proaktif menciptakan kesejahteraan bersama dengan mendayagunakan infak fi sabilillah. “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapa, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, dn tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya” (QS 4:36). Dengan mengamalkan suruhan ayat ini, insya Allah akan terwujud Negara Sejahtera Adil Makmur. Gemah ripah loh jinawi. Tata tentrem kerta reharja.
(BKS0707280645)
Pada masa penjajahan, masa colonial, manusia terkungkung, terkurung oleh penindasan, penyiksaan, penderitaan, kerja paksa, iyurana paksa, budaya diam. Perjuangan, pergolakan, pemberontakan berupaya melepaskan, membebaskan diri dari semua kungkungan, belenggu tersebut.
Pada masa kemerdekaan, seharusnya (das Sollen) semua manusia bebas dari penindasan, bebas dari penyiksaan, bebas dari penderitaan, bebas dari kerja paksa, bebas dari iyuran paksa, bebas dari budaya diam.
Namun kenyataannya, realitasnya (das Sein) hanya segelintir manusia yang mengecap, mengenyam, menikmati kemerdekaan. Selebihnya tetap saja terkungkung, terkurung oleh penindasan, penyiksaan, penderitaan, kerja paksa, iyuran paksa, budaya diam.
Atas nama keindahan kota, para pedagang kaki lima di seluruh pelosok nusantara digusur, diuer. Dagangannya diobrak-abrik. Mereka ditindas, disiksa, dipaksa menderita. Padahal prioritas tugas penguasa, pemerintah seperti diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar adalah melindungi segenap rakyat, memajukan kesejahteraan rakyat, mencerdaskan rakyat, bukannya malah menyengsarakan, memelaratkan rakyat. Yang melarat, yang terlantar menurut UUD menjadi tanggunan, jaminan Negara untuk memeliharanya, menghidupinya.
Atas nama hokum (sesuai dengan prosedur) seseorang bias saja dicurigai, dituduh, ditangkap, disidik, disidangkan, diadili, dipenjarakan. Padahal seharusnya “tidak seorang pun boleh ditangkap, ditahan tanpa prosedur yang sah”, “tiada seorangpun boleh disiksa diperlakukan semena-mena”.
Hanya segelintir orang yang bebas mendpatkan pendidikan yang layak. Selebihnya hanya dapat mendapatkan pendidikan asal-asalan, ala kadarnya. Dan hanya segelintir orang yang bebas mendapatkan pekerjaan yang layak. Selebihnya hanya apat mendapatkan pekerjaan asal-asalan, ala kadarnya, bahkan banya yang jadi penganggur.
Pada masa penjajahan diperbudak oleh penjajah colonial. Kini di masa kemerdekaan diperbudak oleh para investor. Diperbudak oleh imperialisme modern. ‘Jadi buruh di tanah sendiri atas permintaan sendiri”. “Jadi kuli modern”. Investasi asing adalah bentuk imperialisme modern. Semuanya atas keinginan dan permintaan pemimpin Negara yang “dijajah” itu sendiri, yang atas persetujuan rakyat (Simak Bustanuddin Agus : “Imperialisme Modern”, dalam REPUBLIKA, Kamis, 9 Nopember 2006, hal 4, Opini).
Kemerdekaan politik, dalam arti sesungguhnya pun tak diperoleh. Semuanya dikendalikan atas persetujuan Negara adikuasa. Bahkan PBB sendiri pun tak berdaya atas Negara adidaya. Perhatikanlah perlakuan Negara adikuasa terhadap Afghanistan dan Irak. Semua mereka lalukan atas nama demokrasi. Kemenangan FIS di Aljazair, Hammas di Palestina, Taliban di Afghanistan dilibas, dilindas oleh demokrasi adikuasa. Padahal kemenangan mereka itu diperoleh secara demokratis melalui pemilu, tapi karena tak sesuai dengan selera demokrasi adikuasa maka dengan berbagai alasan dilenyapkan, dimusnahkan. Dalam demokrasi, menurut Muhammad Iqbal, manusia hanya dihitung jumlahnya, bukan dinilai mutunya (Simak “Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam”, 1983:23).
Dalam masa kemerdekaan kini yang tampak kasatmata hanayalah bebas pamer dada, bebas pamer pusar, bebas pamer paha, bebas unjuk rasa, bebas menggusur, bebas bergaul tanpa batas, bebass dari tatakrama, bebas dari sopan santun, bebas jingkrak-jingkrak, bebas melanggar tatatertib, bebas hura-hura.
Bebas mengemukakan pendapat secara lisan dan tulisan, tidaklah sama dengan bebas demonstrasi, bebas unjuk rasa, bebas unujuk gigi, bebas unjuk kuasa. Bebas adu akal, adu otak, bukan bebas adu okol, adu otot.
Dalam arti sesungguhnya, Indonesia masih terjajah oleh imperialisme modern, baik dalam polistik, militer, hokum, ekonomi, industri, social, budaya. Terjajah oleh hak veto negara adikuasa. Terjajah oleh system protokoler yang dibikin sendiri.
Semua aparat, dari atas sampai ke bawah harus menyadari fungsi tugasnya untuk melindungi rakyat, untuk mencerdaskan rakyat, untuk mensejahterakan rakyat, bukannya untuk menyengsarakan rakyat. Menyadari tugasnya sebagai pelayan masyarakat, bukan untuk dilayanai masyarakat.
Semua tokoh, pemimpin, kiai, ajengan, ulama, mubaligh, da’I, ustadz, mulai dari diri sendiri (ibda bi nafsik) menuntun, membimbing, mengajak, menggerakkan masyarakat untuk proaktif menciptakan kesejahteraan bersama dengan mendayagunakan infak fi sabilillah. “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapa, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, dn tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya” (QS 4:36). Dengan mengamalkan suruhan ayat ini, insya Allah akan terwujud Negara Sejahtera Adil Makmur. Gemah ripah loh jinawi. Tata tentrem kerta reharja.
(BKS0707280645)
Sudah merdeka atau masih terjajah ?
Sudah merdeka, ataukah tetap terjajah ?
Seluruh Negara bekas jajahan Barat secara politik sudah merdeka. Namun secara sitemik tetap terjajah. Semua sistemnya mengadopsi Barat. System politik, hokum, ekonomi, social, budaya, militer, teknologinya mengadopsi Barat. Perlakauan penguasanya erhadap lawan politiknya sama saja dengan yang dilakukan oleh penjajahnya pada masa lalu. Sistim protokoler yang sama sekali anti demokrasi diadopsi daari Barat. Seluruh Negara Barat/Amerika/Australia pada hakikatnya aalah anti demokrasi, ras diskriminasi. Simak Perjanjian Lama : Ulangan 23:19-20. Simak pula tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Bush dengan pendukungnya terhadap Afghanistan, Irak, juga yang dilakukan oleh pemerintah Israel dengan pendukungnya terhadap libanon/Palestina aalah tindakan anti demokrasi, biadab, barbar. Menyelesaikan perselisihan, persengketaan, bukan secara beradab dengan perundingan, tetapi dengan kekuatan senjata.
Sistim hukumnya mengadopsi Barat. Pelaksanaan hukumnya dibawah intervensi asing. Sistem rente/bunga mengadopsi Barat. Nilai mata uang dikendalikan Barat. Tak ada yang berupaya membaca, membahas, mengupas, menganalisa teori kemakmuran dari Adam Smith, Karl Marx, Maynard Keynes, Forbes Harrod, juga teori pendidikan (pencerdasan bangsa) oleh Condorcet.
Sistim social, budayanya mengadposi Barat. Cara makan, cara berpakaian, cara bergaul, cara berkesenian mengadposi Barat tanpa kritik. Mabuk-mabukan, jingkrak-jingkrakan dipandang sebagai indikasi kemajuan. Juga pergaulan bebas tanpa batas, pamer ketek, tetek, pusar, paha, gonta ganti pasangan dipandang sebagai identitas kemerdekaan. Simak pula suasana kawin kontrak yang marak di puncak.
Sistim militer, teknologinya mengadopsi Barat. Upacara militer, upacara bendera, hormat bendera diadopsi dari Brat secara utuh tanpa kritik. Sistim militer Barat sama sekali adalah pendidikan anti demokrasi. Siap melakasanakan perintah atasan apapun juga tanpa bantahan. Teknologi yang hanya memperkaya pemodal konglomerat yang diadopsi. Sistim pengiklanan diadopsi dari Barat. Sistim industri yang padat modal, yang berorientasi mekanisasi dan otomatisasi, yang memperbesar angka pengangguran diadopsi dari Barat. Semuanya bukan untuk kesejahteraan, kemakmuran rakyat banyak, tapi untuk kemakmuran konglomerat.
(BKS0608130630)
Seluruh Negara bekas jajahan Barat secara politik sudah merdeka. Namun secara sitemik tetap terjajah. Semua sistemnya mengadopsi Barat. System politik, hokum, ekonomi, social, budaya, militer, teknologinya mengadopsi Barat. Perlakauan penguasanya erhadap lawan politiknya sama saja dengan yang dilakukan oleh penjajahnya pada masa lalu. Sistim protokoler yang sama sekali anti demokrasi diadopsi daari Barat. Seluruh Negara Barat/Amerika/Australia pada hakikatnya aalah anti demokrasi, ras diskriminasi. Simak Perjanjian Lama : Ulangan 23:19-20. Simak pula tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Bush dengan pendukungnya terhadap Afghanistan, Irak, juga yang dilakukan oleh pemerintah Israel dengan pendukungnya terhadap libanon/Palestina aalah tindakan anti demokrasi, biadab, barbar. Menyelesaikan perselisihan, persengketaan, bukan secara beradab dengan perundingan, tetapi dengan kekuatan senjata.
Sistim hukumnya mengadopsi Barat. Pelaksanaan hukumnya dibawah intervensi asing. Sistem rente/bunga mengadopsi Barat. Nilai mata uang dikendalikan Barat. Tak ada yang berupaya membaca, membahas, mengupas, menganalisa teori kemakmuran dari Adam Smith, Karl Marx, Maynard Keynes, Forbes Harrod, juga teori pendidikan (pencerdasan bangsa) oleh Condorcet.
Sistim social, budayanya mengadposi Barat. Cara makan, cara berpakaian, cara bergaul, cara berkesenian mengadposi Barat tanpa kritik. Mabuk-mabukan, jingkrak-jingkrakan dipandang sebagai indikasi kemajuan. Juga pergaulan bebas tanpa batas, pamer ketek, tetek, pusar, paha, gonta ganti pasangan dipandang sebagai identitas kemerdekaan. Simak pula suasana kawin kontrak yang marak di puncak.
Sistim militer, teknologinya mengadopsi Barat. Upacara militer, upacara bendera, hormat bendera diadopsi dari Brat secara utuh tanpa kritik. Sistim militer Barat sama sekali adalah pendidikan anti demokrasi. Siap melakasanakan perintah atasan apapun juga tanpa bantahan. Teknologi yang hanya memperkaya pemodal konglomerat yang diadopsi. Sistim pengiklanan diadopsi dari Barat. Sistim industri yang padat modal, yang berorientasi mekanisasi dan otomatisasi, yang memperbesar angka pengangguran diadopsi dari Barat. Semuanya bukan untuk kesejahteraan, kemakmuran rakyat banyak, tapi untuk kemakmuran konglomerat.
(BKS0608130630)
Parade pemenuhan kebutuhan
Memenuhi Kebutuhan
(Pola hidup tamak)
Manusia itu berbuat karena ada tenaga pendorong, faktor psikologik yang mendorong dan menggerakkan untuk melakukan sesuatu, yang disebut dengan motif. Motif itu mengandung keinginan,hasrat, kemauan untuk memenuhi kebutuhan.
Motif (sebab) atau driver (dorongan, push) untk memenuhi kebutuhan itu disebut instink (nafsu). Instink (nafsu) itu merupakan motif (sebab) atau driver (dorongan) timblnya perbuatan, sikap, ucapan ntuk memenuhi kebutuhan (need). Instink merupakan tenaga pendorong untuk memenuhi kebutuhan.
Di dunia ini manusia butuh akan hasanah, yang good, yang baik, yang baik bagi fisik (jasmani, stature, sehat), bagi psikis (rohani, wisdom, cerdas). Sehat secara holistic : fisik, mental, social, spiritual. Cerdas secara holistic : spiritual, intelegensi, emosional, visi, organisasi, kepemimpinan, social.
Mengacu pada skema Prof Mac Dougall dan Leslie D Waterhead (“Psychologie en Leven”, page 7273), serta pandangan imam Ghazali (“Ihya ‘Ulumuddin”) Dr R Paryana Suryadipura (“Manusia dan Atomnja”, 158:197-198) menyebutkan empat nafsu pokok : Egocentros (hayawaniyah, serakah, memetingkan diri), Polemos (shabu’iyah, marah, bertarung, berjuang), Eros (erotis, sjaithaniyah, berahi, beraurat, berkelamin), Religios rububiyah, beragama). (Simak juga Imam Ghazali : “Rahasia Hati”, 1985:31,16; Abul A’la AlMaududi : “Sejarah Pembaruan dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Agama”, 1984:22-36).).
Mengacu pada temperamen manusia kajian Galenus, terdapat empat kebutuhan pokok : Flegmatis (makan, kesenangan, kemewahan, teman, kecintaan, pertolongan), Chloris (kekuasaan), Melancholis (ketenangan), Sanguinis (kesucian batin) (Simak Sei H Datuk Tombak Alam : “Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah”, 1986:76; Hari Moekti : “Generasi Cerdas dan Bertaqwa”, 2004:30-31).
Skema hubungan antara nafsu, fisik dan psikis bias dilukiskan seperti berikut :
1. Nafsu : a. Egocentros (hayawaniyaqh), b. Polemos (shabu’iyah), c. Eros (syaithaniyah), d. Religios (rububiyah).
2. Kondisi fisik (metafisik) : a. Endomorphie, b. Mesomorphie, c. Ectomorphie, d. Metamorphie.
3. Kondisi psikis : a. Vuscerotania (Flegmatis), b. Somatonia (Chloris), c. Cerebrotania (Melancolis), d. Spiritonia (Sanguinis).
4. Tingkah/laku : a. Konatif, b. Motorik, c. Afektif, d. Kognitif.
5. Sikap mental : a. pengemis/pengamen, b. koboi/preman, c. badut, d. relawan.
6. Kebutuhan/kepuasan : a. lambung/usus, b. otot, c. kelamin, d. otak/hati.
(Mengacu pada Dr WElliam Sheldon dalam Dr R Paryana Suryadipura : “Manusia dan Atomnya”, 1958:203).
Nafsu (instinkt, syahwat, keinginan) itu berbagai macam ragam. Ada nafsu untk memenhi kebutuhan agar memilki harta benda, agar dapat memperoleh makan enak lagi banyak, agar dapat menyelamatkan diri, agar dapat mempertahankan hidup, agar dapat bergaul, berteman, bersahabat, agar dapat berketurunan, agar dapat berbakti, berbuat baik, mengadakan kebaikan, berprestasi, agar dapat melanjutkan jenis,. (Simak juga Prof Dr Omar Mohammad ar-Toumy al-Syaibany : “Falasafah Pendidikan”, 1983:142). Kebutuhan itu berbagai macam ragam. Ada kebutuhan material (fisiologik), kebutuhan akan rasa aman (keamanan dan ketenteraman), kebutuhan sosial (ketergantungan dan cinta kasih), kebutuhan ego (harga diri), kebutuhan realisasi diri (aktualisasi diri). Ada hasrat prestasi (need for achievement), hasrat afiliasi (need for affiliaton), hasrat kuasa (need for power). Kebutuhan akan keselamatan diri, nyawa; kebutuhan akan sanak famili, keluarga, karib kerabat, teman sejawat, kenalan, tetangga, kawan; kebutuhan akan kedudukan, pangkat, harga diri, status sosial-ekonomi; kebutuhan akan tempat tinggal, kampung halaman, tanah air (Simak juga QS 3:14). Semuanya itu dipersembahkan kepada Allah (Simak QS 9:111, 6:162, 9:24).
Hawa pantang kerendahan, butuh aan yang bukan materi, kedudukan, pangkat, jabatan, kehormatan, ketenaran, kekuasaan. Nafsu pantang kekurangan, kebutuhan akan materi, harta, kekayaan, kemewahan. Hawa dan nafsu itu berwatak rakus, tak pernaha cukup, tak pernah puas.
Dalam ekonomi Islam ada terminology rizqi, kasab, ma’isyah. Nafkah, infaq.Rizq berarti pemenuhan kebutuhan. Kasab berarti upaya, usaha memenuhi kebutuhan. Infaq, nafkah berrti mendayagunakan kebuthaqn. Ma’isyah berarti hasil pem3enuhan kebutuhan.
Parade pemenuhan kebutuhan
Manusia berbuat karena ada faktor psikologik yang mendorong dan menggerakkan untuk melakukan sesuatu, yang disebut dengan motif. Motif itu mengandung keinginan, hasrat, kemauan untuk memenhi kebutuhan. Ada kebutuhan fisiologik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan ketergantungan dan cinta kasih (kebutuhan sosial), kebutuhan harga diri (ego), kebutuhan aktualisasi diri (realisasi diri) (AH Maslow: “The Thepry pf Humanic Motivation” PSYCHOLOGICAL REVIEW, vol 50 (Mei, 1939), hal 370-396,; HC Whitheringon : “Psychology Pendidikan”, 1978:112); SUARA PEBARUAN, Jum’at, 10 September 1997, hal 22, “Pemberdayaan Remaja Dalam Menanggulangi Pengangguran”, oleh Sudibyo Setyobroto).
Dalam konsep teologis, motivasi (niat) itu ntuk memperoleh kasih sayang dari Allah serta perlindungan, pemeliharaan keamanan dari Allah, untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Menurut pengamatan Emha Ainun Nadjib, masyarakat senantiasa membutuhkan “angop” (menguap). Yang merasa terlalu banyak korupsi membutuhkan angop dengan cara naik haji atau mesponsori pengajian. Yang gemar, doyan, menyukai wisata/budaya seks membutuhkan angop dengan memimpikan wisata/budaya spiritual (Simak “Surat Kepada Kanjeng Nabi”, 1997:31-33).
Kebutuhan angop itu menurut Emha Ainun Nadjib perlu dimodifikasi agar tidak terjerumus ke budaya dangkal-seks-judi-klenik.
Bangsa ini buan hanya miskin materi, tapi juga miskin mental, spiritual, nurani. Kemiskinan mental-spiritual ketiadaan harga dri mendorong kerakusan, kehausan akan pengakuan, sanjungan, aktualisasi diri.
Simaklah acara pembagian daging hewan qurban di berbagai tempat yang menelan korban, ada yang terjepit, terinjak-injak ketika berdesakan berebutan.
Simak pula maraknya panitia qurban yang mengesankan saling berebut, saling berlomba melakukan aktualisasi diri.
Panitia qurban cukup menyembelih hewan qurban dan memotongnya beberapa potong. Potong-potongan qurban tersebut langsng diantarkan oleh yang berqurban kepada tetangga/warga sekitar.
Simak pula betapa asyik-meriahnya acara dzikir-do’a berjama’ah sehabis salam penutup shalat Jum’at.
Simak pula maraknya acara malam takbiran menjelang shalat ‘id yang mengesankan saling berebut, berlomba melakukan aktualisasi diri. Bahkan sampai melakukan takbiran keliling menggunakan obor dan motor yang kadangkala menimbulkan tawuran dan gangguan keamanan. Disertai pula dengan menenggak minuman keras.
Acara malam tabiran itu apa disunnahkan oleh Rasulullah ? Jika seandainya ada sunnah Rasulullah tentang malam takbiran, apa saja yang boleh dilakukan, dan apa pula yang tak boleh dilakukan. Bahkan membaca AlQur:an dengan suara jahar/keras adakalanya disuruh dan adakalanya dilarang, tergantung pada situasi, kondisi, waktu, tempat.
Simak pula maraknya lembaga/badan bimbingan haji/umrah yang mengesankan saling berebut, saling berlomba melakukan aktualisasi diri serta mendapatkan keuntungan berupa fasilitas/dana.
Lembaga/badan bimbingan haji/umrah cukup membimbing manasik di tempat tanpa harus ikut terlibat langsung mengurus segala sesuatu pergi dan pulangnya.
Simak pula acara penggalangan dana peduli korban bencana gempa tsunami. Saling berlomba, berperan menghimpun dana dengan membawa atribut, bendera masing-masing.
Simak pula pembentukan berbagai tim untuk menjaga, memelihara memenuhi kebutuhan citra diri Presiden agar tak ternoda, tercemar noda intervensi Trias Politica.
Maslow menyebutkan bahwa puncak kebutuhan manusia adalah kebutahan realisasi diri yang bersifat non-materi. Kebutuhan akan pahala berdasarkan konsep teologis, juga berupa bentuk realisasi diri.
David McCelland memperkenalkan suatu istilah ‘need for achievement” suatu dorongan untuk berhasil, berprestasi, semangat menghasilkan prestasi kerja yang gemilang (Simak Edy Taslim : “Mencintai Pekerjaan”, dalam majalah psikologi ANDA, No.89/1984:13)
Laksanakan saja apa yang diperintahkan Allah. Tak peru sibuk memahami hikmahnya. Laksanakan saja sesuai dengan yang diperintahkan.
(Asrir BKS1011161330 written by sicumpaz@gmail.com sicumpas.wordpress.com)
McClelland's Theory of Needs
In his acquired-needs theory, David McClelland proposed that an individual's specific needs are acquired over time and are shaped by one's life experiences. Most of these needs can be classed as either achievement, affiliation, or power. A person's motivation and effectiveness in certain job functions are influenced by these three needs. McClelland's theory sometimes is referred to as the three need theory or as the learned needs theory.
Achievement
People with a high need for achievement (nAch) seek to excel and thus tend to avoid both low-risk and high-risk situations. Achievers avoid low-risk situations because the easily attained success is not a genuine achievement. In high-risk projects, achievers see the outcome as one of chance rather than one's own effort. High nAch individuals prefer work that has a moderate probability of success, ideally a 50% chance. Achievers need regular feedback in order to monitor the progress of their acheivements. They prefer either to work alone or with other high achievers.
Affiliation
Those with a high need for affiliation (nAff) need harmonious relationships with other people and need to feel accepted by other people. They tend to conform to the norms of their work group. High nAff individuals prefer work that provides significant personal interaction. They perform well in customer service and client interaction situations.
Power
A person's need for power (nPow) can be one of two types - personal and institutional. Those who need personal power want to direct others, and this need often is perceived as undesirable. Persons who need institutional power (also known as social power) want to organize the efforts of others to further the goals of the organization. Managers with a high need for institutional power tend to be more effective than those with a high need for personal power.
Thematic Apperception Test
McClelland used the Thematic Apperception Test (TAT) as a tool to measure the individual needs of different people. The TAT is a test of imagination that presents the subject with a series of ambiguous pictures, and the subject is asked to develop a spontaneous story for each picture. The assumption is that the subject will project his or her own needs into the story.
Psychologists have developed fairly reliable scoring techniques for the Thematic Apperception Test. The test determines the individual's score for each of the needs of achievement, affiliation, and power. This score can be used to suggest the types of jobs for which the person might be well suited.
Implications for Management
People with different needs are motivated differently.
• High need for achievement - High achievers should be given challenging projects with reachable goals. They should be provided frequent feedback. While money is not an important motivator, it is an effective form of feedback.
• High need for affiliation - Employees with a high affiliation need perform best in a cooperative environment.
• High need for power - Management should provide power seekers the opportunity to manage others.
Note that McClelland's theory allows for the shaping of a person's needs; training programs can be used to modify one's need profile.
(Pola hidup tamak)
Manusia itu berbuat karena ada tenaga pendorong, faktor psikologik yang mendorong dan menggerakkan untuk melakukan sesuatu, yang disebut dengan motif. Motif itu mengandung keinginan,hasrat, kemauan untuk memenuhi kebutuhan.
Motif (sebab) atau driver (dorongan, push) untk memenuhi kebutuhan itu disebut instink (nafsu). Instink (nafsu) itu merupakan motif (sebab) atau driver (dorongan) timblnya perbuatan, sikap, ucapan ntuk memenuhi kebutuhan (need). Instink merupakan tenaga pendorong untuk memenuhi kebutuhan.
Di dunia ini manusia butuh akan hasanah, yang good, yang baik, yang baik bagi fisik (jasmani, stature, sehat), bagi psikis (rohani, wisdom, cerdas). Sehat secara holistic : fisik, mental, social, spiritual. Cerdas secara holistic : spiritual, intelegensi, emosional, visi, organisasi, kepemimpinan, social.
Mengacu pada skema Prof Mac Dougall dan Leslie D Waterhead (“Psychologie en Leven”, page 7273), serta pandangan imam Ghazali (“Ihya ‘Ulumuddin”) Dr R Paryana Suryadipura (“Manusia dan Atomnja”, 158:197-198) menyebutkan empat nafsu pokok : Egocentros (hayawaniyah, serakah, memetingkan diri), Polemos (shabu’iyah, marah, bertarung, berjuang), Eros (erotis, sjaithaniyah, berahi, beraurat, berkelamin), Religios rububiyah, beragama). (Simak juga Imam Ghazali : “Rahasia Hati”, 1985:31,16; Abul A’la AlMaududi : “Sejarah Pembaruan dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Agama”, 1984:22-36).).
Mengacu pada temperamen manusia kajian Galenus, terdapat empat kebutuhan pokok : Flegmatis (makan, kesenangan, kemewahan, teman, kecintaan, pertolongan), Chloris (kekuasaan), Melancholis (ketenangan), Sanguinis (kesucian batin) (Simak Sei H Datuk Tombak Alam : “Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah”, 1986:76; Hari Moekti : “Generasi Cerdas dan Bertaqwa”, 2004:30-31).
Skema hubungan antara nafsu, fisik dan psikis bias dilukiskan seperti berikut :
1. Nafsu : a. Egocentros (hayawaniyaqh), b. Polemos (shabu’iyah), c. Eros (syaithaniyah), d. Religios (rububiyah).
2. Kondisi fisik (metafisik) : a. Endomorphie, b. Mesomorphie, c. Ectomorphie, d. Metamorphie.
3. Kondisi psikis : a. Vuscerotania (Flegmatis), b. Somatonia (Chloris), c. Cerebrotania (Melancolis), d. Spiritonia (Sanguinis).
4. Tingkah/laku : a. Konatif, b. Motorik, c. Afektif, d. Kognitif.
5. Sikap mental : a. pengemis/pengamen, b. koboi/preman, c. badut, d. relawan.
6. Kebutuhan/kepuasan : a. lambung/usus, b. otot, c. kelamin, d. otak/hati.
(Mengacu pada Dr WElliam Sheldon dalam Dr R Paryana Suryadipura : “Manusia dan Atomnya”, 1958:203).
Nafsu (instinkt, syahwat, keinginan) itu berbagai macam ragam. Ada nafsu untk memenhi kebutuhan agar memilki harta benda, agar dapat memperoleh makan enak lagi banyak, agar dapat menyelamatkan diri, agar dapat mempertahankan hidup, agar dapat bergaul, berteman, bersahabat, agar dapat berketurunan, agar dapat berbakti, berbuat baik, mengadakan kebaikan, berprestasi, agar dapat melanjutkan jenis,. (Simak juga Prof Dr Omar Mohammad ar-Toumy al-Syaibany : “Falasafah Pendidikan”, 1983:142). Kebutuhan itu berbagai macam ragam. Ada kebutuhan material (fisiologik), kebutuhan akan rasa aman (keamanan dan ketenteraman), kebutuhan sosial (ketergantungan dan cinta kasih), kebutuhan ego (harga diri), kebutuhan realisasi diri (aktualisasi diri). Ada hasrat prestasi (need for achievement), hasrat afiliasi (need for affiliaton), hasrat kuasa (need for power). Kebutuhan akan keselamatan diri, nyawa; kebutuhan akan sanak famili, keluarga, karib kerabat, teman sejawat, kenalan, tetangga, kawan; kebutuhan akan kedudukan, pangkat, harga diri, status sosial-ekonomi; kebutuhan akan tempat tinggal, kampung halaman, tanah air (Simak juga QS 3:14). Semuanya itu dipersembahkan kepada Allah (Simak QS 9:111, 6:162, 9:24).
Hawa pantang kerendahan, butuh aan yang bukan materi, kedudukan, pangkat, jabatan, kehormatan, ketenaran, kekuasaan. Nafsu pantang kekurangan, kebutuhan akan materi, harta, kekayaan, kemewahan. Hawa dan nafsu itu berwatak rakus, tak pernaha cukup, tak pernah puas.
Dalam ekonomi Islam ada terminology rizqi, kasab, ma’isyah. Nafkah, infaq.Rizq berarti pemenuhan kebutuhan. Kasab berarti upaya, usaha memenuhi kebutuhan. Infaq, nafkah berrti mendayagunakan kebuthaqn. Ma’isyah berarti hasil pem3enuhan kebutuhan.
Parade pemenuhan kebutuhan
Manusia berbuat karena ada faktor psikologik yang mendorong dan menggerakkan untuk melakukan sesuatu, yang disebut dengan motif. Motif itu mengandung keinginan, hasrat, kemauan untuk memenhi kebutuhan. Ada kebutuhan fisiologik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan ketergantungan dan cinta kasih (kebutuhan sosial), kebutuhan harga diri (ego), kebutuhan aktualisasi diri (realisasi diri) (AH Maslow: “The Thepry pf Humanic Motivation” PSYCHOLOGICAL REVIEW, vol 50 (Mei, 1939), hal 370-396,; HC Whitheringon : “Psychology Pendidikan”, 1978:112); SUARA PEBARUAN, Jum’at, 10 September 1997, hal 22, “Pemberdayaan Remaja Dalam Menanggulangi Pengangguran”, oleh Sudibyo Setyobroto).
Dalam konsep teologis, motivasi (niat) itu ntuk memperoleh kasih sayang dari Allah serta perlindungan, pemeliharaan keamanan dari Allah, untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Menurut pengamatan Emha Ainun Nadjib, masyarakat senantiasa membutuhkan “angop” (menguap). Yang merasa terlalu banyak korupsi membutuhkan angop dengan cara naik haji atau mesponsori pengajian. Yang gemar, doyan, menyukai wisata/budaya seks membutuhkan angop dengan memimpikan wisata/budaya spiritual (Simak “Surat Kepada Kanjeng Nabi”, 1997:31-33).
Kebutuhan angop itu menurut Emha Ainun Nadjib perlu dimodifikasi agar tidak terjerumus ke budaya dangkal-seks-judi-klenik.
Bangsa ini buan hanya miskin materi, tapi juga miskin mental, spiritual, nurani. Kemiskinan mental-spiritual ketiadaan harga dri mendorong kerakusan, kehausan akan pengakuan, sanjungan, aktualisasi diri.
Simaklah acara pembagian daging hewan qurban di berbagai tempat yang menelan korban, ada yang terjepit, terinjak-injak ketika berdesakan berebutan.
Simak pula maraknya panitia qurban yang mengesankan saling berebut, saling berlomba melakukan aktualisasi diri.
Panitia qurban cukup menyembelih hewan qurban dan memotongnya beberapa potong. Potong-potongan qurban tersebut langsng diantarkan oleh yang berqurban kepada tetangga/warga sekitar.
Simak pula betapa asyik-meriahnya acara dzikir-do’a berjama’ah sehabis salam penutup shalat Jum’at.
Simak pula maraknya acara malam takbiran menjelang shalat ‘id yang mengesankan saling berebut, berlomba melakukan aktualisasi diri. Bahkan sampai melakukan takbiran keliling menggunakan obor dan motor yang kadangkala menimbulkan tawuran dan gangguan keamanan. Disertai pula dengan menenggak minuman keras.
Acara malam tabiran itu apa disunnahkan oleh Rasulullah ? Jika seandainya ada sunnah Rasulullah tentang malam takbiran, apa saja yang boleh dilakukan, dan apa pula yang tak boleh dilakukan. Bahkan membaca AlQur:an dengan suara jahar/keras adakalanya disuruh dan adakalanya dilarang, tergantung pada situasi, kondisi, waktu, tempat.
Simak pula maraknya lembaga/badan bimbingan haji/umrah yang mengesankan saling berebut, saling berlomba melakukan aktualisasi diri serta mendapatkan keuntungan berupa fasilitas/dana.
Lembaga/badan bimbingan haji/umrah cukup membimbing manasik di tempat tanpa harus ikut terlibat langsung mengurus segala sesuatu pergi dan pulangnya.
Simak pula acara penggalangan dana peduli korban bencana gempa tsunami. Saling berlomba, berperan menghimpun dana dengan membawa atribut, bendera masing-masing.
Simak pula pembentukan berbagai tim untuk menjaga, memelihara memenuhi kebutuhan citra diri Presiden agar tak ternoda, tercemar noda intervensi Trias Politica.
Maslow menyebutkan bahwa puncak kebutuhan manusia adalah kebutahan realisasi diri yang bersifat non-materi. Kebutuhan akan pahala berdasarkan konsep teologis, juga berupa bentuk realisasi diri.
David McCelland memperkenalkan suatu istilah ‘need for achievement” suatu dorongan untuk berhasil, berprestasi, semangat menghasilkan prestasi kerja yang gemilang (Simak Edy Taslim : “Mencintai Pekerjaan”, dalam majalah psikologi ANDA, No.89/1984:13)
Laksanakan saja apa yang diperintahkan Allah. Tak peru sibuk memahami hikmahnya. Laksanakan saja sesuai dengan yang diperintahkan.
(Asrir BKS1011161330 written by sicumpaz@gmail.com sicumpas.wordpress.com)
McClelland's Theory of Needs
In his acquired-needs theory, David McClelland proposed that an individual's specific needs are acquired over time and are shaped by one's life experiences. Most of these needs can be classed as either achievement, affiliation, or power. A person's motivation and effectiveness in certain job functions are influenced by these three needs. McClelland's theory sometimes is referred to as the three need theory or as the learned needs theory.
Achievement
People with a high need for achievement (nAch) seek to excel and thus tend to avoid both low-risk and high-risk situations. Achievers avoid low-risk situations because the easily attained success is not a genuine achievement. In high-risk projects, achievers see the outcome as one of chance rather than one's own effort. High nAch individuals prefer work that has a moderate probability of success, ideally a 50% chance. Achievers need regular feedback in order to monitor the progress of their acheivements. They prefer either to work alone or with other high achievers.
Affiliation
Those with a high need for affiliation (nAff) need harmonious relationships with other people and need to feel accepted by other people. They tend to conform to the norms of their work group. High nAff individuals prefer work that provides significant personal interaction. They perform well in customer service and client interaction situations.
Power
A person's need for power (nPow) can be one of two types - personal and institutional. Those who need personal power want to direct others, and this need often is perceived as undesirable. Persons who need institutional power (also known as social power) want to organize the efforts of others to further the goals of the organization. Managers with a high need for institutional power tend to be more effective than those with a high need for personal power.
Thematic Apperception Test
McClelland used the Thematic Apperception Test (TAT) as a tool to measure the individual needs of different people. The TAT is a test of imagination that presents the subject with a series of ambiguous pictures, and the subject is asked to develop a spontaneous story for each picture. The assumption is that the subject will project his or her own needs into the story.
Psychologists have developed fairly reliable scoring techniques for the Thematic Apperception Test. The test determines the individual's score for each of the needs of achievement, affiliation, and power. This score can be used to suggest the types of jobs for which the person might be well suited.
Implications for Management
People with different needs are motivated differently.
• High need for achievement - High achievers should be given challenging projects with reachable goals. They should be provided frequent feedback. While money is not an important motivator, it is an effective form of feedback.
• High need for affiliation - Employees with a high affiliation need perform best in a cooperative environment.
• High need for power - Management should provide power seekers the opportunity to manage others.
Note that McClelland's theory allows for the shaping of a person's needs; training programs can be used to modify one's need profile.
Menyikapi musibah
Menyikapi musibah
(Sikap menghadapi musibah)
Orang beriman berupaya hidup mulia, hayathan thaiyiban, hidup dalam keberuntungan, hidup dalam Islam, hidup dalam beriman dan beramal saleh, beramal social. “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan berman, mereka sesngguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik” (QS 16:97). “Demi masa (sejarah membuktikan). Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kebenaran” (QS 103:1-3). “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang” (QS 87:14-15).
Orang beriman berupaya mati mulia, mati dalam husnul khatimah, mati dalam Islam, mati dalam berman dan beramal shaleh, beramal social. “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepadaNya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam” (QS 3:103). “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub, (Ibrahimberkata) : Hai anak-anakku, sesngguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam” (QS 2:132).
Orang beriman berupaya memandang segala hal dengan positif, sebaga anugerah, karunia Allah, termasuk dalam menyikapi musibah, bencana. Segala musibah, bencana disikapi oleh orang beriman sebagai anugerah, karunia Allah agar berlaku sabar, dan berlaku sabar itu adalah suatu kebikan. “Sangat mengagumkan keadaan seorang mukmin, sebab segala keadaannya untuk ia sangat baik, dan tidak mungkin terjadi demikian kecuali bag seorang mukmin. Jika mendapat nikmat ia bersyukur, maka syukur itu lebih baik baginya, dan bila menderita kesusahan sabar, maka kesabaran itu lebih baik baginya (HR Muslim dari Abu Yahya (Shuaib) bin Sinan arRumy) dalam “Tafsir Ibnu Katsir”, jilid IV, halaman 375, “Riadhus Shalihin” (Imam Nawawi, jilid I, halaman 52, hadis no.3 (Tarjamahan).
Bila disikapi dengan sabar, maka tertusuk duri, salah urat, tergelincir kaki akan menyebabkan dosa dima’afkan Allah. “Demi Tuhan yang menguasai nyawa Muhammad, tidaklah seseorang tertusuk duri dan mengalami salah urat, maupun tergelncir kakinya, melainkan karena dosa, sedangkan dosa yang dima’afkan Allah lebih banyak” (Hadits dari Hasan al-Basri, dalam “Tafsir Ibnu Katsir’, tentang QS 57:22).
Banjir besar yang datang menyapu negeri, atau gunung berapi meletus mengalirkan lahar, atau musuh menghujani negeri dengan bom atom, atau penyakit menular menyapu rata penduduk, pendeknya musibah yang datang tiba-tiba, atau datang secara berhanyut-hanyut, bagi seorang beriman semuanya dipandang positif, sebagai anugerah, karunia Allah, agar dapat berlaku sabar menerimanya. Jiwa orang beriman ditujukannya kepada Allah, yang dariNya dia datang, denganNya dia hidup, dan kepadaNya dia akan kembali (Prof Dr Hamka : “Tafsir Al-Azhar”, juzuk VII, hal 228, tafsiran ayat QS 6:48, “Maka barangsiapa yang beriman dan berbuat perbaikan, tidaklah ada ketakutan atas mereka, dan tidaklah mereka akan berduka cita”).
Meskipusn sama-sama ditimpa banjir, maka yang sabut terapung dan yang batu terbenaam. Meskipun sam-sama kena api, maka yang kertas hangus terbakar jadi abu, yang kayu terbakar jadi arang, yang air menguap, yang besi memuai. Semuanya tergantng dari identitasnya.
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.worpress.com as Asrir at BKS0503101400)
Tak ada yang tahu selain Allah
(Deus le volt)
Tak seorang pun yang tahu apa hikmah, rahasia, maksud, tujuan Allah menurunkan bencana gempa-tsunami Meulaboh 26 Dsember 2004 yang menewaskan lebih dari 150000 jiwa dan memusnahkan sejumlah bangunan di sekitar utara Samudera Indonesia. Juga bencana gempa-tsunami Mentawai dan gempa vulkanik Merapi pada tahun 2010. Hanyalah llah sendiri yang tahu tentang hikmah rahasianya.
Segala bencana ang terjadi telah dirancang, diprogramkan Allah sebelumnya sesuai kehendakNy, ilmuNya, seperti disimak dalam QS 57:2, yang menyatakan bahwa “Nought f disaster befalleth in the eart or in your selves but it is n Book before We bring it nto being” (Tiada sesatu musibah, bencana pun ang menimpa di bumi dan tdak pula pada dirimu sendiri melainkan tela tertulis dalam Kitab sebelum Kami menciptakannya).
Jika dikatakan bahwadengan bencana gempa-tsunami Meulaboh itu, Allah ingin menunjukkan ke MahakuasaanNya, maka muncul pertanyaan, aakah mash belum cukp bukti-but keMahakuasaanNya, seingga masih perlu menurunkan bencana-tsnami Meulaboh yang dahsyat itu sebagai buktinya.
Jika dikatakan bahwa bencana gema-tsuami Meulaboh itu sebagai azab, skasaan Allah, maka muncul pertanyaan, apakah mereka yang terkena musiba itu memang pantas diazab, disiksa, karena mereka lebih durhaka kepada Allah dari pada yang tak terkena bencana.
Jika dikatakan bahwa gempa-tsunami Meulaboh itu sebagai rahmat Alla, sebagai pengapus dosa-dosa, maka muncl pertanyaan aakah yang terkena musibah tersubut tergolong sahid, ergolng ahli surge karena dosa-dosana sudah dihapus.
Jika dikatakan bahwa bencana gempa-tsnami Meulaboh itu sebagai peringatan dari Allah, maka muncul pertanyaan apakah memang bencana sedahsyat it efektif menyadarkan yang seamat dari bencaa itu agar kembali ke jalan Allah yang lurus. Apakah ada tercatat dalam sejarah bahwa bencanaq-bencana efektif menyadarkan orang kembali ke jalan Allah ke jalan yang benar.
Di ayat QS 30:41 dan 42:20 dipahami bawa memang ada musibah, bencana (sepert kelaparan, keskinan, kematian, kecelakaan, kesengsaran, kesempitan, kesukaran, kesusahan, penyakit, gempa, badai, taupan) yang bertujuan sebagai peringatan agar sadar atas kesalahan, kekeliruan manusia dalam menata sistim hidup social ekonomi, serta segera kembali meperbaiki kesalahan, kekeliruan yang tela diperbuat.
Dari aat-ayat tersebut juga dpaami bahwa ada musibah, bencana yang disebabkan oleh dosa, kesalaan, kekeliruan manusia dalam menata sistim hidup social-ekonomi.
Bagaimana pun semua musibah, bencana itu adalah kehendak Allah “ Tiada sesuatu musibah yang menimpa seserang kecuali dengan idzin Allah “ (QS 64:11).
Bagaimana pun, bencana, gempa-tsuami bisa berfungsi ganda (multi function). Terhadap yang meninggal bisa berupa rahmat, penutup catatan amalnya, bisa pengurangi dosa-dosanya, bakan penghapus dosa-dosanya Terhadap anak-anak yang meninggal juga bisa berupa rahmat bagi dirinya, bisa bagi orangtanya (yang sabar menerima bencana itu). Terhadap ang keterlaluan, yang keliwat batas bisa berupa zab, siksaan. Teradap yang terlanjur, teledor menyimpang, menyeleweng bisa berupa peringatan agar kembali ke jalan yang benar. Terhadap yang sudah berada di alan yang benar bisa berupa check point untuk meningkatkan mutu keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.
Musibah, bencana yang menimpa bagi yang fasiq merupakan azab, siksaan, sedangkan bagi yang beriman merupakan nikmat (Prof Dr Hamka : “Tafsir Al-Azhar”, juzuk VII, hal 228). Banjir besar yang dataaaaaaaang menyapu negeri, atau gunng berapi meletus mengalirkan lahar, atau musuh menghujani sebuah negeri dengan bom atom, atau penyakit menular menyapu rata penduduk yang datang tiba-tiba atau datang secara berhanyut-hanyut, bagi orang yang berman semuanya adalah karunia llah, dari Dia mereka datang, dengan Dia merea hidup, dan kepadaNya mereka kembali.
“Tiadalah seorang tertusuk duri dan mengalami salah urat, maupun tergelincir kakinya melainkan karena dosa, sedangkan dosa yang dima’afkan Allah lebih banyak” (“Tafsir Ibnu Katsir”, re QS 57:22).
“Tiada seorang Muslim ang menderita atau terkena gangguan apa pun, baik yang berupa duri atau lebih dari pada itu, melainkan Allah akan menghapus sebagain dosanya, sebagamana rontoknya daun dari pohonnya” (THSR Bukhari, Muslim dari Abdullah bin Masud, Dalam “Riadhus halihin”, pasal “Sabar”).
“Tiada pembalasan bagi seorang hambaKu ang telah Kuambil kembali kekasihnya, kemudian orang itu menghapus pahala daripadaKu, selain dari pahala surge” (THSR Bukhari, dari Abi Hurairah, idem).
“Dan sesungguhnya Kami elah mengutus (rasu-rasul) kepada umjat-umat yang sebelumkamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka benar (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri” (QS 6:42).
“Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketka datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras dan syaithan menampakkan kepada mereka kebagusan apapun yang sealu mereka kerjakan” (QS 6:43).
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang elah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa ang telah diberikankepada mereka, ami siksa mereka dengan sekonyosng-konong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa” (QS 6:44).
“MAka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampa ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam” (QS 6:4)
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS0501111600)
Bahan renungan
1. Dari sudut pandang Islam, bencana tsunami di Mentawai dan gempa vulkanik di Merapi, apakah merupakan :
– teguran, peringatan dari Allah, ataukah
– ujian, cobaan dari Allah tentang keimanan, ataukah
– hukman, siksaan, azab dari Allah atas dosa-dosa yang dilakukan, ataukah
– pamer kekuasaan dari Allah, atakah
– sunnatullah (fenomena alam) semata ?
a. Seberapa besar efektifitas sanksi hukum, efektifitas bencana untuk mengembalikan manusia yang tersesat ke jalan kebenaran ?
b. Tanpa sanksi hukum, tanpa bencana, seberapa banyak jumlah manusia yang tersesat dari jalan kebenaran ?
c. Apakah dapat ditemukan fakta dan data sejarah tentang hal tersebut ?
2. Dari sudut pandang Islam, dana untuk korban bencana apa perlu diseleksi halal atau haramnya. Apakah penggalangan dana itu boleh saja dilakukan oleh semua kalangan, termasuk komunitas koruptor, maling, mucikari, germo, psk, gay, dan yang semacam itu ?
(Sikap menghadapi musibah)
Orang beriman berupaya hidup mulia, hayathan thaiyiban, hidup dalam keberuntungan, hidup dalam Islam, hidup dalam beriman dan beramal saleh, beramal social. “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan berman, mereka sesngguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik” (QS 16:97). “Demi masa (sejarah membuktikan). Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kebenaran” (QS 103:1-3). “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang” (QS 87:14-15).
Orang beriman berupaya mati mulia, mati dalam husnul khatimah, mati dalam Islam, mati dalam berman dan beramal shaleh, beramal social. “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepadaNya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam” (QS 3:103). “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub, (Ibrahimberkata) : Hai anak-anakku, sesngguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam” (QS 2:132).
Orang beriman berupaya memandang segala hal dengan positif, sebaga anugerah, karunia Allah, termasuk dalam menyikapi musibah, bencana. Segala musibah, bencana disikapi oleh orang beriman sebagai anugerah, karunia Allah agar berlaku sabar, dan berlaku sabar itu adalah suatu kebikan. “Sangat mengagumkan keadaan seorang mukmin, sebab segala keadaannya untuk ia sangat baik, dan tidak mungkin terjadi demikian kecuali bag seorang mukmin. Jika mendapat nikmat ia bersyukur, maka syukur itu lebih baik baginya, dan bila menderita kesusahan sabar, maka kesabaran itu lebih baik baginya (HR Muslim dari Abu Yahya (Shuaib) bin Sinan arRumy) dalam “Tafsir Ibnu Katsir”, jilid IV, halaman 375, “Riadhus Shalihin” (Imam Nawawi, jilid I, halaman 52, hadis no.3 (Tarjamahan).
Bila disikapi dengan sabar, maka tertusuk duri, salah urat, tergelincir kaki akan menyebabkan dosa dima’afkan Allah. “Demi Tuhan yang menguasai nyawa Muhammad, tidaklah seseorang tertusuk duri dan mengalami salah urat, maupun tergelncir kakinya, melainkan karena dosa, sedangkan dosa yang dima’afkan Allah lebih banyak” (Hadits dari Hasan al-Basri, dalam “Tafsir Ibnu Katsir’, tentang QS 57:22).
Banjir besar yang datang menyapu negeri, atau gunung berapi meletus mengalirkan lahar, atau musuh menghujani negeri dengan bom atom, atau penyakit menular menyapu rata penduduk, pendeknya musibah yang datang tiba-tiba, atau datang secara berhanyut-hanyut, bagi seorang beriman semuanya dipandang positif, sebagai anugerah, karunia Allah, agar dapat berlaku sabar menerimanya. Jiwa orang beriman ditujukannya kepada Allah, yang dariNya dia datang, denganNya dia hidup, dan kepadaNya dia akan kembali (Prof Dr Hamka : “Tafsir Al-Azhar”, juzuk VII, hal 228, tafsiran ayat QS 6:48, “Maka barangsiapa yang beriman dan berbuat perbaikan, tidaklah ada ketakutan atas mereka, dan tidaklah mereka akan berduka cita”).
Meskipusn sama-sama ditimpa banjir, maka yang sabut terapung dan yang batu terbenaam. Meskipun sam-sama kena api, maka yang kertas hangus terbakar jadi abu, yang kayu terbakar jadi arang, yang air menguap, yang besi memuai. Semuanya tergantng dari identitasnya.
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.worpress.com as Asrir at BKS0503101400)
Tak ada yang tahu selain Allah
(Deus le volt)
Tak seorang pun yang tahu apa hikmah, rahasia, maksud, tujuan Allah menurunkan bencana gempa-tsunami Meulaboh 26 Dsember 2004 yang menewaskan lebih dari 150000 jiwa dan memusnahkan sejumlah bangunan di sekitar utara Samudera Indonesia. Juga bencana gempa-tsunami Mentawai dan gempa vulkanik Merapi pada tahun 2010. Hanyalah llah sendiri yang tahu tentang hikmah rahasianya.
Segala bencana ang terjadi telah dirancang, diprogramkan Allah sebelumnya sesuai kehendakNy, ilmuNya, seperti disimak dalam QS 57:2, yang menyatakan bahwa “Nought f disaster befalleth in the eart or in your selves but it is n Book before We bring it nto being” (Tiada sesatu musibah, bencana pun ang menimpa di bumi dan tdak pula pada dirimu sendiri melainkan tela tertulis dalam Kitab sebelum Kami menciptakannya).
Jika dikatakan bahwadengan bencana gempa-tsunami Meulaboh itu, Allah ingin menunjukkan ke MahakuasaanNya, maka muncul pertanyaan, aakah mash belum cukp bukti-but keMahakuasaanNya, seingga masih perlu menurunkan bencana-tsnami Meulaboh yang dahsyat itu sebagai buktinya.
Jika dikatakan bahwa bencana gema-tsuami Meulaboh itu sebagai azab, skasaan Allah, maka muncul pertanyaan, apakah mereka yang terkena musiba itu memang pantas diazab, disiksa, karena mereka lebih durhaka kepada Allah dari pada yang tak terkena bencana.
Jika dikatakan bahwa gempa-tsunami Meulaboh itu sebagai rahmat Alla, sebagai pengapus dosa-dosa, maka muncl pertanyaan aakah yang terkena musibah tersubut tergolong sahid, ergolng ahli surge karena dosa-dosana sudah dihapus.
Jika dikatakan bahwa bencana gempa-tsnami Meulaboh itu sebagai peringatan dari Allah, maka muncul pertanyaan apakah memang bencana sedahsyat it efektif menyadarkan yang seamat dari bencaa itu agar kembali ke jalan Allah yang lurus. Apakah ada tercatat dalam sejarah bahwa bencanaq-bencana efektif menyadarkan orang kembali ke jalan Allah ke jalan yang benar.
Di ayat QS 30:41 dan 42:20 dipahami bawa memang ada musibah, bencana (sepert kelaparan, keskinan, kematian, kecelakaan, kesengsaran, kesempitan, kesukaran, kesusahan, penyakit, gempa, badai, taupan) yang bertujuan sebagai peringatan agar sadar atas kesalahan, kekeliruan manusia dalam menata sistim hidup social ekonomi, serta segera kembali meperbaiki kesalahan, kekeliruan yang tela diperbuat.
Dari aat-ayat tersebut juga dpaami bahwa ada musibah, bencana yang disebabkan oleh dosa, kesalaan, kekeliruan manusia dalam menata sistim hidup social-ekonomi.
Bagaimana pun semua musibah, bencana itu adalah kehendak Allah “ Tiada sesuatu musibah yang menimpa seserang kecuali dengan idzin Allah “ (QS 64:11).
Bagaimana pun, bencana, gempa-tsuami bisa berfungsi ganda (multi function). Terhadap yang meninggal bisa berupa rahmat, penutup catatan amalnya, bisa pengurangi dosa-dosanya, bakan penghapus dosa-dosanya Terhadap anak-anak yang meninggal juga bisa berupa rahmat bagi dirinya, bisa bagi orangtanya (yang sabar menerima bencana itu). Terhadap ang keterlaluan, yang keliwat batas bisa berupa zab, siksaan. Teradap yang terlanjur, teledor menyimpang, menyeleweng bisa berupa peringatan agar kembali ke jalan yang benar. Terhadap yang sudah berada di alan yang benar bisa berupa check point untuk meningkatkan mutu keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.
Musibah, bencana yang menimpa bagi yang fasiq merupakan azab, siksaan, sedangkan bagi yang beriman merupakan nikmat (Prof Dr Hamka : “Tafsir Al-Azhar”, juzuk VII, hal 228). Banjir besar yang dataaaaaaaang menyapu negeri, atau gunng berapi meletus mengalirkan lahar, atau musuh menghujani sebuah negeri dengan bom atom, atau penyakit menular menyapu rata penduduk yang datang tiba-tiba atau datang secara berhanyut-hanyut, bagi orang yang berman semuanya adalah karunia llah, dari Dia mereka datang, dengan Dia merea hidup, dan kepadaNya mereka kembali.
“Tiadalah seorang tertusuk duri dan mengalami salah urat, maupun tergelincir kakinya melainkan karena dosa, sedangkan dosa yang dima’afkan Allah lebih banyak” (“Tafsir Ibnu Katsir”, re QS 57:22).
“Tiada seorang Muslim ang menderita atau terkena gangguan apa pun, baik yang berupa duri atau lebih dari pada itu, melainkan Allah akan menghapus sebagain dosanya, sebagamana rontoknya daun dari pohonnya” (THSR Bukhari, Muslim dari Abdullah bin Masud, Dalam “Riadhus halihin”, pasal “Sabar”).
“Tiada pembalasan bagi seorang hambaKu ang telah Kuambil kembali kekasihnya, kemudian orang itu menghapus pahala daripadaKu, selain dari pahala surge” (THSR Bukhari, dari Abi Hurairah, idem).
“Dan sesungguhnya Kami elah mengutus (rasu-rasul) kepada umjat-umat yang sebelumkamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka benar (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri” (QS 6:42).
“Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketka datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras dan syaithan menampakkan kepada mereka kebagusan apapun yang sealu mereka kerjakan” (QS 6:43).
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang elah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa ang telah diberikankepada mereka, ami siksa mereka dengan sekonyosng-konong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa” (QS 6:44).
“MAka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampa ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam” (QS 6:4)
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS0501111600)
Bahan renungan
1. Dari sudut pandang Islam, bencana tsunami di Mentawai dan gempa vulkanik di Merapi, apakah merupakan :
– teguran, peringatan dari Allah, ataukah
– ujian, cobaan dari Allah tentang keimanan, ataukah
– hukman, siksaan, azab dari Allah atas dosa-dosa yang dilakukan, ataukah
– pamer kekuasaan dari Allah, atakah
– sunnatullah (fenomena alam) semata ?
a. Seberapa besar efektifitas sanksi hukum, efektifitas bencana untuk mengembalikan manusia yang tersesat ke jalan kebenaran ?
b. Tanpa sanksi hukum, tanpa bencana, seberapa banyak jumlah manusia yang tersesat dari jalan kebenaran ?
c. Apakah dapat ditemukan fakta dan data sejarah tentang hal tersebut ?
2. Dari sudut pandang Islam, dana untuk korban bencana apa perlu diseleksi halal atau haramnya. Apakah penggalangan dana itu boleh saja dilakukan oleh semua kalangan, termasuk komunitas koruptor, maling, mucikari, germo, psk, gay, dan yang semacam itu ?
Politisasi dan Komersialisasi bencana
Penyebab, bentuk, tujuan musibahm bencana, petaka
Musibah, bencana, petaka, penyebabnya bisa sebagai sunnatullah (fenomena alam). Bentuknya bias sebagai unjuk ke Mahakuasaan Allah. Tujuannya bisa sebagai teguran, peringatan, ujian, cobaan, hukuman, siksaan, azab, rahmat dari Allah. Musibah, bencana, petaka yang menyebabkan seorang Muslim meninggal dunia dapat dipandang sebagai sarana positif baginya untuk memperoleh posisi sebagai syahid/syuhada (Simak antara lain asSayyid Sabiq : “Fiqh asSunnah”, Jilid I, halaman 332, Ghasl almayyit”)..
Politisasi dan Komersialisasi bencana
Tujuan menghalalkan segala cara. Untuk mencapai, mewujudkan tujuan, segala cara boleh dilakukan. Bencana boleh dipotisasi sebagai sarana kampanye parpol. Bencana pun boleh dikkomerssialisasi sebagai sarana promosi komoditi produksi. Para pengurus parpol dan pihak manajemen industry bias memanfa’atkan bencana dan korban sebagai sarana kampanye parpol dan promosi produk industry. Inilah pola piker, sikap mental bangsa ini (Simak “Ironi Merapi” oleh FX Wikan Inrarto dalam KOMPAS, Sabtu, 6 November 2010).
Musibah dan usaha
Musibah diatasi dengan usaha. Suatu ketika Nabi Ayub mengalami musibah berupa sakit (sakit kulit ?). NaBI Ayub dituntun, dibimbing Allah agar berusaha mengobati penyakitnya dengan berupaya mendapatkan obatnya berupa air obat (obat penyakit kulit ?). Nabi Ayub hanya mengeluhkan penyakitnya kepada Allah tanpa memohon agar disembuhkan. “Dan ingatlah akan hamba Ayub, ketika ia menyeru TuhanNya : Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan. Allah berfirman : Hantamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum” (QS 38:41-42; simak juga QS 21:85).
Suatu ketika Siti Maryam binti ‘Imran mengalami musibah bencana berupa hamil tanpa bersuami. Akibat tekanan batin yang dideritanya, Maryam menjauhkan diri ke tempat terpencil. Semakin dekat waktu melahirkan, kesedihan, ketakutan, kekhawatiran Maryam semakin memuncak. Maryam khawatir akan takdir yang akan terjadi. Sangat berat beban pemikiran yang menimpanya. Sebagai seorang wanita yang be3rasal dari keluarga baik-baik dan shaleh, tentu dengan kejadian mengandung tanpa bersuami itu merupakan pukulan batin yang teramat berat dan pedih. Apakah orang tidak akan menuduhnya telah berbuat zina ? Yang mencemarkan nama baik keluarganya. Sungguh merupakan beban penderitaan batin yang tak tertanggungkan. Siti Maryam mengeluh, tak ada gunyanya ia hidup.“Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia bersandar pada pangkal pohon kurma, maaryam berkata : Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang taidak berarti, lagi dilupakan” (QS 19:23). Demikian terasakan dalam kisah Maryam dalam QS 19:22-26. Bisa dibayangkan betapa remuknya perasaannya bila tak datang ma’unah, pertolongan Allah yang disampaikan Jibril kepada Maryam. Siti Maryam dituntun, dibimbing Allah agar berusaha tegar, tak bersedih, dan berupaya mendapatkan kembali tenaga, kekuatan.”Maka Jibril menyeru dari tempat yang rendah : Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyangkanlah kohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu” (QS 19:23-25) (ALHIKMAH, Bani Saleh, Bekasi, No.5, Th.III, Desember 1996, hal 13).
Setelah menerima wahyu pertama, sebelum turun surah adDhuha, Rasulullah pernah mengalami goncangan batin yang sangat dahsyat. “Aku adalah hamba Allah yang paling benci pada sya’ir. Tidak ada seorang dari hamba Allah yang paling kubenci selain penyair dan orang gila. Aku tak kuasa melihat kedua orang itu. Bahwasanya jalan yang baik buat menghindarkan tuduhan orang Quraisy, ialah aku pergi ke suatu puncak bukit lalu aku terjunkan diriku ke bawah, supaya habislah riwayat hidupku dan terlepaslah aku dari tuduhan sebagai penyair dan orang gila. Inilah yang terpikir, terlintas untuk mengakhiri hidup dengan menerjunkan diri dari puncak gunung Abu Qubais. Maka aku pun keluar dari rumah untuk menjalankan maksud itu. Rasulullah dituntun, dibimbing Allah agar tak bersedih dan tak berduka cita dengan berupaya mendapatkan kebahagiaan akhirat, antara lain dengan menyantuni yang melarat, menuntun, membimbing yang awam, menyebarkan rahmat karunia ilahi ke segenap penjuru (Simak antara lain Haekal : “Sejarah Hidup Muhammad”, 1984:97-98). Tiba-tiba setelah berada di tengah bukit itu aku mendengar suatu suara dari langit yang mengatakan : Ya Muhammad, engkau Rasulullah dan aku Jibril” (Menurut HR Thabary dari Abdullah bin Zubair; juga HR Ibnu Ishaq dari Wahab bin Kaisan dari ‘Ubaid, dalam “Tafsir I bawah Naungan alQur:an” oleh Sayid Quthub, juzuk XXX, hal 373; dan simak juga “Tafsir AlAzhar” oleh Prof Dr Hamka, juzuk XXX, hal 102).
(Asrir BKS1009240500 written by sicumpaz@gmail.comsicumpas.wordpress.com)
Bahan renungan
1. Dari sudut pandang Islam, bencana tsunami di Mentawai dan gempa vulkanik di Merapi, apakah merupakah :
– teguran, peringatan dari Allah, ataukah
– ujian, cobaan dari Allah tentang keimanan, ataukah
– hukman, siksaan, azab dari Allah atas dosa-dosa yang dilakukan, ataukah
– pamer kekuasaan dari Allah, atakah
– sunnatullah (fenomena alam) semata ?
2. Dari sudut pandang Islam, dana untuk korban bencana apa perlu disleksi halal atau haramnya. Apakah penggalangan dana itu boleh saja dilakukan oleh semua kalangan, termasuk komunitas koruptor, maling, mucikari, germo, psk, gay, dan yang semacam itu ?
3. Mana saja hadis dalam “Bulughul Maram” yang berbeda syarahnya antara Shan’ani (Subulus Salam) dan ‘Asqalani (Fathul Bari) ?
4. Padahari tasyrik ada seseorang peternak kambing baru punya anak lelaki berumur tujuh hari. Kambingnyaa ada 40 ekor. Apasaja kewaajiban agama Islam yang harus ia lakukan berkaitan dengan kambingnya?
Kawasan rawan bencana
Sebelum korban berjatuhan, seyogianya pemerintah bertindak tegas mentransmigrasikan warga yang berada di kawasan rawan bencana (gempa, tektonik, vulkanik, tsunami, banjir, longsor). Pos APBN untuk keluar negeri (Presiden, Meneri, Legislatif) direvisi untuk trnsmigrasi.Di kawasan rawan bencana hendaknya selalu siap standby helicopter penolong.
Kepekaan dan Kepedulian Sosial
Sungguh menggembirakan, dari mana-mana, baik dari dalam maupun luar negeri secara beruntun berdatangan, mengalir simpati, sumbangan, bantuan, baik berupa uang, jasa, tenaga logistic yang jumlahnya demikian besar untuk meringankan derita korban bencana gempa tsunami Meulaboh 26 Desember 2004 di Nanggro Aceh Darus Salam dan sekitarnya. Ini menunjukkan, merefleksikan tingkat kepedulian sosal masyarakat yang sangat tinggi. Sekaligus juga menunjukkan hati nurani masyarakat yang begitu memiliki kepekaan social. Bencana gempat-tsunami benar-benar menggugah-membangkitkan kepekaan dan kepedulian social masyarakat. Juga dalam bencana Tsunami Mentawai dan erupsi Merapi Jateng 2/26 Oktober 2010.
Bila (Das Sollen) kepekaan dan kepedulian social ini juga tumbuh bersemi dalam kondisi normal, maka jumlah peminta-minta, pengemis, pengamen, pemulung, penganggur secara drastic akan semain berkurang. Benar-benar kesejahteraan social seperti yang diamanahkan UUD-45 pasal 33-34 akan terwujud secara nyata dalam kehidupan. Fakir –miskin dan anak-anak yang terlantar akan dipelihara masyarakat. Kekayaan alam dan produksi benar-benar akan dipergunakan untuk kepentingan, kemakmuran rakyat seluruhnya. Terwujudlah Indnesia Adl Makmur “Baldatun thaiyibatun wa rabbun ghafur”.
Semangat mengash, mengadopsi, menjadi orangtua angkat anak-anak korban gempa-tsunami begitu menggebu. Namun tak satu pun yang tertarik untuk menjadi saudara angkat para korban gempa-tsunami. Tak ada yang tertarik untuk member pekerjaan kepada para korban yang kehilangan mata pekerjaan.
Semuanya tak pedlui aka masa depan mereka itu. Bakan di tingkat internasional tak ada yang peduli dengan nasib mereka itu. Tak ada yang peduli secara konkrit terhadap nasib para pemnta-minta, pengemis, pengamen, pemulung, penganggur, para terlantar. (Dalam musim haji 1432H/2010M pemerintah Arab Saudi melarang member uang kepada para pengemis di Masjidil Haram).
Negara kaya tak peduli dengan nasib Negara miskin. Negara kaya hanya peduli dengan peningkatan, pelipatgandakan kekayaannya. Kebijakan Negara kaya hanya untuk meningkatkan, melipatgandakan kekayaan mereka. Konglomerat hanya peduli dengan kekayaannya. Konglomerat tak pernah peduli dengan nasib kaum melarat, kalau tak terkait dengan keentngannya.
Ajaran, teori seleksi alamnya Darwin tetap berlaku dalam kehidupan dunia modern. Yang lemah adalah mangsa yang kuat. Yang melarat adalah makanan konglomerat. Homo homini lupus. Exploitation de l”home par l’home. Selama bermental rakus, tamak, selama bermental kapitalis, tak akan pernah ada kasih antar sesame, tak ada kepekaan dan kepedulian social yang tulus tanpa pamrih apa pun. Baru kalau mental kapitalis sudah berubah, beralih menjadi mental social (bedakan dengan paham sosialisme), barulah kepekaan dan kepedulian social tertanam di dada, dalam sanubari secara tulus tanpa pambrih. Kepekaan, kepedulian social berkaitan dengan keikhlasan.
Bila bangsa ini, termasuk presidennya, menterinya, gubernurnya , aparatnya memiliki kepekaan social dan kepedulian social tak akan pernah terjadi penggusuran warga secara paksa seperti tampak pada tayangan TransTV, Senin, 31 Januari 2005, 1030-1100, “Kejamnya Dunia”, “Buldozer itu menghancurkan harapan kami”. Apakah tak lebih dulu dibikinkan barak-barak seperti bagi korban bencana bempa tsunami NAD 26 Desember 2004, sebagai tempat untuk merelokasi mereka yang terkena pembongkaran. Itu kalau penyelenggara Negara ini dengan aparatnya memiliki kepekaan dana kepedulian social, kesadaran seb agai warga Negara yang merasakan kepedihan sesama, memiliki nurani. Dan tetap saja benar teori seleksi Darwin bahwa yang lemah adalah mangsa yang kuat.
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS0501140600)
Tak ada yang tahu selain Allah
(Deus le volt)
Tak seorang pun yang tahu apa hikmah, rahasia, maksud, tujuan Allah menurunkan bencana gempa-tsunami Meulaboh 26 Dsember 2004 yang menewaskan lebih dari 150000 jiwa dan memusnahkan sejumlah bangunan di sekitar utara Samudera Indonesia. Juga bencana gempa-tsunami Mentawai dan gempa vulkanik Merapi pada tahun 2010. Hanyalah llah sendiri yang tahu tentang hikmah rahasianya.
Segala bencana ang terjadi telah dirancang, diprogramkan Allah sebelumnya sesuai kehendakNy, ilmuNya, seperti disimak dalam QS 57:2, yang menyatakan bahwa “Nought f disaster befalleth in the eart or in your selves but it is n Book before We bring it nto being” (Tiada sesatu musibah, bencana pun ang menimpa di bumi dan tdak pula pada dirimu sendiri melainkan tela tertulis dalam Kitab sebelum Kami menciptakannya).
Jika dikatakan bahwadengan bencana gempa-tsunami Meulaboh itu, Allah ingin menunjukkan ke MahakuasaanNya, maka muncul pertanyaan, aakah mash belum cukp bukti-but keMahakuasaanNya, seingga masih perlu menurunkan bencana-tsnami Meulaboh yang dahsyat itu sebagai buktinya.
Jika dikatakan bahwa bencana gema-tsuami Meulaboh itu sebagai azab, skasaan Allah, maka muncul pertanyaan, apakah mereka yang terkena musiba itu memang pantas diazab, disiksa, karena mereka lebih durhaka kepada Allah dari pada yang tak terkena bencana.
Jika dikatakan bahwa gempa-tsunami Meulaboh itu sebagai rahmat Alla, sebagai pengapus dosa-dosa, maka muncl pertanyaan aakah yang terkena musibah tersubut tergolong sahid, ergolng ahli surge karena dosa-dosana sudah dihapus.
Jika dikatakan bahwa bencana gempa-tsnami Meulaboh itu sebagai peringatan dari Allah, maka muncul pertanyaan apakah memang bencana sedahsyat it efektif menyadarkan yang seamat dari bencaa itu agar kembali ke jalan Allah yang lurus. Apakah ada tercatat dalam sejarah bahwa bencanaq-bencana efektif menyadarkan orang kembali ke jalan Allah ke jalan yang benar.
Di ayat QS 30:41 dan 42:20 dipahami bawa memang ada musibah, bencana (sepert kelaparan, keskinan, kematian, kecelakaan, kesengsaran, kesempitan, kesukaran, kesusahan, penyakit, gempa, badai, taupan) yang bertujuan sebagai peringatan agar sadar atas kesalahan, kekeliruan manusia dalam menata sistim hidup social ekonomi, serta segera kembali meperbaiki kesalahan, kekeliruan yang tela diperbuat.
Dari aat-ayat tersebut juga dpaami bahwa ada musibah, bencana yang disebabkan oleh dosa, kesalaan, kekeliruan manusia dalam menata sistim hidup social-ekonomi.
Bagaimana pun semua musibah, bencana itu adalah kehendak Allah “ Tiada sesuatu musibah yang menimpa seserang kecuali dengan idzin Allah “ (QS 64:11).
Bagaimana pun, bencana, gempa-tsuami bisa berfungsi ganda (multi function). Terhadap yang meninggal bisa berupa rahmat, penutup catatan amalnya, bisa pengurangi dosa-dosanya, bakan penghapus dosa-dosanya Terhadap anak-anak yang meninggal juga bisa berupa rahmat bagi dirinya, bisa bagi orangtanya (yang sabar menerima bencana itu). Terhadap ang keterlaluan, yang keliwat batas bisa berupa zab, siksaan. Teradap yang terlanjur, teledor menyimpang, menyeleweng bisa berupa peringatan agar kembali ke jalan yang benar. Terhadap yang sudah berada di alan yang benar bisa berupa check point untuk meningkatkan mutu keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.
Musibah, bencana yang menimpa bagi yang fasiq merupakan azab, siksaan, sedangkan bagi yang beriman merupakan nikmat (Prof Dr Hamka : “Tafsir Al-Azhar”, juzuk VII, hal 228). Banjir besar yang dataaaaaaaang menyapu negeri, atau gunng berapi meletus mengalirkan lahar, atau musuh menghujani sebuah negeri dengan bom atom, atau penyakit menular menyapu rata penduduk yang datang tiba-tiba atau datang secara berhanyut-hanyut, bagi orang yang berman semuanya adalah karunia llah, dari Dia mereka datang, dengan Dia merea hidup, dan kepadaNya mereka kembali.
“Tiadalah seorang tertusuk duri dan mengalami salah urat, maupun tergelincir kakinya melainkan karena dosa, sedangkan dosa yang dima’afkan Allah lebih banyak” (“Tafsir Ibnu Katsir”, re QS 57:22).
“Tiada seorang Muslim ang menderita atau terkena gangguan apa pun, baik yang berupa duri atau lebih dari pada itu, melainkan Allah akan menghapus sebagain dosanya, sebagamana rontoknya daun dari pohonnya” (THSR Bukhari, Muslim dari Abdullah bin Masud, Dalam “Riadhus halihin”, pasal “Sabar”).
“Tiada pembalasan bagi seorang hambaKu ang telah Kuambil kembali kekasihnya, kemudian orang itu menghapus pahala daripadaKu, selain dari pahala surge” (THSR Bukhari, dari Abi Hurairah, idem).
“Dan sesungguhnya Kami elah mengutus (rasu-rasul) kepada umjat-umat yang sebelumkamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka benar (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri” (QS 6:42).
“Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketka datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras dan syaithan menampakkan kepada mereka kebagusan apapun yang sealu mereka kerjakan” (QS 6:43).
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang elah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa ang telah diberikankepada mereka, ami siksa mereka dengan sekonyosng-konong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa” (QS 6:44).
“MAka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampa ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam” (QS 6:4)
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS0501111600)
Semuanya sudah ditetapkan
Minggu, 31 Mei 2009
Semanya sudah ditetapkan
Semuanya sudah ditetapkan
Hanya yang akan berlaku adalah yang direncanakan Allah saja. Yang direncanakan manusia hanya akan berlaku bila bertepataan dengan rencana Allah, dan tak akan berlaku bila tak bertepatan dengan rencana Allah.
"Dan apabila Dia menghendaki mengadakan sesuatu Dia berkata : Jadilah engkau. lalu jadilah ia" (QS 2:117).
"Apabila Ia memutuskan suatu pekerjaan, Ia hanya berkata : Jadilah engkau, lalu jadilah ia" (QS 3:47).
"Apabila Dia hendak memutuskan suatu urusan, maka hanya Dia berkata kepadanya : Jadilah engkau, lalu jadilah ia" (QS 40:68).
"Apabila Dia hendak mengadakan sesuatu, maka Dia hanya berkata : Jadilah engkau. maka jadilah ia" (QS 19:35).
"bila Ia amenghendaki (menaakan) sesuatu, Ia berkata kepadanya ; Jadilah engkau. lalu jadilah ia" (QS 36:82)
Semuanya sudah direncanakan, diprogramkan Allah.
"Tiada suatu bencana yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab Lauh Mahfuzh" (QS 57:22).
Tiada sesuatu musibah pun yang menimpa seseoang kecuali dengan idzin Allah" (Qs 64:11).
"Apa saja yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri" (QS 42:30).
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia: (QS 30:41).
Semuanya terjadi sesuai dengan rencana, program Allah. Semua atas kehendak Allah. Semua yang terjadi adalah atas kehendak Allah. tak ada yang terjadi tanpa kehendak Allah.
"Tak ada daya dan kekuatan, kecuali dengan idzin Allah".
"Kamu tidak dapat menghendaki, kecuali apabila dikehendaki Allah" (QS 81:29).
"Kamu tidak mampu, kecuali bila dikehendaki Allah" (QS 76:30).
"tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka" (QS 28:68).
"Katakanlah : Telah ditakdirkan Allah, dan Allah berbuat sekehendaknya" (HR Muslim dari Abi Hurairah, dalam 'Riadhus Shalihin" Nawawi, pasal Mujahadah, Muqarabah),
"Man proposes, God disposes. Man does what he can, and God what He will".
Termasuk dalam sunnah, rencana, program Allah adalah bahwa orang yang bersih jiwanya akan memperoleh apa yang dikehendakinya, yang dicita-citakannya.
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri" (QS 87:14).
"Semuanya datang dari sisi Allah" (QS 4:78).
"Jika mereka memperoleh kebaikan, maka mereka mengatakan "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana, mereka mengatakan "Ini datangnya dari kamu (Muhammad)". Katakanlah "Semuanya dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu hampir-hampir tidak bisa memahami pembicaraan sedikitpun? Kebaikan apa saja yang kamu terima adalah dari sisi Allah dan keburukan (bencana) apa saja yang menimpa adalah berasal dari diri kamu (QS 4:78-79, Dr Shaleih Abdul fattah alKhalidi : "Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Qur;an", 2001:338).
Kenapa Allah menghendakinya terjadi? Hanya Allah sendiri yang mengetahuinya. Tak ada yang tahu selain allah sendiri. "Allahu a'lam bi muradihi".
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata : Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan paadanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau. tuhan berfirman : sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui" (QS 2:30).
Allah maha Mengetahui. Mengetahui yang sudah, yang sedang dan yang akan terjadi. di mana pun, kapan pun.
"Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkanDia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata" (QS 6:59, 57:22, Dr Shalih Abdul Fattah alKhalidi : "Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Qur:an", 2001:269).
Nasib seseoraang sudah ditentukan Allah.
"Allah menyuruh mencatat ketentuan amal, rizqi, ajal dan nasib seseorang" (HR Bukhari, Muslim dari Abdullah bin Ma'ud, dalam "Lukluk wal Marjan", hadits 72, 1093, dan dalam "riadhus Shalihin", jilid I, hal 354, hadits 1).
Rencana, program Allah tak mengalami perubahan, revisi.
"Dan tiada engkau peroleh sunnatullah itu berubah-ubah (bertukar-tukar)" (QS 33:62).
"Dan engkau tiada akan mendapati sunnatullah itu berubah-ubah (bertukar-tukar)" (QS 48:23).
" Maka tiada engkau dapati sunnatullah itu bertukar-tukar, dan tiada engkau dapati sunnatullah itu berubah-ubah" (QS 35:43).
"Dan engkau tidak dapat mengubah sunnah (jalan, sistim) kami itu" (Qs 17:77).
"Kalau Aku sudah menentukan suatu keputusan, maka keputusan itu tidak dapat dibatalkan (ditolak)" (dalam Hadits).
Nabi bersabda "Tiada seoang pun dari kalian, bahkan tiada suatu jiwa manusia melainkan sudah ditentukan tempatnya di sorga atau di neraka, bernasib baik atau celaka". Seorang bertanya :"Ya Rasulullah, apakah tidak lebih baik kita menyerah saja pada ketentuan itu dan tidak usah beramal, maka jika untung akan sampai kepada keuntungannya". Jawab Nabi "Adapun orang yang bakal untung maka diringankan untuk mengamalkan perbuatan ahli sa'adah, sealiknya orang yang celaka maka ringan untuk berbuat segala amal yang membinasakan" (HR Bukhari, Muslim dari Ali, dalam "Lukluk wal Marjan", hadits 1697).
"Barangsiapa dikehendaki Allah akan menunjukinya, niscaya Dia lapangkan dadanya bagi Islam. barangsiapa yang dikehendaki Allah akan menyesatkannya, Dia jadikan adanya sempit dan picik, seolah-olah ia hendak naik ke langit" (QS 6:125).
Allah mengatur "programNya, yang di dalam Islam dinami "taqdir" setapak demi setapak. Dengan takdir-iradah Allah, maka orang-orang Israil yang telah sekian lama teraniaya dan tertindas di bawah kekuasaan Fir'aun dikurniai kedudukan terhormat sebagai pemimpin yang memimpin masyarakat yang bebas merdeka dari perbudakan dan kehinaan, sebagai pemimpin yang menerima warisan bekas wilayah kekuasaan Fir'aun (Prof Dr Hamka : "Tafsir Al-Azhar", XX, 1983:68-70).
"Dan berkehendaklah Kami (Allah) hendak memberi kurnia atas orang-orang yang diperlemah di muka bumi itu dan hendak kami jadikan mereka itu pemimpin-pemimpin dan hendak kami jadikan mereka itu penerima waris" (QS 28:5).
Diposkan oleh Asrir Sutanmaradjo di 15.50
Musibah, bencana, petaka, penyebabnya bisa sebagai sunnatullah (fenomena alam). Bentuknya bias sebagai unjuk ke Mahakuasaan Allah. Tujuannya bisa sebagai teguran, peringatan, ujian, cobaan, hukuman, siksaan, azab, rahmat dari Allah. Musibah, bencana, petaka yang menyebabkan seorang Muslim meninggal dunia dapat dipandang sebagai sarana positif baginya untuk memperoleh posisi sebagai syahid/syuhada (Simak antara lain asSayyid Sabiq : “Fiqh asSunnah”, Jilid I, halaman 332, Ghasl almayyit”)..
Politisasi dan Komersialisasi bencana
Tujuan menghalalkan segala cara. Untuk mencapai, mewujudkan tujuan, segala cara boleh dilakukan. Bencana boleh dipotisasi sebagai sarana kampanye parpol. Bencana pun boleh dikkomerssialisasi sebagai sarana promosi komoditi produksi. Para pengurus parpol dan pihak manajemen industry bias memanfa’atkan bencana dan korban sebagai sarana kampanye parpol dan promosi produk industry. Inilah pola piker, sikap mental bangsa ini (Simak “Ironi Merapi” oleh FX Wikan Inrarto dalam KOMPAS, Sabtu, 6 November 2010).
Musibah dan usaha
Musibah diatasi dengan usaha. Suatu ketika Nabi Ayub mengalami musibah berupa sakit (sakit kulit ?). NaBI Ayub dituntun, dibimbing Allah agar berusaha mengobati penyakitnya dengan berupaya mendapatkan obatnya berupa air obat (obat penyakit kulit ?). Nabi Ayub hanya mengeluhkan penyakitnya kepada Allah tanpa memohon agar disembuhkan. “Dan ingatlah akan hamba Ayub, ketika ia menyeru TuhanNya : Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan. Allah berfirman : Hantamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum” (QS 38:41-42; simak juga QS 21:85).
Suatu ketika Siti Maryam binti ‘Imran mengalami musibah bencana berupa hamil tanpa bersuami. Akibat tekanan batin yang dideritanya, Maryam menjauhkan diri ke tempat terpencil. Semakin dekat waktu melahirkan, kesedihan, ketakutan, kekhawatiran Maryam semakin memuncak. Maryam khawatir akan takdir yang akan terjadi. Sangat berat beban pemikiran yang menimpanya. Sebagai seorang wanita yang be3rasal dari keluarga baik-baik dan shaleh, tentu dengan kejadian mengandung tanpa bersuami itu merupakan pukulan batin yang teramat berat dan pedih. Apakah orang tidak akan menuduhnya telah berbuat zina ? Yang mencemarkan nama baik keluarganya. Sungguh merupakan beban penderitaan batin yang tak tertanggungkan. Siti Maryam mengeluh, tak ada gunyanya ia hidup.“Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia bersandar pada pangkal pohon kurma, maaryam berkata : Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang taidak berarti, lagi dilupakan” (QS 19:23). Demikian terasakan dalam kisah Maryam dalam QS 19:22-26. Bisa dibayangkan betapa remuknya perasaannya bila tak datang ma’unah, pertolongan Allah yang disampaikan Jibril kepada Maryam. Siti Maryam dituntun, dibimbing Allah agar berusaha tegar, tak bersedih, dan berupaya mendapatkan kembali tenaga, kekuatan.”Maka Jibril menyeru dari tempat yang rendah : Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyangkanlah kohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu” (QS 19:23-25) (ALHIKMAH, Bani Saleh, Bekasi, No.5, Th.III, Desember 1996, hal 13).
Setelah menerima wahyu pertama, sebelum turun surah adDhuha, Rasulullah pernah mengalami goncangan batin yang sangat dahsyat. “Aku adalah hamba Allah yang paling benci pada sya’ir. Tidak ada seorang dari hamba Allah yang paling kubenci selain penyair dan orang gila. Aku tak kuasa melihat kedua orang itu. Bahwasanya jalan yang baik buat menghindarkan tuduhan orang Quraisy, ialah aku pergi ke suatu puncak bukit lalu aku terjunkan diriku ke bawah, supaya habislah riwayat hidupku dan terlepaslah aku dari tuduhan sebagai penyair dan orang gila. Inilah yang terpikir, terlintas untuk mengakhiri hidup dengan menerjunkan diri dari puncak gunung Abu Qubais. Maka aku pun keluar dari rumah untuk menjalankan maksud itu. Rasulullah dituntun, dibimbing Allah agar tak bersedih dan tak berduka cita dengan berupaya mendapatkan kebahagiaan akhirat, antara lain dengan menyantuni yang melarat, menuntun, membimbing yang awam, menyebarkan rahmat karunia ilahi ke segenap penjuru (Simak antara lain Haekal : “Sejarah Hidup Muhammad”, 1984:97-98). Tiba-tiba setelah berada di tengah bukit itu aku mendengar suatu suara dari langit yang mengatakan : Ya Muhammad, engkau Rasulullah dan aku Jibril” (Menurut HR Thabary dari Abdullah bin Zubair; juga HR Ibnu Ishaq dari Wahab bin Kaisan dari ‘Ubaid, dalam “Tafsir I bawah Naungan alQur:an” oleh Sayid Quthub, juzuk XXX, hal 373; dan simak juga “Tafsir AlAzhar” oleh Prof Dr Hamka, juzuk XXX, hal 102).
(Asrir BKS1009240500 written by sicumpaz@gmail.comsicumpas.wordpress.com)
Bahan renungan
1. Dari sudut pandang Islam, bencana tsunami di Mentawai dan gempa vulkanik di Merapi, apakah merupakah :
– teguran, peringatan dari Allah, ataukah
– ujian, cobaan dari Allah tentang keimanan, ataukah
– hukman, siksaan, azab dari Allah atas dosa-dosa yang dilakukan, ataukah
– pamer kekuasaan dari Allah, atakah
– sunnatullah (fenomena alam) semata ?
2. Dari sudut pandang Islam, dana untuk korban bencana apa perlu disleksi halal atau haramnya. Apakah penggalangan dana itu boleh saja dilakukan oleh semua kalangan, termasuk komunitas koruptor, maling, mucikari, germo, psk, gay, dan yang semacam itu ?
3. Mana saja hadis dalam “Bulughul Maram” yang berbeda syarahnya antara Shan’ani (Subulus Salam) dan ‘Asqalani (Fathul Bari) ?
4. Padahari tasyrik ada seseorang peternak kambing baru punya anak lelaki berumur tujuh hari. Kambingnyaa ada 40 ekor. Apasaja kewaajiban agama Islam yang harus ia lakukan berkaitan dengan kambingnya?
Kawasan rawan bencana
Sebelum korban berjatuhan, seyogianya pemerintah bertindak tegas mentransmigrasikan warga yang berada di kawasan rawan bencana (gempa, tektonik, vulkanik, tsunami, banjir, longsor). Pos APBN untuk keluar negeri (Presiden, Meneri, Legislatif) direvisi untuk trnsmigrasi.Di kawasan rawan bencana hendaknya selalu siap standby helicopter penolong.
Kepekaan dan Kepedulian Sosial
Sungguh menggembirakan, dari mana-mana, baik dari dalam maupun luar negeri secara beruntun berdatangan, mengalir simpati, sumbangan, bantuan, baik berupa uang, jasa, tenaga logistic yang jumlahnya demikian besar untuk meringankan derita korban bencana gempa tsunami Meulaboh 26 Desember 2004 di Nanggro Aceh Darus Salam dan sekitarnya. Ini menunjukkan, merefleksikan tingkat kepedulian sosal masyarakat yang sangat tinggi. Sekaligus juga menunjukkan hati nurani masyarakat yang begitu memiliki kepekaan social. Bencana gempat-tsunami benar-benar menggugah-membangkitkan kepekaan dan kepedulian social masyarakat. Juga dalam bencana Tsunami Mentawai dan erupsi Merapi Jateng 2/26 Oktober 2010.
Bila (Das Sollen) kepekaan dan kepedulian social ini juga tumbuh bersemi dalam kondisi normal, maka jumlah peminta-minta, pengemis, pengamen, pemulung, penganggur secara drastic akan semain berkurang. Benar-benar kesejahteraan social seperti yang diamanahkan UUD-45 pasal 33-34 akan terwujud secara nyata dalam kehidupan. Fakir –miskin dan anak-anak yang terlantar akan dipelihara masyarakat. Kekayaan alam dan produksi benar-benar akan dipergunakan untuk kepentingan, kemakmuran rakyat seluruhnya. Terwujudlah Indnesia Adl Makmur “Baldatun thaiyibatun wa rabbun ghafur”.
Semangat mengash, mengadopsi, menjadi orangtua angkat anak-anak korban gempa-tsunami begitu menggebu. Namun tak satu pun yang tertarik untuk menjadi saudara angkat para korban gempa-tsunami. Tak ada yang tertarik untuk member pekerjaan kepada para korban yang kehilangan mata pekerjaan.
Semuanya tak pedlui aka masa depan mereka itu. Bakan di tingkat internasional tak ada yang peduli dengan nasib mereka itu. Tak ada yang peduli secara konkrit terhadap nasib para pemnta-minta, pengemis, pengamen, pemulung, penganggur, para terlantar. (Dalam musim haji 1432H/2010M pemerintah Arab Saudi melarang member uang kepada para pengemis di Masjidil Haram).
Negara kaya tak peduli dengan nasib Negara miskin. Negara kaya hanya peduli dengan peningkatan, pelipatgandakan kekayaannya. Kebijakan Negara kaya hanya untuk meningkatkan, melipatgandakan kekayaan mereka. Konglomerat hanya peduli dengan kekayaannya. Konglomerat tak pernah peduli dengan nasib kaum melarat, kalau tak terkait dengan keentngannya.
Ajaran, teori seleksi alamnya Darwin tetap berlaku dalam kehidupan dunia modern. Yang lemah adalah mangsa yang kuat. Yang melarat adalah makanan konglomerat. Homo homini lupus. Exploitation de l”home par l’home. Selama bermental rakus, tamak, selama bermental kapitalis, tak akan pernah ada kasih antar sesame, tak ada kepekaan dan kepedulian social yang tulus tanpa pamrih apa pun. Baru kalau mental kapitalis sudah berubah, beralih menjadi mental social (bedakan dengan paham sosialisme), barulah kepekaan dan kepedulian social tertanam di dada, dalam sanubari secara tulus tanpa pambrih. Kepekaan, kepedulian social berkaitan dengan keikhlasan.
Bila bangsa ini, termasuk presidennya, menterinya, gubernurnya , aparatnya memiliki kepekaan social dan kepedulian social tak akan pernah terjadi penggusuran warga secara paksa seperti tampak pada tayangan TransTV, Senin, 31 Januari 2005, 1030-1100, “Kejamnya Dunia”, “Buldozer itu menghancurkan harapan kami”. Apakah tak lebih dulu dibikinkan barak-barak seperti bagi korban bencana bempa tsunami NAD 26 Desember 2004, sebagai tempat untuk merelokasi mereka yang terkena pembongkaran. Itu kalau penyelenggara Negara ini dengan aparatnya memiliki kepekaan dana kepedulian social, kesadaran seb agai warga Negara yang merasakan kepedihan sesama, memiliki nurani. Dan tetap saja benar teori seleksi Darwin bahwa yang lemah adalah mangsa yang kuat.
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS0501140600)
Tak ada yang tahu selain Allah
(Deus le volt)
Tak seorang pun yang tahu apa hikmah, rahasia, maksud, tujuan Allah menurunkan bencana gempa-tsunami Meulaboh 26 Dsember 2004 yang menewaskan lebih dari 150000 jiwa dan memusnahkan sejumlah bangunan di sekitar utara Samudera Indonesia. Juga bencana gempa-tsunami Mentawai dan gempa vulkanik Merapi pada tahun 2010. Hanyalah llah sendiri yang tahu tentang hikmah rahasianya.
Segala bencana ang terjadi telah dirancang, diprogramkan Allah sebelumnya sesuai kehendakNy, ilmuNya, seperti disimak dalam QS 57:2, yang menyatakan bahwa “Nought f disaster befalleth in the eart or in your selves but it is n Book before We bring it nto being” (Tiada sesatu musibah, bencana pun ang menimpa di bumi dan tdak pula pada dirimu sendiri melainkan tela tertulis dalam Kitab sebelum Kami menciptakannya).
Jika dikatakan bahwadengan bencana gempa-tsunami Meulaboh itu, Allah ingin menunjukkan ke MahakuasaanNya, maka muncul pertanyaan, aakah mash belum cukp bukti-but keMahakuasaanNya, seingga masih perlu menurunkan bencana-tsnami Meulaboh yang dahsyat itu sebagai buktinya.
Jika dikatakan bahwa bencana gema-tsuami Meulaboh itu sebagai azab, skasaan Allah, maka muncul pertanyaan, apakah mereka yang terkena musiba itu memang pantas diazab, disiksa, karena mereka lebih durhaka kepada Allah dari pada yang tak terkena bencana.
Jika dikatakan bahwa gempa-tsunami Meulaboh itu sebagai rahmat Alla, sebagai pengapus dosa-dosa, maka muncl pertanyaan aakah yang terkena musibah tersubut tergolong sahid, ergolng ahli surge karena dosa-dosana sudah dihapus.
Jika dikatakan bahwa bencana gempa-tsnami Meulaboh itu sebagai peringatan dari Allah, maka muncul pertanyaan apakah memang bencana sedahsyat it efektif menyadarkan yang seamat dari bencaa itu agar kembali ke jalan Allah yang lurus. Apakah ada tercatat dalam sejarah bahwa bencanaq-bencana efektif menyadarkan orang kembali ke jalan Allah ke jalan yang benar.
Di ayat QS 30:41 dan 42:20 dipahami bawa memang ada musibah, bencana (sepert kelaparan, keskinan, kematian, kecelakaan, kesengsaran, kesempitan, kesukaran, kesusahan, penyakit, gempa, badai, taupan) yang bertujuan sebagai peringatan agar sadar atas kesalahan, kekeliruan manusia dalam menata sistim hidup social ekonomi, serta segera kembali meperbaiki kesalahan, kekeliruan yang tela diperbuat.
Dari aat-ayat tersebut juga dpaami bahwa ada musibah, bencana yang disebabkan oleh dosa, kesalaan, kekeliruan manusia dalam menata sistim hidup social-ekonomi.
Bagaimana pun semua musibah, bencana itu adalah kehendak Allah “ Tiada sesuatu musibah yang menimpa seserang kecuali dengan idzin Allah “ (QS 64:11).
Bagaimana pun, bencana, gempa-tsuami bisa berfungsi ganda (multi function). Terhadap yang meninggal bisa berupa rahmat, penutup catatan amalnya, bisa pengurangi dosa-dosanya, bakan penghapus dosa-dosanya Terhadap anak-anak yang meninggal juga bisa berupa rahmat bagi dirinya, bisa bagi orangtanya (yang sabar menerima bencana itu). Terhadap ang keterlaluan, yang keliwat batas bisa berupa zab, siksaan. Teradap yang terlanjur, teledor menyimpang, menyeleweng bisa berupa peringatan agar kembali ke jalan yang benar. Terhadap yang sudah berada di alan yang benar bisa berupa check point untuk meningkatkan mutu keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.
Musibah, bencana yang menimpa bagi yang fasiq merupakan azab, siksaan, sedangkan bagi yang beriman merupakan nikmat (Prof Dr Hamka : “Tafsir Al-Azhar”, juzuk VII, hal 228). Banjir besar yang dataaaaaaaang menyapu negeri, atau gunng berapi meletus mengalirkan lahar, atau musuh menghujani sebuah negeri dengan bom atom, atau penyakit menular menyapu rata penduduk yang datang tiba-tiba atau datang secara berhanyut-hanyut, bagi orang yang berman semuanya adalah karunia llah, dari Dia mereka datang, dengan Dia merea hidup, dan kepadaNya mereka kembali.
“Tiadalah seorang tertusuk duri dan mengalami salah urat, maupun tergelincir kakinya melainkan karena dosa, sedangkan dosa yang dima’afkan Allah lebih banyak” (“Tafsir Ibnu Katsir”, re QS 57:22).
“Tiada seorang Muslim ang menderita atau terkena gangguan apa pun, baik yang berupa duri atau lebih dari pada itu, melainkan Allah akan menghapus sebagain dosanya, sebagamana rontoknya daun dari pohonnya” (THSR Bukhari, Muslim dari Abdullah bin Masud, Dalam “Riadhus halihin”, pasal “Sabar”).
“Tiada pembalasan bagi seorang hambaKu ang telah Kuambil kembali kekasihnya, kemudian orang itu menghapus pahala daripadaKu, selain dari pahala surge” (THSR Bukhari, dari Abi Hurairah, idem).
“Dan sesungguhnya Kami elah mengutus (rasu-rasul) kepada umjat-umat yang sebelumkamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka benar (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri” (QS 6:42).
“Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketka datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras dan syaithan menampakkan kepada mereka kebagusan apapun yang sealu mereka kerjakan” (QS 6:43).
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang elah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa ang telah diberikankepada mereka, ami siksa mereka dengan sekonyosng-konong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa” (QS 6:44).
“MAka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampa ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam” (QS 6:4)
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS0501111600)
Semuanya sudah ditetapkan
Minggu, 31 Mei 2009
Semanya sudah ditetapkan
Semuanya sudah ditetapkan
Hanya yang akan berlaku adalah yang direncanakan Allah saja. Yang direncanakan manusia hanya akan berlaku bila bertepataan dengan rencana Allah, dan tak akan berlaku bila tak bertepatan dengan rencana Allah.
"Dan apabila Dia menghendaki mengadakan sesuatu Dia berkata : Jadilah engkau. lalu jadilah ia" (QS 2:117).
"Apabila Ia memutuskan suatu pekerjaan, Ia hanya berkata : Jadilah engkau, lalu jadilah ia" (QS 3:47).
"Apabila Dia hendak memutuskan suatu urusan, maka hanya Dia berkata kepadanya : Jadilah engkau, lalu jadilah ia" (QS 40:68).
"Apabila Dia hendak mengadakan sesuatu, maka Dia hanya berkata : Jadilah engkau. maka jadilah ia" (QS 19:35).
"bila Ia amenghendaki (menaakan) sesuatu, Ia berkata kepadanya ; Jadilah engkau. lalu jadilah ia" (QS 36:82)
Semuanya sudah direncanakan, diprogramkan Allah.
"Tiada suatu bencana yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab Lauh Mahfuzh" (QS 57:22).
Tiada sesuatu musibah pun yang menimpa seseoang kecuali dengan idzin Allah" (Qs 64:11).
"Apa saja yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri" (QS 42:30).
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia: (QS 30:41).
Semuanya terjadi sesuai dengan rencana, program Allah. Semua atas kehendak Allah. Semua yang terjadi adalah atas kehendak Allah. tak ada yang terjadi tanpa kehendak Allah.
"Tak ada daya dan kekuatan, kecuali dengan idzin Allah".
"Kamu tidak dapat menghendaki, kecuali apabila dikehendaki Allah" (QS 81:29).
"Kamu tidak mampu, kecuali bila dikehendaki Allah" (QS 76:30).
"tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka" (QS 28:68).
"Katakanlah : Telah ditakdirkan Allah, dan Allah berbuat sekehendaknya" (HR Muslim dari Abi Hurairah, dalam 'Riadhus Shalihin" Nawawi, pasal Mujahadah, Muqarabah),
"Man proposes, God disposes. Man does what he can, and God what He will".
Termasuk dalam sunnah, rencana, program Allah adalah bahwa orang yang bersih jiwanya akan memperoleh apa yang dikehendakinya, yang dicita-citakannya.
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri" (QS 87:14).
"Semuanya datang dari sisi Allah" (QS 4:78).
"Jika mereka memperoleh kebaikan, maka mereka mengatakan "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana, mereka mengatakan "Ini datangnya dari kamu (Muhammad)". Katakanlah "Semuanya dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu hampir-hampir tidak bisa memahami pembicaraan sedikitpun? Kebaikan apa saja yang kamu terima adalah dari sisi Allah dan keburukan (bencana) apa saja yang menimpa adalah berasal dari diri kamu (QS 4:78-79, Dr Shaleih Abdul fattah alKhalidi : "Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Qur;an", 2001:338).
Kenapa Allah menghendakinya terjadi? Hanya Allah sendiri yang mengetahuinya. Tak ada yang tahu selain allah sendiri. "Allahu a'lam bi muradihi".
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata : Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan paadanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau. tuhan berfirman : sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui" (QS 2:30).
Allah maha Mengetahui. Mengetahui yang sudah, yang sedang dan yang akan terjadi. di mana pun, kapan pun.
"Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkanDia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata" (QS 6:59, 57:22, Dr Shalih Abdul Fattah alKhalidi : "Pengantar Memahami Tafsir Fi Zhilalil Qur:an", 2001:269).
Nasib seseoraang sudah ditentukan Allah.
"Allah menyuruh mencatat ketentuan amal, rizqi, ajal dan nasib seseorang" (HR Bukhari, Muslim dari Abdullah bin Ma'ud, dalam "Lukluk wal Marjan", hadits 72, 1093, dan dalam "riadhus Shalihin", jilid I, hal 354, hadits 1).
Rencana, program Allah tak mengalami perubahan, revisi.
"Dan tiada engkau peroleh sunnatullah itu berubah-ubah (bertukar-tukar)" (QS 33:62).
"Dan engkau tiada akan mendapati sunnatullah itu berubah-ubah (bertukar-tukar)" (QS 48:23).
" Maka tiada engkau dapati sunnatullah itu bertukar-tukar, dan tiada engkau dapati sunnatullah itu berubah-ubah" (QS 35:43).
"Dan engkau tidak dapat mengubah sunnah (jalan, sistim) kami itu" (Qs 17:77).
"Kalau Aku sudah menentukan suatu keputusan, maka keputusan itu tidak dapat dibatalkan (ditolak)" (dalam Hadits).
Nabi bersabda "Tiada seoang pun dari kalian, bahkan tiada suatu jiwa manusia melainkan sudah ditentukan tempatnya di sorga atau di neraka, bernasib baik atau celaka". Seorang bertanya :"Ya Rasulullah, apakah tidak lebih baik kita menyerah saja pada ketentuan itu dan tidak usah beramal, maka jika untung akan sampai kepada keuntungannya". Jawab Nabi "Adapun orang yang bakal untung maka diringankan untuk mengamalkan perbuatan ahli sa'adah, sealiknya orang yang celaka maka ringan untuk berbuat segala amal yang membinasakan" (HR Bukhari, Muslim dari Ali, dalam "Lukluk wal Marjan", hadits 1697).
"Barangsiapa dikehendaki Allah akan menunjukinya, niscaya Dia lapangkan dadanya bagi Islam. barangsiapa yang dikehendaki Allah akan menyesatkannya, Dia jadikan adanya sempit dan picik, seolah-olah ia hendak naik ke langit" (QS 6:125).
Allah mengatur "programNya, yang di dalam Islam dinami "taqdir" setapak demi setapak. Dengan takdir-iradah Allah, maka orang-orang Israil yang telah sekian lama teraniaya dan tertindas di bawah kekuasaan Fir'aun dikurniai kedudukan terhormat sebagai pemimpin yang memimpin masyarakat yang bebas merdeka dari perbudakan dan kehinaan, sebagai pemimpin yang menerima warisan bekas wilayah kekuasaan Fir'aun (Prof Dr Hamka : "Tafsir Al-Azhar", XX, 1983:68-70).
"Dan berkehendaklah Kami (Allah) hendak memberi kurnia atas orang-orang yang diperlemah di muka bumi itu dan hendak kami jadikan mereka itu pemimpin-pemimpin dan hendak kami jadikan mereka itu penerima waris" (QS 28:5).
Diposkan oleh Asrir Sutanmaradjo di 15.50
Kepekaan dan Kepedulin Sosial
Kepekaan dan Kepedulian Sosial
Sungguh menggembirakan, dari mana-mana, baik dari dalam maupun luar negeri secara beruntun berdatangan, mengalir simpati, sumbangan, bantuan, baik berupa uang, jasa, tenaga logistic yang jumlahnya demikian besar untuk meringankan derita korban bencana gempa tsunami Meulaboh 26 Desember 2004 di Nanggro Aceh Darus Salam dan sekitarnya. Ini menunjukkan, merefleksikan tingkat kepedulian sosal masyarakat yang sangat tinggi. Sekaligus juga menunjukkan hati nurani masyarakat yang begitu memiliki kepekaan social. Bencana gempat-tsunami benar-benar menggugah-membangkitkan kepekaan dan kepedulian social masyarakat. Juga dalam bencana Tsunami Mentawai dan erupsi Merapi Jateng 2/26 Oktober 2010.
Bila (Das Sollen) kepekaan dan kepedulian social ini juga tumbuh bersemi dalam kondisi normal, maka jumlah peminta-minta, pengemis, pengamen, pemulung, penganggur secara drastic akan semain berkurang. Benar-benar kesejahteraan social seperti yang diamanahkan UUD-45 pasal 33-34 akan terwujud secara nyata dalam kehidupan. Fakir –miskin dan anak-anak yang terlantar akan dipelihara masyarakat. Kekayaan alam dan produksi benar-benar akan dipergunakan untuk kepentingan, kemakmuran rakyat seluruhnya. Terwujudlah Indnesia Adl Makmur “Baldatun thaiyibatun wa rabbun ghafur”.
Semangat mengash, mengadopsi, menjadi orangtua angkat anak-anak korban gempa-tsunami begitu menggebu. Namun tak satu pun yang tertarik untuk menjadi saudara angkat para korban gempa-tsunami. Tak ada yang tertarik untuk member pekerjaan kepada para korban yang kehilangan mata pekerjaan.
Semuanya tak pedlui aka masa depan mereka itu. Bakan di tingkat internasional tak ada yang peduli dengan nasib mereka itu. Tak ada yang peduli secara konkrit terhadap nasib para pemnta-minta, pengemis, pengamen, pemulung, penganggur, para terlantar. (Dalam musim haji 1432H/2010M pemerintah Arab Saudi melarang member uang kepada para pengemis di Masjidil Haram).
Negara kaya tak peduli dengan nasib Negara miskin. Negara kaya hanya peduli dengan peningkatan, pelipatgandakan kekayaannya. Kebijakan Negara kaya hanya untuk meningkatkan, melipatgandakan kekayaan mereka. Konglomerat hanya peduli dengan kekayaannya. Konglomerat tak pernah peduli dengan nasib kaum melarat, kalau tak terkait dengan keentngannya.
Ajaran, teori seleksi alamnya Darwin tetap berlaku dalam kehidupan dunia modern. Yang lemah adalah mangsa yang kuat. Yang melarat adalah makanan konglomerat. Homo homini lupus. Exploitation de l”home par l’home. Selama bermental rakus, tamak, selama bermental kapitalis, tak akan pernah ada kasih antar sesame, tak ada kepekaan dan kepedulian social yang tulus tanpa pamrih apa pun. Baru kalau mental kapitalis sudah berubah, beralih menjadi mental social (bedakan dengan paham sosialisme), barulah kepekaan dan kepedulian social tertanam di dada, dalam sanubari secara tulus tanpa pambrih. Kepekaan, kepedulian social berkaitan dengan keikhlasan.
Bila bangsa ini, termasuk presidennya, menterinya, gubernurnya , aparatnya memiliki kepekaan social dan kepedulian social tak akan pernah terjadi penggusuran warga secara paksa seperti tampak pada tayangan TransTV, Senin, 31 Januari 2005, 1030-1100, “Kejamnya Dunia”, “Buldozer itu menghancurkan harapan kami”. Apakah tak lebih dulu dibikinkan barak-barak seperti bagi korban bencana bempa tsunami NAD 26 Desember 2004, sebagai tempat untuk merelokasi mereka yang terkena pembongkaran. Itu kalau penyelenggara Negara ini dengan aparatnya memiliki kepekaan dana kepedulian social, kesadaran seb agai warga Negara yang merasakan kepedihan sesama, memiliki nurani. Dan tetap saja benar teori seleksi Darwin bahwa yang lemah adalah mangsa yang kuat.
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS0501140600)
Sungguh menggembirakan, dari mana-mana, baik dari dalam maupun luar negeri secara beruntun berdatangan, mengalir simpati, sumbangan, bantuan, baik berupa uang, jasa, tenaga logistic yang jumlahnya demikian besar untuk meringankan derita korban bencana gempa tsunami Meulaboh 26 Desember 2004 di Nanggro Aceh Darus Salam dan sekitarnya. Ini menunjukkan, merefleksikan tingkat kepedulian sosal masyarakat yang sangat tinggi. Sekaligus juga menunjukkan hati nurani masyarakat yang begitu memiliki kepekaan social. Bencana gempat-tsunami benar-benar menggugah-membangkitkan kepekaan dan kepedulian social masyarakat. Juga dalam bencana Tsunami Mentawai dan erupsi Merapi Jateng 2/26 Oktober 2010.
Bila (Das Sollen) kepekaan dan kepedulian social ini juga tumbuh bersemi dalam kondisi normal, maka jumlah peminta-minta, pengemis, pengamen, pemulung, penganggur secara drastic akan semain berkurang. Benar-benar kesejahteraan social seperti yang diamanahkan UUD-45 pasal 33-34 akan terwujud secara nyata dalam kehidupan. Fakir –miskin dan anak-anak yang terlantar akan dipelihara masyarakat. Kekayaan alam dan produksi benar-benar akan dipergunakan untuk kepentingan, kemakmuran rakyat seluruhnya. Terwujudlah Indnesia Adl Makmur “Baldatun thaiyibatun wa rabbun ghafur”.
Semangat mengash, mengadopsi, menjadi orangtua angkat anak-anak korban gempa-tsunami begitu menggebu. Namun tak satu pun yang tertarik untuk menjadi saudara angkat para korban gempa-tsunami. Tak ada yang tertarik untuk member pekerjaan kepada para korban yang kehilangan mata pekerjaan.
Semuanya tak pedlui aka masa depan mereka itu. Bakan di tingkat internasional tak ada yang peduli dengan nasib mereka itu. Tak ada yang peduli secara konkrit terhadap nasib para pemnta-minta, pengemis, pengamen, pemulung, penganggur, para terlantar. (Dalam musim haji 1432H/2010M pemerintah Arab Saudi melarang member uang kepada para pengemis di Masjidil Haram).
Negara kaya tak peduli dengan nasib Negara miskin. Negara kaya hanya peduli dengan peningkatan, pelipatgandakan kekayaannya. Kebijakan Negara kaya hanya untuk meningkatkan, melipatgandakan kekayaan mereka. Konglomerat hanya peduli dengan kekayaannya. Konglomerat tak pernah peduli dengan nasib kaum melarat, kalau tak terkait dengan keentngannya.
Ajaran, teori seleksi alamnya Darwin tetap berlaku dalam kehidupan dunia modern. Yang lemah adalah mangsa yang kuat. Yang melarat adalah makanan konglomerat. Homo homini lupus. Exploitation de l”home par l’home. Selama bermental rakus, tamak, selama bermental kapitalis, tak akan pernah ada kasih antar sesame, tak ada kepekaan dan kepedulian social yang tulus tanpa pamrih apa pun. Baru kalau mental kapitalis sudah berubah, beralih menjadi mental social (bedakan dengan paham sosialisme), barulah kepekaan dan kepedulian social tertanam di dada, dalam sanubari secara tulus tanpa pambrih. Kepekaan, kepedulian social berkaitan dengan keikhlasan.
Bila bangsa ini, termasuk presidennya, menterinya, gubernurnya , aparatnya memiliki kepekaan social dan kepedulian social tak akan pernah terjadi penggusuran warga secara paksa seperti tampak pada tayangan TransTV, Senin, 31 Januari 2005, 1030-1100, “Kejamnya Dunia”, “Buldozer itu menghancurkan harapan kami”. Apakah tak lebih dulu dibikinkan barak-barak seperti bagi korban bencana bempa tsunami NAD 26 Desember 2004, sebagai tempat untuk merelokasi mereka yang terkena pembongkaran. Itu kalau penyelenggara Negara ini dengan aparatnya memiliki kepekaan dana kepedulian social, kesadaran seb agai warga Negara yang merasakan kepedihan sesama, memiliki nurani. Dan tetap saja benar teori seleksi Darwin bahwa yang lemah adalah mangsa yang kuat.
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS0501140600)
Menggugat aksi demoralisasi
Menggugat Aksi demoralisasi
Diharapkan umat Islam pro aktif melakkan Nahi Munkar dan amar makruf. Mencegah pergalan/seks bebas, peredaran majalah porno/situs porno, hidup hedonis, cari pasangan lewat televise.Menggalakkan pendidikan hidup qaana’ah, zuhud, wara’, amanah (QS 59:7), system politik, system ekonomi, system keuangan, system pajak, system budaya yang Islami. Mengajak mewujudkan kehidupan yang Isami, yang ditata oleh semangat dan syari’at Islam.
Aksi demoralisasi gay
Nabi Luth pernah didemo oleh komunitas gay. Ketika Nabi Luth sedang menerima kedatangan tamu dua orang pemuda tampan, komunitas gay datang beramai-ramai berdemonstrasi, berunjuk rasaj menuntut Nabi Luth agar menyerahkan kedua pemuda tamunya itu kepada mereka untu memenuhi syahwat gay keinginan mereka yang sudah sejak lama mereka lakukan.
Nabi Luth berupaya menyadaran agar mereka kemba ke jalan yang benar ke kehidupan yang normal. Namun upaya Nabi Luth tak berhasil. Akhirnya Nabi Luth menyrahkan persoalan itu kepda keputusan Allah semata. (Simak QS 11:77-89).
Aksi demoralisasi
Menjelang penghujung tahun 2010 oleh BKBN (Badan Keluarga Berencana Nasional) diberitahukan bahwa remaja di Ibukota dan s3ekitarnya sudah melakukan hubungan seks pranka lebih dari 50 persen. Di kalangan pendukung HAM muncul gagasan untuk menyediakan kamar bercinta (berhubungan seks) bagi para nara pidana. Di kalangan pendukung pariwisata muncul gagasan pelestarian “kucing manten” (acara menikahkan kucing). Na’udzu billah min dzalik.
Di mana-mana aksi demoralisasi ini marak bermunculan. Atas nma demokrasi muncul unjuk rasa mendukung pelaku video mesum. Aksi emoralisasi ini merupakan salah satu sasaran dari Setan, Djjal, Y’juj wa Ma’juj, Teutonics, Eropa (Amerika, Inggeris, Perancis, Jerman, Rusia, Belanda, Norwegia, Swedia, Fnlandia, Swiss). Mereka ini menyebarkan aksi seks bebas kebebasan seks.
Termasuk dala aksi demoralisasi (dehumanisasi) ini adalah legalisasi homoseks (lesbian), legalisasi aborsi, edukasi bercinta (seks bebas), advertensi bursa kontrasepsi, penamplan seksi (berbsana minim/bugil). Edukasi bercinta seks bebas), penampilan seksi (berbusana minim/bugil) antara lain disiarkan/disebarkan melalui taangan televise. Bercinta (seks bebas) sebelum nikah adalah suatu kehormatqan, suatu kebanggan diri. Setiap orang diajar melakukan aa ang orang tua mereka lakukan tentang seks. Dajjal benar-benar telah berhasil membawa manusia kepada kesesatan dan kekafian.
Di mana-mana kemunkaran. Palingkahlah andangan dan pendengaran dari kemnkaran. Bagaimana caranya ? (Simak juga Ali Akbar : “Israel dan Isyarat Dalam Kitab Suci AlQur:an”, AlMa’arif, Bandung, 1987, hal 84-85, 134-135, 140-141, 108-109).
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS1012010600)
Diharapkan umat Islam pro aktif melakkan Nahi Munkar dan amar makruf. Mencegah pergalan/seks bebas, peredaran majalah porno/situs porno, hidup hedonis, cari pasangan lewat televise.Menggalakkan pendidikan hidup qaana’ah, zuhud, wara’, amanah (QS 59:7), system politik, system ekonomi, system keuangan, system pajak, system budaya yang Islami. Mengajak mewujudkan kehidupan yang Isami, yang ditata oleh semangat dan syari’at Islam.
Aksi demoralisasi gay
Nabi Luth pernah didemo oleh komunitas gay. Ketika Nabi Luth sedang menerima kedatangan tamu dua orang pemuda tampan, komunitas gay datang beramai-ramai berdemonstrasi, berunjuk rasaj menuntut Nabi Luth agar menyerahkan kedua pemuda tamunya itu kepada mereka untu memenuhi syahwat gay keinginan mereka yang sudah sejak lama mereka lakukan.
Nabi Luth berupaya menyadaran agar mereka kemba ke jalan yang benar ke kehidupan yang normal. Namun upaya Nabi Luth tak berhasil. Akhirnya Nabi Luth menyrahkan persoalan itu kepda keputusan Allah semata. (Simak QS 11:77-89).
Aksi demoralisasi
Menjelang penghujung tahun 2010 oleh BKBN (Badan Keluarga Berencana Nasional) diberitahukan bahwa remaja di Ibukota dan s3ekitarnya sudah melakukan hubungan seks pranka lebih dari 50 persen. Di kalangan pendukung HAM muncul gagasan untuk menyediakan kamar bercinta (berhubungan seks) bagi para nara pidana. Di kalangan pendukung pariwisata muncul gagasan pelestarian “kucing manten” (acara menikahkan kucing). Na’udzu billah min dzalik.
Di mana-mana aksi demoralisasi ini marak bermunculan. Atas nma demokrasi muncul unjuk rasa mendukung pelaku video mesum. Aksi emoralisasi ini merupakan salah satu sasaran dari Setan, Djjal, Y’juj wa Ma’juj, Teutonics, Eropa (Amerika, Inggeris, Perancis, Jerman, Rusia, Belanda, Norwegia, Swedia, Fnlandia, Swiss). Mereka ini menyebarkan aksi seks bebas kebebasan seks.
Termasuk dala aksi demoralisasi (dehumanisasi) ini adalah legalisasi homoseks (lesbian), legalisasi aborsi, edukasi bercinta (seks bebas), advertensi bursa kontrasepsi, penamplan seksi (berbsana minim/bugil). Edukasi bercinta seks bebas), penampilan seksi (berbusana minim/bugil) antara lain disiarkan/disebarkan melalui taangan televise. Bercinta (seks bebas) sebelum nikah adalah suatu kehormatqan, suatu kebanggan diri. Setiap orang diajar melakukan aa ang orang tua mereka lakukan tentang seks. Dajjal benar-benar telah berhasil membawa manusia kepada kesesatan dan kekafian.
Di mana-mana kemunkaran. Palingkahlah andangan dan pendengaran dari kemnkaran. Bagaimana caranya ? (Simak juga Ali Akbar : “Israel dan Isyarat Dalam Kitab Suci AlQur:an”, AlMa’arif, Bandung, 1987, hal 84-85, 134-135, 140-141, 108-109).
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS1012010600)
Sabtu, 27 November 2010
Menyikapi musibah
Menyikapi musibah
(Sikap menghadapi musibah)
Orang beriman berupaya hidup mulia, hayathan thaiyiban, hidup dalam keberuntungan, hidup dalam Islam, hidup dalam beriman dan beramal saleh, beramal social. “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan berman, mereka sesngguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik” (QS 16:97). “Demi masa (sejarah membuktikan). Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kebenaran” (QS 103:1-3). “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang” (QS 87:14-15).
Orang beriman berupaya mati mulia, mati dalam husnul khatimah, mati dalam Islam, mati dalam berman dan beramal shaleh, beramal social. “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepadaNya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam” (QS 3:103). “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub, (Ibrahimberkata) : Hai anak-anakku, sesngguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam” (QS 2:132).
Orang beriman berupaya memandang segala hal dengan positif, sebaga anugerah, karunia Allah, termasuk dalam menyikapi musibah, bencana. Segala musibah, bencana disikapi oleh orang beriman sebagai anugerah, karunia Allah agar berlaku sabar, dan berlaku sabar itu adalah suatu kebikan. “Sangat mengagumkan keadaan seorang mukmin, sebab segala keadaannya untuk ia sangat baik, dan tidak mungkin terjadi demikian kecuali bag seorang mukmin. Jika mendapat nikmat ia bersyukur, maka syukur itu lebih baik baginya, dan bila menderita kesusahan sabar, maka kesabaran itu lebih baik baginya (HR Muslim dari Abu Yahya (Shuaib) bin Sinan arRumy) dalam “Tafsir Ibnu Katsir”, jilid IV, halaman 375, “Riadhus Shalihin” (Imam Nawawi, jilid I, halaman 52, hadis no.3 (Tarjamahan).
Bila disikapi dengan sabar, maka tertusuk duri, salah urat, tergelincir kaki akan menyebabkan dosa dima’afkan Allah. “Demi Tuhan yang menguasai nyawa Muhammad, tidaklah seseorang tertusuk duri dan mengalami salah urat, maupun tergelncir kakinya, melainkan karena dosa, sedangkan dosa yang dima’afkan Allah lebih banyak” (Hadits dari Hasan al-Basri, dalam “Tafsir Ibnu Katsir’, tentang QS 57:22).
Banjir besar yang datang menyapu negeri, atau gunung berapi meletus mengalirkan lahar, atau musuh menghujani negeri dengan bom atom, atau penyakit menular menyapu rata penduduk, pendeknya musibah yang datang tiba-tiba, atau datang secara berhanyut-hanyut, bagi seorang beriman semuanya dipandang positif, sebagai anugerah, karunia Allah, agar dapat berlaku sabar menerimanya. Jiwa orang beriman ditujukannya kepada Allah, yang dariNya dia datang, denganNya dia hidup, dan kepadaNya dia akan kembali (Prof Dr Hamka : “Tafsir Al-Azhar”, juzuk VII, hal 228, tafsiran ayat QS 6:48, “Maka barangsiapa yang beriman dan berbuat perbaikan, tidaklah ada ketakutan atas mereka, dan tidaklah mereka akan berduka cita”).
Meskipusn sama-sama ditimpa banjir, maka yang sabut terapung dan yang batu terbenaam. Meskipun sam-sama kena api, maka yang kertas hangus terbakar jadi abu, yang kayu terbakar jadi arang, yang air menguap, yang besi memuai. Semuanya tergantng dari identitasnya.
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.worpress.com as Asrir at BKS0503101400)
Tak ada yang tahu selain Allah
(Deus le volt)
Tak seorang pun yang tahu apa hikmah, rahasia, maksud, tujuan Allah menurunkan bencana gempa-tsunami Meulaboh 26 Dsember 2004 yang menewaskan lebih dari 150000 jiwa dan memusnahkan sejumlah bangunan di sekitar utara Samudera Indonesia. Juga bencana gempa-tsunami Mentawai dan gempa vulkanik Merapi pada tahun 2010. Hanyalah llah sendiri yang tahu tentang hikmah rahasianya.
Segala bencana ang terjadi telah dirancang, diprogramkan Allah sebelumnya sesuai kehendakNy, ilmuNya, seperti disimak dalam QS 57:2, yang menyatakan bahwa “Nought f disaster befalleth in the eart or in your selves but it is n Book before We bring it nto being” (Tiada sesatu musibah, bencana pun ang menimpa di bumi dan tdak pula pada dirimu sendiri melainkan tela tertulis dalam Kitab sebelum Kami menciptakannya).
Jika dikatakan bahwadengan bencana gempa-tsunami Meulaboh itu, Allah ingin menunjukkan ke MahakuasaanNya, maka muncul pertanyaan, aakah mash belum cukp bukti-but keMahakuasaanNya, seingga masih perlu menurunkan bencana-tsnami Meulaboh yang dahsyat itu sebagai buktinya.
Jika dikatakan bahwa bencana gema-tsuami Meulaboh itu sebagai azab, skasaan Allah, maka muncul pertanyaan, apakah mereka yang terkena musiba itu memang pantas diazab, disiksa, karena mereka lebih durhaka kepada Allah dari pada yang tak terkena bencana.
Jika dikatakan bahwa gempa-tsunami Meulaboh itu sebagai rahmat Alla, sebagai pengapus dosa-dosa, maka muncl pertanyaan aakah yang terkena musibah tersubut tergolong sahid, ergolng ahli surge karena dosa-dosana sudah dihapus.
Jika dikatakan bahwa bencana gempa-tsnami Meulaboh itu sebagai peringatan dari Allah, maka muncul pertanyaan apakah memang bencana sedahsyat it efektif menyadarkan yang seamat dari bencaa itu agar kembali ke jalan Allah yang lurus. Apakah ada tercatat dalam sejarah bahwa bencanaq-bencana efektif menyadarkan orang kembali ke jalan Allah ke jalan yang benar.
Di ayat QS 30:41 dan 42:20 dipahami bawa memang ada musibah, bencana (sepert kelaparan, keskinan, kematian, kecelakaan, kesengsaran, kesempitan, kesukaran, kesusahan, penyakit, gempa, badai, taupan) yang bertujuan sebagai peringatan agar sadar atas kesalahan, kekeliruan manusia dalam menata sistim hidup social ekonomi, serta segera kembali meperbaiki kesalahan, kekeliruan yang tela diperbuat.
Dari aat-ayat tersebut juga dpaami bahwa ada musibah, bencana yang disebabkan oleh dosa, kesalaan, kekeliruan manusia dalam menata sistim hidup social-ekonomi.
Bagaimana pun semua musibah, bencana itu adalah kehendak Allah “ Tiada sesuatu musibah yang menimpa seserang kecuali dengan idzin Allah “ (QS 64:11).
Bagaimana pun, bencana, gempa-tsuami bisa berfungsi ganda (multi function). Terhadap yang meninggal bisa berupa rahmat, penutup catatan amalnya, bisa pengurangi dosa-dosanya, bakan penghapus dosa-dosanya Terhadap anak-anak yang meninggal juga bisa berupa rahmat bagi dirinya, bisa bagi orangtanya (yang sabar menerima bencana itu). Terhadap ang keterlaluan, yang keliwat batas bisa berupa zab, siksaan. Teradap yang terlanjur, teledor menyimpang, menyeleweng bisa berupa peringatan agar kembali ke jalan yang benar. Terhadap yang sudah berada di alan yang benar bisa berupa check point untuk meningkatkan mutu keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.
Musibah, bencana yang menimpa bagi yang fasiq merupakan azab, siksaan, sedangkan bagi yang beriman merupakan nikmat (Prof Dr Hamka : “Tafsir Al-Azhar”, juzuk VII, hal 228). Banjir besar yang dataaaaaaaang menyapu negeri, atau gunng berapi meletus mengalirkan lahar, atau musuh menghujani sebuah negeri dengan bom atom, atau penyakit menular menyapu rata penduduk yang datang tiba-tiba atau datang secara berhanyut-hanyut, bagi orang yang berman semuanya adalah karunia llah, dari Dia mereka datang, dengan Dia merea hidup, dan kepadaNya mereka kembali.
“Tiadalah seorang tertusuk duri dan mengalami salah urat, maupun tergelincir kakinya melainkan karena dosa, sedangkan dosa yang dima’afkan Allah lebih banyak” (“Tafsir Ibnu Katsir”, re QS 57:22).
“Tiada seorang Muslim ang menderita atau terkena gangguan apa pun, baik yang berupa duri atau lebih dari pada itu, melainkan Allah akan menghapus sebagain dosanya, sebagamana rontoknya daun dari pohonnya” (THSR Bukhari, Muslim dari Abdullah bin Masud, Dalam “Riadhus halihin”, pasal “Sabar”).
“Tiada pembalasan bagi seorang hambaKu ang telah Kuambil kembali kekasihnya, kemudian orang itu menghapus pahala daripadaKu, selain dari pahala surge” (THSR Bukhari, dari Abi Hurairah, idem).
“Dan sesungguhnya Kami elah mengutus (rasu-rasul) kepada umjat-umat yang sebelumkamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka benar (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri” (QS 6:42).
“Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketka datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras dan syaithan menampakkan kepada mereka kebagusan apapun yang sealu mereka kerjakan” (QS 6:43).
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang elah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa ang telah diberikankepada mereka, ami siksa mereka dengan sekonyosng-konong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa” (QS 6:44).
“MAka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampa ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam” (QS 6:4)
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS0501111600)
Bahan renungan
1. Dari sudut pandang Islam, bencana tsunami di Mentawai dan gempa vulkanik di Merapi, apakah merupakan :
– teguran, peringatan dari Allah, ataukah
– ujian, cobaan dari Allah tentang keimanan, ataukah
– hukman, siksaan, azab dari Allah atas dosa-dosa yang dilakukan, ataukah
– pamer kekuasaan dari Allah, atakah
– sunnatullah (fenomena alam) semata ?
a. Seberapa besar efektifitas sanksi hukum, efektifitas bencana untuk mengembalikan manusia yang tersesat ke jalan kebenaran ?
b. Tanpa sanksi hukum, tanpa bencana, seberapa banyak jumlah manusia yang tersesat dari jalan kebenaran ?
c. Apakah dapat ditemukan fakta dan data sejarah tentang hal tersebut ?
2. Dari sudut pandang Islam, dana untuk korban bencana apa perlu diseleksi halal atau haramnya. Apakah penggalangan dana itu boleh saja dilakukan oleh semua kalangan, termasuk komunitas koruptor, maling, mucikari, germo, psk, gay, dan yang semacam itu ?
(Sikap menghadapi musibah)
Orang beriman berupaya hidup mulia, hayathan thaiyiban, hidup dalam keberuntungan, hidup dalam Islam, hidup dalam beriman dan beramal saleh, beramal social. “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan berman, mereka sesngguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik” (QS 16:97). “Demi masa (sejarah membuktikan). Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kebenaran” (QS 103:1-3). “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang” (QS 87:14-15).
Orang beriman berupaya mati mulia, mati dalam husnul khatimah, mati dalam Islam, mati dalam berman dan beramal shaleh, beramal social. “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepadaNya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam” (QS 3:103). “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub, (Ibrahimberkata) : Hai anak-anakku, sesngguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam” (QS 2:132).
Orang beriman berupaya memandang segala hal dengan positif, sebaga anugerah, karunia Allah, termasuk dalam menyikapi musibah, bencana. Segala musibah, bencana disikapi oleh orang beriman sebagai anugerah, karunia Allah agar berlaku sabar, dan berlaku sabar itu adalah suatu kebikan. “Sangat mengagumkan keadaan seorang mukmin, sebab segala keadaannya untuk ia sangat baik, dan tidak mungkin terjadi demikian kecuali bag seorang mukmin. Jika mendapat nikmat ia bersyukur, maka syukur itu lebih baik baginya, dan bila menderita kesusahan sabar, maka kesabaran itu lebih baik baginya (HR Muslim dari Abu Yahya (Shuaib) bin Sinan arRumy) dalam “Tafsir Ibnu Katsir”, jilid IV, halaman 375, “Riadhus Shalihin” (Imam Nawawi, jilid I, halaman 52, hadis no.3 (Tarjamahan).
Bila disikapi dengan sabar, maka tertusuk duri, salah urat, tergelincir kaki akan menyebabkan dosa dima’afkan Allah. “Demi Tuhan yang menguasai nyawa Muhammad, tidaklah seseorang tertusuk duri dan mengalami salah urat, maupun tergelncir kakinya, melainkan karena dosa, sedangkan dosa yang dima’afkan Allah lebih banyak” (Hadits dari Hasan al-Basri, dalam “Tafsir Ibnu Katsir’, tentang QS 57:22).
Banjir besar yang datang menyapu negeri, atau gunung berapi meletus mengalirkan lahar, atau musuh menghujani negeri dengan bom atom, atau penyakit menular menyapu rata penduduk, pendeknya musibah yang datang tiba-tiba, atau datang secara berhanyut-hanyut, bagi seorang beriman semuanya dipandang positif, sebagai anugerah, karunia Allah, agar dapat berlaku sabar menerimanya. Jiwa orang beriman ditujukannya kepada Allah, yang dariNya dia datang, denganNya dia hidup, dan kepadaNya dia akan kembali (Prof Dr Hamka : “Tafsir Al-Azhar”, juzuk VII, hal 228, tafsiran ayat QS 6:48, “Maka barangsiapa yang beriman dan berbuat perbaikan, tidaklah ada ketakutan atas mereka, dan tidaklah mereka akan berduka cita”).
Meskipusn sama-sama ditimpa banjir, maka yang sabut terapung dan yang batu terbenaam. Meskipun sam-sama kena api, maka yang kertas hangus terbakar jadi abu, yang kayu terbakar jadi arang, yang air menguap, yang besi memuai. Semuanya tergantng dari identitasnya.
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.worpress.com as Asrir at BKS0503101400)
Tak ada yang tahu selain Allah
(Deus le volt)
Tak seorang pun yang tahu apa hikmah, rahasia, maksud, tujuan Allah menurunkan bencana gempa-tsunami Meulaboh 26 Dsember 2004 yang menewaskan lebih dari 150000 jiwa dan memusnahkan sejumlah bangunan di sekitar utara Samudera Indonesia. Juga bencana gempa-tsunami Mentawai dan gempa vulkanik Merapi pada tahun 2010. Hanyalah llah sendiri yang tahu tentang hikmah rahasianya.
Segala bencana ang terjadi telah dirancang, diprogramkan Allah sebelumnya sesuai kehendakNy, ilmuNya, seperti disimak dalam QS 57:2, yang menyatakan bahwa “Nought f disaster befalleth in the eart or in your selves but it is n Book before We bring it nto being” (Tiada sesatu musibah, bencana pun ang menimpa di bumi dan tdak pula pada dirimu sendiri melainkan tela tertulis dalam Kitab sebelum Kami menciptakannya).
Jika dikatakan bahwadengan bencana gempa-tsunami Meulaboh itu, Allah ingin menunjukkan ke MahakuasaanNya, maka muncul pertanyaan, aakah mash belum cukp bukti-but keMahakuasaanNya, seingga masih perlu menurunkan bencana-tsnami Meulaboh yang dahsyat itu sebagai buktinya.
Jika dikatakan bahwa bencana gema-tsuami Meulaboh itu sebagai azab, skasaan Allah, maka muncul pertanyaan, apakah mereka yang terkena musiba itu memang pantas diazab, disiksa, karena mereka lebih durhaka kepada Allah dari pada yang tak terkena bencana.
Jika dikatakan bahwa gempa-tsunami Meulaboh itu sebagai rahmat Alla, sebagai pengapus dosa-dosa, maka muncl pertanyaan aakah yang terkena musibah tersubut tergolong sahid, ergolng ahli surge karena dosa-dosana sudah dihapus.
Jika dikatakan bahwa bencana gempa-tsnami Meulaboh itu sebagai peringatan dari Allah, maka muncul pertanyaan apakah memang bencana sedahsyat it efektif menyadarkan yang seamat dari bencaa itu agar kembali ke jalan Allah yang lurus. Apakah ada tercatat dalam sejarah bahwa bencanaq-bencana efektif menyadarkan orang kembali ke jalan Allah ke jalan yang benar.
Di ayat QS 30:41 dan 42:20 dipahami bawa memang ada musibah, bencana (sepert kelaparan, keskinan, kematian, kecelakaan, kesengsaran, kesempitan, kesukaran, kesusahan, penyakit, gempa, badai, taupan) yang bertujuan sebagai peringatan agar sadar atas kesalahan, kekeliruan manusia dalam menata sistim hidup social ekonomi, serta segera kembali meperbaiki kesalahan, kekeliruan yang tela diperbuat.
Dari aat-ayat tersebut juga dpaami bahwa ada musibah, bencana yang disebabkan oleh dosa, kesalaan, kekeliruan manusia dalam menata sistim hidup social-ekonomi.
Bagaimana pun semua musibah, bencana itu adalah kehendak Allah “ Tiada sesuatu musibah yang menimpa seserang kecuali dengan idzin Allah “ (QS 64:11).
Bagaimana pun, bencana, gempa-tsuami bisa berfungsi ganda (multi function). Terhadap yang meninggal bisa berupa rahmat, penutup catatan amalnya, bisa pengurangi dosa-dosanya, bakan penghapus dosa-dosanya Terhadap anak-anak yang meninggal juga bisa berupa rahmat bagi dirinya, bisa bagi orangtanya (yang sabar menerima bencana itu). Terhadap ang keterlaluan, yang keliwat batas bisa berupa zab, siksaan. Teradap yang terlanjur, teledor menyimpang, menyeleweng bisa berupa peringatan agar kembali ke jalan yang benar. Terhadap yang sudah berada di alan yang benar bisa berupa check point untuk meningkatkan mutu keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.
Musibah, bencana yang menimpa bagi yang fasiq merupakan azab, siksaan, sedangkan bagi yang beriman merupakan nikmat (Prof Dr Hamka : “Tafsir Al-Azhar”, juzuk VII, hal 228). Banjir besar yang dataaaaaaaang menyapu negeri, atau gunng berapi meletus mengalirkan lahar, atau musuh menghujani sebuah negeri dengan bom atom, atau penyakit menular menyapu rata penduduk yang datang tiba-tiba atau datang secara berhanyut-hanyut, bagi orang yang berman semuanya adalah karunia llah, dari Dia mereka datang, dengan Dia merea hidup, dan kepadaNya mereka kembali.
“Tiadalah seorang tertusuk duri dan mengalami salah urat, maupun tergelincir kakinya melainkan karena dosa, sedangkan dosa yang dima’afkan Allah lebih banyak” (“Tafsir Ibnu Katsir”, re QS 57:22).
“Tiada seorang Muslim ang menderita atau terkena gangguan apa pun, baik yang berupa duri atau lebih dari pada itu, melainkan Allah akan menghapus sebagain dosanya, sebagamana rontoknya daun dari pohonnya” (THSR Bukhari, Muslim dari Abdullah bin Masud, Dalam “Riadhus halihin”, pasal “Sabar”).
“Tiada pembalasan bagi seorang hambaKu ang telah Kuambil kembali kekasihnya, kemudian orang itu menghapus pahala daripadaKu, selain dari pahala surge” (THSR Bukhari, dari Abi Hurairah, idem).
“Dan sesungguhnya Kami elah mengutus (rasu-rasul) kepada umjat-umat yang sebelumkamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka benar (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri” (QS 6:42).
“Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketka datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras dan syaithan menampakkan kepada mereka kebagusan apapun yang sealu mereka kerjakan” (QS 6:43).
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang elah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa ang telah diberikankepada mereka, ami siksa mereka dengan sekonyosng-konong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa” (QS 6:44).
“MAka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampa ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam” (QS 6:4)
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS0501111600)
Bahan renungan
1. Dari sudut pandang Islam, bencana tsunami di Mentawai dan gempa vulkanik di Merapi, apakah merupakan :
– teguran, peringatan dari Allah, ataukah
– ujian, cobaan dari Allah tentang keimanan, ataukah
– hukman, siksaan, azab dari Allah atas dosa-dosa yang dilakukan, ataukah
– pamer kekuasaan dari Allah, atakah
– sunnatullah (fenomena alam) semata ?
a. Seberapa besar efektifitas sanksi hukum, efektifitas bencana untuk mengembalikan manusia yang tersesat ke jalan kebenaran ?
b. Tanpa sanksi hukum, tanpa bencana, seberapa banyak jumlah manusia yang tersesat dari jalan kebenaran ?
c. Apakah dapat ditemukan fakta dan data sejarah tentang hal tersebut ?
2. Dari sudut pandang Islam, dana untuk korban bencana apa perlu diseleksi halal atau haramnya. Apakah penggalangan dana itu boleh saja dilakukan oleh semua kalangan, termasuk komunitas koruptor, maling, mucikari, germo, psk, gay, dan yang semacam itu ?
Parde pemenuhan kebutuhan
Kebutuhan
Manusia itu berbuat karena ada tenaga pendorong, faktor psikologik yang mendorong dan menggerakkan untuk melakukan sesuatu, yang disebut dengan motif. Motif itu mengandung keinginan,hasrat, kemauan untuk memenuhi kebutuhan.
Motif (sebab) atau driver (dorongan, push) untk memenuhi kebutuhan itu disebut instink (nafsu). Instink (nafsu) itu merupakan motif (sebab) atau driver (dorongan) timblnya perbuatan, sikap, ucapan ntuk memenuhi kebutuhan (need). Instink merupakan tenaga pendorong untuk memenuhi kebutuhan.
Mengacu pada skema Prof Mac Dougall dan Leslie D Waterhead (“Psychologie en Leven”, page 7273), serta pandangan imam Ghazali (“Ihya ‘Ulumuddin”) Dr R Paryana Suryadipura (“Manusia dan Atomnja”, 158:197-198) menyebutkan empat nafsu pokok : Egocentros (hayawaniyah, serakah, memetingkan diri), Polemos (shabu’iyah, marah, bertarung, berjuang), Eros (erotis, sjaithaniyah, berahi, beraurat, berkelamin), Religios rububiyah, beragama). (Simak juga Imam Ghazali : “Rahasia Hati”, 1985:31,16; Abul A’la AlMaududi : “Sejarah Pembaruan dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Agama”, 1984:22-36).).
Mengacu pada temperamen manusia kajian Galenus, terdapat empat kebutuhan pokok : Flegmatis (makan, kesenangan, kemewahan, teman, kecintaan, pertolongan), Chloris (kekuasaan), Melancholis (ketenangan), Sanguinis (kesucian batin) (Simak Sei H Datuk Tombak Alam : “Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah”, 1986:76; Hari Moekti : “Generasi Cerdas dan Bertaqwa”, 2004:30-31).
Skema hubungan antara nafsu, fisik dan psikis bias dilukiskan seperti berikut :
1. Nafsu : a. Egocentros (hayawaniyaqh), b. Polemos (shabu’iyah), c. Eros (syaithaniyah), d. Religios (rububiyah).
2. Kondisi fisik (metafisik) : a. Endomorphie, b. Mesomorphie, c. Ectomorphie, d. Metamorphie.
3. Kondisi psikis : a. Vuscerotania (Flegmatis), b. Somatonia (Chloris), c. Cerebrotania (Melancolis), d. Spiritonia (Sanguinis).
4. Tingkah/laku : a. Konatif, b. Motorik, c. Afektif, d. Kognitif.
5. Sikap mental : a. pengemis/pengamen, b. koboi/preman, c. badut, d. relawan.
6. Kebutuhan/kepuasan : a. lambung/usus, b. otot, c. kelamin, d. otak/hati.
(Mengacu pada Dr WElliam Sheldon dalam Dr R Paryana Suryadipura : “Manusia dan Atomnya”, 1958:203).
Nafsu (instinkt, syahwat, keinginan) itu berbagai macam ragam. Ada nafsu untk memenhi kebutuhan agar memilki harta benda, agar dapat memperoleh makan enak lagi banyak, agar dapat menyelamatkan diri, agar dapat mempertahankan hidup, agar dapat bergaul, berteman, bersahabat, agar dapat berketurunan, agar dapat berbakti, berbuat baik, mengadakan kebaikan, berprestasi, agar dapat melanjutkan jenis,. (Simak juga Prof Dr Omar Mohammad ar-Toumy al-Syaibany : “Falasafah Pendidikan”, 1983:142). Kebutuhan itu berbagai macam ragam. Ada kebutuhan material (fisiologik), kebutuhan akan rasa aman (keamanan dan ketenteraman), kebutuhan sosial (ketergantungan dan cinta kasih), kebutuhan ego (harga diri), kebutuhan realisasi diri (aktualisasi diri). Ada hasrat prestasi (need for achievement), hasrat afiliasi (need for affiliaton), hasrat kuasa (need for power). Kebutuhan akan keselamatan diri, nyawa; kebutuhan akan sanak famili, keluarga, karib kerabat, teman sejawat, kenalan, tetangga, kawan; kebutuhan akan kedudukan, pangkat, harga diri, status sosial-ekonomi; kebutuhan akan tempat tinggal, kampung halaman, tanah air (Simak juga QS 3:14). Semuanya itu dipersembahkan kepada Allah (Simak QS 9:111, 6:162, 9:24).
Parade pemenuhan kebutuhan
Manusia berbuat karena ada faktor psikologik yang mendorong dan menggerakkan untuk melakukan sesuatu, yang disebut dengan motif. Motif itu mengandung keinginan, hasrat, kemauan untuk memenhi kebutuhan. Ada kebutuhan fisiologik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan ketergantungan dan cinta kasih (kebutuhan sosial), kebutuhan harga diri (ego), kebutuhan aktualisasi diri (realisasi diri) (Maslow, 1970; SUARA PEBARUAN, Jum’at, 10 September 1997, hal 22, “Pemberdayaan Remaja Dalam Menanggulangi Pengangguran”, oleh Sudibyo Setyobroto).
Dalam konsep teologis, motivasi (niat) itu ntuk memperoleh kasih sayang dari Allah serta perlindungan, pemeliharaan keamanan dari Allah, untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Menurut pengamatan Emha Ainun Nadjib, masyarakat senantiasa membutuhkan “angop” (menguap). Yang merasa terlalu banyak korupsi membutuhkan angop dengan cara naik haji atau mesponsori pengajian. Yang gemar, doyan, menyukai wisata/budaya seks membutuhkan angop dengan memimpikan wisata/budaya spiritual (Simak “Surat Kepada Kanjeng Nabi”, 1997:31-33).
Kebutuhan angop itu menurut Emha Ainun Nadjib perlu dimodifikasi agar tidak terjerumus ke budaya dangkal-seks-judi-klenik.
Bangsa ini buan hanya miskin materi, tapi juga miskin mental, spiritual, nurani. Kemiskinan mental-spiritual ketiadaan harga dri mendorong kerakusan, kehausan akan pengakuan, sanjungan, aktualisasi diri.
Simaklah acara pembagian daging hewan qurban di berbagai tempat yang menelan korban, ada yang terjepit, terinjak-injak ketika berdesakan berebutan.
Simak pula maraknya panitia qurban yang mengesankan saling berebut, saling berlomba melakukan aktualisasi diri.
Panitia qurban cukup menyembelih hewan qurban dan memotongnya beberapa potong. Potong-potongan qurban tersebut langsng diantarkan oleh yang berqurban kepada tetangga/warga sekitar.
Simak pula betapa asyik-meriahnya acara dzikir-do’a berjama’ah sehabis salam penutup shalat Jum’at.
Simak pula maraknya acara malam takbiran menjelang shalat ‘id yang mengesankan saling berebut, berlomba melakukan aktualisasi diri. Bahkan sampai melakukan takbiran keliling menggunakan obor dan motor yang kadangkala menimbulkan tawuran dan gangguan keamanan. Disertai pula dengan menenggak minuman keras.
Acara malam tabiran itu apa disunnahkan oleh Rasulullah ? Jika seandainya ada sunnah Rasulullah tentang malam takbiran, apa saja yang boleh dilakukan, dan apa pula yang tak boleh dilakukan. Bahkan membaca AlQur:an dengan suara jahar/keras adakalanya disuruh dan adakalanya dilarang, tergantung pada situasi, kondisi, waktu, tempat.
Simak pula maraknya lembaga/badan bimbingan haji/umrah yang mengesankan saling berebut, saling berlomba melakukan aktualisasi diri serta mendapatkan keuntungan berupa fasilitas/dana.
Lembaga/badan bimbingan haji/umrah cukup membimbing manasik di tempat tanpa harus ikut terlibat langsung mengurus segala sesuatu pergi dan pulangnya.
Simak pula acara penggalangan dana peduli korban bencana gempa tsunami. Saling berlomba, berperan menghimpun dana dengan membawa atribut, bendera masing-masing.
Simak pula pembentukan berbagai tim untuk menjaga, memelihara memenuhi kebutuhan citra diri Presiden agar tak ternoda, tercemar noda intervensi Trias Politica.
Maslow menyebutkan bahwa puncak kebutuhan manusia adalah kebutahan realisasi diri yang bersifat non-materi. Kebutuhan akan pahala berdasarkan konsep teologis, juga berupa bentuk realisasi diri.
David McCelland memperkenalkan suatu istilah ‘need for achievement” suatu dorongan untuk berhasil, berprestasi, semangat menghasilkan prestasi kerja yang gemilang (Simak Edy Taslim : “Mencintai Pekerjaan”, dalam majalah psikologi ANDA, No.89/1984:13)
Laksanakan saja apa yang diperintahkan Allah. Tak peru sibuk memahami hikmahnya. Laksanakan saja sesuai dengan yang diperintahkan.
(Asrir BKS1011161330 written by sicumpaz@gmail.com sicumpas.wordpress.com)
Manusia itu berbuat karena ada tenaga pendorong, faktor psikologik yang mendorong dan menggerakkan untuk melakukan sesuatu, yang disebut dengan motif. Motif itu mengandung keinginan,hasrat, kemauan untuk memenuhi kebutuhan.
Motif (sebab) atau driver (dorongan, push) untk memenuhi kebutuhan itu disebut instink (nafsu). Instink (nafsu) itu merupakan motif (sebab) atau driver (dorongan) timblnya perbuatan, sikap, ucapan ntuk memenuhi kebutuhan (need). Instink merupakan tenaga pendorong untuk memenuhi kebutuhan.
Mengacu pada skema Prof Mac Dougall dan Leslie D Waterhead (“Psychologie en Leven”, page 7273), serta pandangan imam Ghazali (“Ihya ‘Ulumuddin”) Dr R Paryana Suryadipura (“Manusia dan Atomnja”, 158:197-198) menyebutkan empat nafsu pokok : Egocentros (hayawaniyah, serakah, memetingkan diri), Polemos (shabu’iyah, marah, bertarung, berjuang), Eros (erotis, sjaithaniyah, berahi, beraurat, berkelamin), Religios rububiyah, beragama). (Simak juga Imam Ghazali : “Rahasia Hati”, 1985:31,16; Abul A’la AlMaududi : “Sejarah Pembaruan dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Agama”, 1984:22-36).).
Mengacu pada temperamen manusia kajian Galenus, terdapat empat kebutuhan pokok : Flegmatis (makan, kesenangan, kemewahan, teman, kecintaan, pertolongan), Chloris (kekuasaan), Melancholis (ketenangan), Sanguinis (kesucian batin) (Simak Sei H Datuk Tombak Alam : “Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah”, 1986:76; Hari Moekti : “Generasi Cerdas dan Bertaqwa”, 2004:30-31).
Skema hubungan antara nafsu, fisik dan psikis bias dilukiskan seperti berikut :
1. Nafsu : a. Egocentros (hayawaniyaqh), b. Polemos (shabu’iyah), c. Eros (syaithaniyah), d. Religios (rububiyah).
2. Kondisi fisik (metafisik) : a. Endomorphie, b. Mesomorphie, c. Ectomorphie, d. Metamorphie.
3. Kondisi psikis : a. Vuscerotania (Flegmatis), b. Somatonia (Chloris), c. Cerebrotania (Melancolis), d. Spiritonia (Sanguinis).
4. Tingkah/laku : a. Konatif, b. Motorik, c. Afektif, d. Kognitif.
5. Sikap mental : a. pengemis/pengamen, b. koboi/preman, c. badut, d. relawan.
6. Kebutuhan/kepuasan : a. lambung/usus, b. otot, c. kelamin, d. otak/hati.
(Mengacu pada Dr WElliam Sheldon dalam Dr R Paryana Suryadipura : “Manusia dan Atomnya”, 1958:203).
Nafsu (instinkt, syahwat, keinginan) itu berbagai macam ragam. Ada nafsu untk memenhi kebutuhan agar memilki harta benda, agar dapat memperoleh makan enak lagi banyak, agar dapat menyelamatkan diri, agar dapat mempertahankan hidup, agar dapat bergaul, berteman, bersahabat, agar dapat berketurunan, agar dapat berbakti, berbuat baik, mengadakan kebaikan, berprestasi, agar dapat melanjutkan jenis,. (Simak juga Prof Dr Omar Mohammad ar-Toumy al-Syaibany : “Falasafah Pendidikan”, 1983:142). Kebutuhan itu berbagai macam ragam. Ada kebutuhan material (fisiologik), kebutuhan akan rasa aman (keamanan dan ketenteraman), kebutuhan sosial (ketergantungan dan cinta kasih), kebutuhan ego (harga diri), kebutuhan realisasi diri (aktualisasi diri). Ada hasrat prestasi (need for achievement), hasrat afiliasi (need for affiliaton), hasrat kuasa (need for power). Kebutuhan akan keselamatan diri, nyawa; kebutuhan akan sanak famili, keluarga, karib kerabat, teman sejawat, kenalan, tetangga, kawan; kebutuhan akan kedudukan, pangkat, harga diri, status sosial-ekonomi; kebutuhan akan tempat tinggal, kampung halaman, tanah air (Simak juga QS 3:14). Semuanya itu dipersembahkan kepada Allah (Simak QS 9:111, 6:162, 9:24).
Parade pemenuhan kebutuhan
Manusia berbuat karena ada faktor psikologik yang mendorong dan menggerakkan untuk melakukan sesuatu, yang disebut dengan motif. Motif itu mengandung keinginan, hasrat, kemauan untuk memenhi kebutuhan. Ada kebutuhan fisiologik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan ketergantungan dan cinta kasih (kebutuhan sosial), kebutuhan harga diri (ego), kebutuhan aktualisasi diri (realisasi diri) (Maslow, 1970; SUARA PEBARUAN, Jum’at, 10 September 1997, hal 22, “Pemberdayaan Remaja Dalam Menanggulangi Pengangguran”, oleh Sudibyo Setyobroto).
Dalam konsep teologis, motivasi (niat) itu ntuk memperoleh kasih sayang dari Allah serta perlindungan, pemeliharaan keamanan dari Allah, untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Menurut pengamatan Emha Ainun Nadjib, masyarakat senantiasa membutuhkan “angop” (menguap). Yang merasa terlalu banyak korupsi membutuhkan angop dengan cara naik haji atau mesponsori pengajian. Yang gemar, doyan, menyukai wisata/budaya seks membutuhkan angop dengan memimpikan wisata/budaya spiritual (Simak “Surat Kepada Kanjeng Nabi”, 1997:31-33).
Kebutuhan angop itu menurut Emha Ainun Nadjib perlu dimodifikasi agar tidak terjerumus ke budaya dangkal-seks-judi-klenik.
Bangsa ini buan hanya miskin materi, tapi juga miskin mental, spiritual, nurani. Kemiskinan mental-spiritual ketiadaan harga dri mendorong kerakusan, kehausan akan pengakuan, sanjungan, aktualisasi diri.
Simaklah acara pembagian daging hewan qurban di berbagai tempat yang menelan korban, ada yang terjepit, terinjak-injak ketika berdesakan berebutan.
Simak pula maraknya panitia qurban yang mengesankan saling berebut, saling berlomba melakukan aktualisasi diri.
Panitia qurban cukup menyembelih hewan qurban dan memotongnya beberapa potong. Potong-potongan qurban tersebut langsng diantarkan oleh yang berqurban kepada tetangga/warga sekitar.
Simak pula betapa asyik-meriahnya acara dzikir-do’a berjama’ah sehabis salam penutup shalat Jum’at.
Simak pula maraknya acara malam takbiran menjelang shalat ‘id yang mengesankan saling berebut, berlomba melakukan aktualisasi diri. Bahkan sampai melakukan takbiran keliling menggunakan obor dan motor yang kadangkala menimbulkan tawuran dan gangguan keamanan. Disertai pula dengan menenggak minuman keras.
Acara malam tabiran itu apa disunnahkan oleh Rasulullah ? Jika seandainya ada sunnah Rasulullah tentang malam takbiran, apa saja yang boleh dilakukan, dan apa pula yang tak boleh dilakukan. Bahkan membaca AlQur:an dengan suara jahar/keras adakalanya disuruh dan adakalanya dilarang, tergantung pada situasi, kondisi, waktu, tempat.
Simak pula maraknya lembaga/badan bimbingan haji/umrah yang mengesankan saling berebut, saling berlomba melakukan aktualisasi diri serta mendapatkan keuntungan berupa fasilitas/dana.
Lembaga/badan bimbingan haji/umrah cukup membimbing manasik di tempat tanpa harus ikut terlibat langsung mengurus segala sesuatu pergi dan pulangnya.
Simak pula acara penggalangan dana peduli korban bencana gempa tsunami. Saling berlomba, berperan menghimpun dana dengan membawa atribut, bendera masing-masing.
Simak pula pembentukan berbagai tim untuk menjaga, memelihara memenuhi kebutuhan citra diri Presiden agar tak ternoda, tercemar noda intervensi Trias Politica.
Maslow menyebutkan bahwa puncak kebutuhan manusia adalah kebutahan realisasi diri yang bersifat non-materi. Kebutuhan akan pahala berdasarkan konsep teologis, juga berupa bentuk realisasi diri.
David McCelland memperkenalkan suatu istilah ‘need for achievement” suatu dorongan untuk berhasil, berprestasi, semangat menghasilkan prestasi kerja yang gemilang (Simak Edy Taslim : “Mencintai Pekerjaan”, dalam majalah psikologi ANDA, No.89/1984:13)
Laksanakan saja apa yang diperintahkan Allah. Tak peru sibuk memahami hikmahnya. Laksanakan saja sesuai dengan yang diperintahkan.
(Asrir BKS1011161330 written by sicumpaz@gmail.com sicumpas.wordpress.com)
Sikap mental
Sikap mental
Imam Ghazali menyebutkan empat tipe (sikap) mental manusia.
Pertama mental syahwat, mental herbivora, yang tamak, loba, rakus, bakhil, kikir, pelit, mubadzir, israf, boros, riya, busuk hati, hasad, dengki, iri, tidak punya malu, suka main-main, suka bersenda gurau, khianat, suka membuka rahasia, buhtan, bohong, dusta, suka menjilat, sakhriyah, suka mencela, mengejek, mengecam, mengeritik (egocentros/pengemis/pengamen).
Kedua mental amarah, mental carnivora , yang angkh, congkak, pngah, sombong, takabur, ujub, suka mengagumi diri, ghadhab, suka marah, keras, galak, buas, zalim, aniaya, suka menyerang, memukul, mencaci, mengejek, menghina, merendahkan, membenci, bermusuhan, membangkitkan amarah, suka disanjung, diapung, dipuji, diangkat, dihrmati, dimuliakan, minta ditaati, dpatuhi, berkemauan jahat, sembrono, bersiap acuh ta acuh (polemos/koboi/preman).
Ketiga mental syaithani, mental omnivora, yang ghurur, suka menipu, memalsu, memperdaya, mengelah, membujuk, talbis, mencampuradukkan urusan, ifsad, suka mencelakakan, nekad, berkata kotor (eros/badt).
Keempat mental rabbani, mental hkama, mental intelek, yang berilmu, memaami hakikat, cendekia, bersikap baik, bijak, ‘iffah, menjaga diri, qana’ah, merasa cukup dengan yang ada, wara’, tidak mementingkan dunia, sabar, lapang dada, berjiwa besar, berhat mulia, haya’, malu, anisah, ramah, ‘afwu, suka mema’afkan, ta’awun, suka bergotong royong, syaja’ah, berani, sakhi, dermawan, istiqamah, teguh pendirian, konsekwen, konsisten, tawadhu’, rendah hati, tasamuh, bertenggang rasa, bertanggungjawab, tenang, yakin, optimis, suka kebebasan dalam segala urusan, ihtiram, suka menghormati, memuliakan (religios/relawan).
Bakhtiar Amini menyebutkan empat tipe (siakp) mental madzmumah, mental tercela.
Pertama mental harimau campa, yang suka membentak, melotot, sombong, pongah, congkak, angkuh, benar sendiri, merasa kuasa.
Kedua mental kambing hutan, yang berkemauan ahat, suka menimbulkan sengketa, suka mengumpat, keras kepala.
Ketiga mental kucing siam, yang suka merugikan orang lain, mengambil harta orang lain tanpa hak. Keempat mental anjing polisi, ang tak tahu sopan santun, ska membual, suka merintangi kebaikan.
Dalam Qur:an dapat ditemukan beberapa tipe (sikap) mental manusia, antara lain :
Mental anjing, yang selalu kehausan saja, tak pernah merasa kenyang, tidak pernah merasa puas, tida pernah merasa cukup (Simak QS 7:176). Satu-satunya yang paling setia adalah anjing.
Mental monyet, mental beruk, mental kera, yang suka mencibirkan orang, memusuhi orang lain, tidak punya malu, tamak, merusakkan orang lain, suka cemburu, menghelah, melakukan manipulasi, menipu, mengecoh (Simak QS 5:60).
Menal ternak, yang hanya memperhatikan soal perut (homo economicus) (Simak QS 47:12; 7:179).
Mental keledai, ang bersuara buruk, yang tidak mau tahu dengan kewajiban (Simak QS 62:5).
Dalam hubungan antara bawaan dengan atasan, terdapat tiga macam tipe (sikap) mental manusia.
Pertama mental centeng, mental kacung, yang suka berpura-pura, plin-plan, bohong, dusta, tidak jujur, pengecut, tidak mau bertanggngjawab, suka menjilat, tertutup, hipokrit, bersikap rikuh, pema’af yang tidak pada tempatnya, mudah terkesima atas penampilan atasan, bersikap netral yang kurang beralasan, cenderung bersikap asal atasan senang. Ya llah, saya berlindung kepadaMu dari kelemahan dan malas, dan peakut dan tua, dan bakhil kikir (Tarajamah HR Muslim dari Anas).
Kedua mental juragan, mental feodal yang angkuh, congkak, pongah, sombong, suka disanjung, diapung, diangkat, dihormati, dimliakan, mudah tersnggung, emosional, pemarah. Tida akan masuk surge orang ang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dar sifat kesombongan (Tarjamah HR Muslim dari Abdullah bin Mas’ud). Orang-orang ahli neraka ialah tiap-tiap orang yang kejam, rakus dan sombong (Tarjamah HR Bukhari, Muslim dari Haritsah bin Wahab).
Ketiga mental democrat, mental rakyat, yang objektif, jujur, adil, bijak, sabar, lapang dada, terbka, teguh pendirian, bertnggngjawab, luas pandangan. Ya Allah saa mohon kepadaMu petunjk (hidayat) dan taqwa, keluhuran budi dan kekayaan (Tarjamah HR Muslim dari Ibn Mas’ud). Ya Allah berilah kepadau petunjuk dan kebenaran (Taramah HR Muslm dari ‘Ali).
Mental democrat dapat dipupk dengan sikap ikhlas beramal, bersih dari sysirik, baik syirik besar, maupun syirik kecil, bersih dari rasa hasad, dengki, iri, ambisi, terbka, mau dikoreksi, mau mengoresi, mengutamakan kepentingan bersama. Ada tiga hal yang aan membuat enggan hati seorang Muslim untuk berkhianat (hasad dengki, ri, ambisi) : a. beramal ikhlas karena Allah, untk Allah, b. member nasehat kepada sesame Muslm, c. loyal, setia terhadap ama’ah Muslimin (Tarjamah HR Sufyan bin ‘Ujainah dari Abdullah bin Mas’ud).
Pada suatu hari seorang yang lebih mlia, yang kedudukannya, martabatnya anya di bawah Raslullah dan Abu akar, setelah selesai berpidato di atas mimbar diggat oleh salah seorang yang hadir (Salfan al-Farisi) dihadapan orang banyak. Penggugat tidak bersedia mendengarkan dan tunduk pada Umar sekalu Khalifah, sebelum Umar menjelaskan lebih dahulu kenapa baju yang dia pakai lebih banak memakn kain, dibandngkan dengan yang dipakai oleh orang banyak, sedangkan pembagiannya sama banyak (sama BESAR). Umar tdak menjawab, tidak merasa dipermalukan, tidak merasa diperhinakan. Umar memintakan kepada puteranya, Abdullah untuk menjelaskannya. Abdullah menjelaskan bahwa ia telah memberikan bagiannya kepada ayahnya, Umar. Etelah itu barulah si penggugat bersedia dengan senang hati mendengarkan dan tunduk pada Umar.
Seorang democrat sejati tdak merasa dipermalukan, diperinakan, bila ia digugat secara terang-terangan di hadapan orang banyak. Jiwa democrat, jiwa kerakyatan menuntut, menghendaki kebebasan, kemerdekaan yang sempurna untuk mengeluarkan pendapat, kebebasan enuh menyampakan suara hati nurani, berdasarkan argumentasi dan dalil yang benar.
(Disimak antara lain dari :
1. Ahmadi Thaha : “Sejarah Pembaruan dan Pembangunan Kembali lam Fikiran Agama” (Abul Ala Al-Maududi), halaman 22-36.
2. Amien Noersyam : “Keajaiban Hati” (Imam Ghazali), halaman 31-34.
3. Bakhtiar AQmini : “Ringasan Tamb Adat Alam Minangabau”, halaman 5-7.
4. Prof Dr Hamka : “Tafsir Al-Azhar”, juzuk IX, halaman 145-146,165,173.
5. Haedahar Nashir : Akhlak Pemimpin Muhammadiyah”, alaman 3.
6. Alwi As : “Jawaban terhadap Alam Fikiran Barat yang keliru tentang al-Islam” (Muh Quthub), halaman 58.
7. Salim Bahreisy : “Tarjmah Riadhus Shalihin” (Imam Nawawi), jilid I, halaman 504,505, hadis 1,3; jilid II, halaman 366,368, hadis 4,9,10.
8. Drs Daj’far Abd Muchith : “Al-Hadits sebagai sumber Hukum” (D Musthafa As-Siba’i), haaman 253.
9. M Ali Hasan mar : “Sepulu Shabat dijamin Ahli Syurga’ (Muhammad Ali Al-Quthub), halaman 69,72.
10. Muhammad al-Baqir : “Khilafah dan Kerajaan” (Abul A’la al-maududi), halaman 131,132.
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS9104191315)
Imam Ghazali menyebutkan empat tipe (sikap) mental manusia.
Pertama mental syahwat, mental herbivora, yang tamak, loba, rakus, bakhil, kikir, pelit, mubadzir, israf, boros, riya, busuk hati, hasad, dengki, iri, tidak punya malu, suka main-main, suka bersenda gurau, khianat, suka membuka rahasia, buhtan, bohong, dusta, suka menjilat, sakhriyah, suka mencela, mengejek, mengecam, mengeritik (egocentros/pengemis/pengamen).
Kedua mental amarah, mental carnivora , yang angkh, congkak, pngah, sombong, takabur, ujub, suka mengagumi diri, ghadhab, suka marah, keras, galak, buas, zalim, aniaya, suka menyerang, memukul, mencaci, mengejek, menghina, merendahkan, membenci, bermusuhan, membangkitkan amarah, suka disanjung, diapung, dipuji, diangkat, dihrmati, dimuliakan, minta ditaati, dpatuhi, berkemauan jahat, sembrono, bersiap acuh ta acuh (polemos/koboi/preman).
Ketiga mental syaithani, mental omnivora, yang ghurur, suka menipu, memalsu, memperdaya, mengelah, membujuk, talbis, mencampuradukkan urusan, ifsad, suka mencelakakan, nekad, berkata kotor (eros/badt).
Keempat mental rabbani, mental hkama, mental intelek, yang berilmu, memaami hakikat, cendekia, bersikap baik, bijak, ‘iffah, menjaga diri, qana’ah, merasa cukup dengan yang ada, wara’, tidak mementingkan dunia, sabar, lapang dada, berjiwa besar, berhat mulia, haya’, malu, anisah, ramah, ‘afwu, suka mema’afkan, ta’awun, suka bergotong royong, syaja’ah, berani, sakhi, dermawan, istiqamah, teguh pendirian, konsekwen, konsisten, tawadhu’, rendah hati, tasamuh, bertenggang rasa, bertanggungjawab, tenang, yakin, optimis, suka kebebasan dalam segala urusan, ihtiram, suka menghormati, memuliakan (religios/relawan).
Bakhtiar Amini menyebutkan empat tipe (siakp) mental madzmumah, mental tercela.
Pertama mental harimau campa, yang suka membentak, melotot, sombong, pongah, congkak, angkuh, benar sendiri, merasa kuasa.
Kedua mental kambing hutan, yang berkemauan ahat, suka menimbulkan sengketa, suka mengumpat, keras kepala.
Ketiga mental kucing siam, yang suka merugikan orang lain, mengambil harta orang lain tanpa hak. Keempat mental anjing polisi, ang tak tahu sopan santun, ska membual, suka merintangi kebaikan.
Dalam Qur:an dapat ditemukan beberapa tipe (sikap) mental manusia, antara lain :
Mental anjing, yang selalu kehausan saja, tak pernah merasa kenyang, tidak pernah merasa puas, tida pernah merasa cukup (Simak QS 7:176). Satu-satunya yang paling setia adalah anjing.
Mental monyet, mental beruk, mental kera, yang suka mencibirkan orang, memusuhi orang lain, tidak punya malu, tamak, merusakkan orang lain, suka cemburu, menghelah, melakukan manipulasi, menipu, mengecoh (Simak QS 5:60).
Menal ternak, yang hanya memperhatikan soal perut (homo economicus) (Simak QS 47:12; 7:179).
Mental keledai, ang bersuara buruk, yang tidak mau tahu dengan kewajiban (Simak QS 62:5).
Dalam hubungan antara bawaan dengan atasan, terdapat tiga macam tipe (sikap) mental manusia.
Pertama mental centeng, mental kacung, yang suka berpura-pura, plin-plan, bohong, dusta, tidak jujur, pengecut, tidak mau bertanggngjawab, suka menjilat, tertutup, hipokrit, bersikap rikuh, pema’af yang tidak pada tempatnya, mudah terkesima atas penampilan atasan, bersikap netral yang kurang beralasan, cenderung bersikap asal atasan senang. Ya llah, saya berlindung kepadaMu dari kelemahan dan malas, dan peakut dan tua, dan bakhil kikir (Tarajamah HR Muslim dari Anas).
Kedua mental juragan, mental feodal yang angkuh, congkak, pongah, sombong, suka disanjung, diapung, diangkat, dihormati, dimliakan, mudah tersnggung, emosional, pemarah. Tida akan masuk surge orang ang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dar sifat kesombongan (Tarjamah HR Muslim dari Abdullah bin Mas’ud). Orang-orang ahli neraka ialah tiap-tiap orang yang kejam, rakus dan sombong (Tarjamah HR Bukhari, Muslim dari Haritsah bin Wahab).
Ketiga mental democrat, mental rakyat, yang objektif, jujur, adil, bijak, sabar, lapang dada, terbka, teguh pendirian, bertnggngjawab, luas pandangan. Ya Allah saa mohon kepadaMu petunjk (hidayat) dan taqwa, keluhuran budi dan kekayaan (Tarjamah HR Muslim dari Ibn Mas’ud). Ya Allah berilah kepadau petunjuk dan kebenaran (Taramah HR Muslm dari ‘Ali).
Mental democrat dapat dipupk dengan sikap ikhlas beramal, bersih dari sysirik, baik syirik besar, maupun syirik kecil, bersih dari rasa hasad, dengki, iri, ambisi, terbka, mau dikoreksi, mau mengoresi, mengutamakan kepentingan bersama. Ada tiga hal yang aan membuat enggan hati seorang Muslim untuk berkhianat (hasad dengki, ri, ambisi) : a. beramal ikhlas karena Allah, untk Allah, b. member nasehat kepada sesame Muslm, c. loyal, setia terhadap ama’ah Muslimin (Tarjamah HR Sufyan bin ‘Ujainah dari Abdullah bin Mas’ud).
Pada suatu hari seorang yang lebih mlia, yang kedudukannya, martabatnya anya di bawah Raslullah dan Abu akar, setelah selesai berpidato di atas mimbar diggat oleh salah seorang yang hadir (Salfan al-Farisi) dihadapan orang banyak. Penggugat tidak bersedia mendengarkan dan tunduk pada Umar sekalu Khalifah, sebelum Umar menjelaskan lebih dahulu kenapa baju yang dia pakai lebih banak memakn kain, dibandngkan dengan yang dipakai oleh orang banyak, sedangkan pembagiannya sama banyak (sama BESAR). Umar tdak menjawab, tidak merasa dipermalukan, tidak merasa diperhinakan. Umar memintakan kepada puteranya, Abdullah untuk menjelaskannya. Abdullah menjelaskan bahwa ia telah memberikan bagiannya kepada ayahnya, Umar. Etelah itu barulah si penggugat bersedia dengan senang hati mendengarkan dan tunduk pada Umar.
Seorang democrat sejati tdak merasa dipermalukan, diperinakan, bila ia digugat secara terang-terangan di hadapan orang banyak. Jiwa democrat, jiwa kerakyatan menuntut, menghendaki kebebasan, kemerdekaan yang sempurna untuk mengeluarkan pendapat, kebebasan enuh menyampakan suara hati nurani, berdasarkan argumentasi dan dalil yang benar.
(Disimak antara lain dari :
1. Ahmadi Thaha : “Sejarah Pembaruan dan Pembangunan Kembali lam Fikiran Agama” (Abul Ala Al-Maududi), halaman 22-36.
2. Amien Noersyam : “Keajaiban Hati” (Imam Ghazali), halaman 31-34.
3. Bakhtiar AQmini : “Ringasan Tamb Adat Alam Minangabau”, halaman 5-7.
4. Prof Dr Hamka : “Tafsir Al-Azhar”, juzuk IX, halaman 145-146,165,173.
5. Haedahar Nashir : Akhlak Pemimpin Muhammadiyah”, alaman 3.
6. Alwi As : “Jawaban terhadap Alam Fikiran Barat yang keliru tentang al-Islam” (Muh Quthub), halaman 58.
7. Salim Bahreisy : “Tarjmah Riadhus Shalihin” (Imam Nawawi), jilid I, halaman 504,505, hadis 1,3; jilid II, halaman 366,368, hadis 4,9,10.
8. Drs Daj’far Abd Muchith : “Al-Hadits sebagai sumber Hukum” (D Musthafa As-Siba’i), haaman 253.
9. M Ali Hasan mar : “Sepulu Shabat dijamin Ahli Syurga’ (Muhammad Ali Al-Quthub), halaman 69,72.
10. Muhammad al-Baqir : “Khilafah dan Kerajaan” (Abul A’la al-maududi), halaman 131,132.
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS9104191315)
Hidup dalam mitos dan klenik
Bukan klenik, tapi kearifan local ?
Juru kunci gunung Merapi bertugas, bertanggungjawab menjaga gunung Merapi hingga nafas sterakhir. Bertugas, berhak memimpin prosesi Labuhan/Ruwatan untuk memanjatkan doa dan mempersembahkan sesajen kepada Eyang Petruk, sang penunggu gunung Merapi (sing mbaurekso), sang magis pengayom masyarakat yang berdiam di kawasan gunung Merapi. Ini sama sekali bukan klenik, melainkan kearifan local yang diyakini secara turun temurun oleh leluhur. Demikian suara Nugroho Angkasa dalam MEDIA INDONESIA, Rabu, 3 November 2010, halaman 20. Juga suara tokoh spiritual Permadi SH dalam wawancara dengan reporter televisi pada Sabtu, 6 November 2010.
Muncul pertanyaan, apa saja cirri, unsure dari klenik, khurafat, takhyul itu. Apakah memang prosesi labuhan/ruwatan, persembahan sesaajen, mbah roso (sing mbaurekso), magis pengayom masyarakat itu bukan termasuk ke dalam kategori klenik, khuafat, takhyul ?
Islam mempertanyakan keyakinan secara turun temurun oleh leluhur itu. “Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walau pun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak pula mendapat petunjuk ? “ (QS 5:104) (What! Even though theirs fathers had no knowledge what saevu, and no guidance ?). Bagaimana logika Permade cs ?
(Asrir BKS1011040930 wsritten by sicumpaz@gmail.com sicumpas.wordpress.com)
Hidup dalam mitos
Dulu, kini, nanti manusia hidup dalam mitos, berpikir brdasar mitos. Dulu, agar trhindar dari bahaya, malapetaka dengan menggunakan ruwatan, petung dan sesaji.
Agar dapat mengatasi krisis dari keterjajahan dimitoskan Presiden Soekarno sebagai Ratu Adil dengan gelar yang serba agung, “Pemimpin Besar Revolusi”, “Penyambung Lidah Rakyat”, “Seniman Agung”.
Agar dapat mengatasi keterbelakaangan menuju pembangunan dimitoskan Presiden Soeharto sebagai Juru Selamat, dngan menyandang gelar “Bapak Pembangunan”, “Jenderal Besar”.
Agar dapat mengatasi disintegrasi bangsa dimitoskan Gus Dur sebagai “Bapak Pluralisme” (Kuntowijoyo : “Mengakhiri mitos Politik”).
Di kalangan intelektual dimitoskan bahwa ilmu pengetahuan Barat sebagai sumber kemajuan, peradaban.
Para tokoh dimitoskan sebagai pembawa misi profetik (nubuwah ?), sebagai juru selamat, pembebas bangsa dan kemiskinan, keterbelakaaaaaangan, pengantar ke kesejahteraan.
Demokrasi dimitoskan sebagai pembawa kedamaian.
(Asrir BKS1010110730)
Juru kunci gunung Merapi bertugas, bertanggungjawab menjaga gunung Merapi hingga nafas sterakhir. Bertugas, berhak memimpin prosesi Labuhan/Ruwatan untuk memanjatkan doa dan mempersembahkan sesajen kepada Eyang Petruk, sang penunggu gunung Merapi (sing mbaurekso), sang magis pengayom masyarakat yang berdiam di kawasan gunung Merapi. Ini sama sekali bukan klenik, melainkan kearifan local yang diyakini secara turun temurun oleh leluhur. Demikian suara Nugroho Angkasa dalam MEDIA INDONESIA, Rabu, 3 November 2010, halaman 20. Juga suara tokoh spiritual Permadi SH dalam wawancara dengan reporter televisi pada Sabtu, 6 November 2010.
Muncul pertanyaan, apa saja cirri, unsure dari klenik, khurafat, takhyul itu. Apakah memang prosesi labuhan/ruwatan, persembahan sesaajen, mbah roso (sing mbaurekso), magis pengayom masyarakat itu bukan termasuk ke dalam kategori klenik, khuafat, takhyul ?
Islam mempertanyakan keyakinan secara turun temurun oleh leluhur itu. “Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walau pun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak pula mendapat petunjuk ? “ (QS 5:104) (What! Even though theirs fathers had no knowledge what saevu, and no guidance ?). Bagaimana logika Permade cs ?
(Asrir BKS1011040930 wsritten by sicumpaz@gmail.com sicumpas.wordpress.com)
Hidup dalam mitos
Dulu, kini, nanti manusia hidup dalam mitos, berpikir brdasar mitos. Dulu, agar trhindar dari bahaya, malapetaka dengan menggunakan ruwatan, petung dan sesaji.
Agar dapat mengatasi krisis dari keterjajahan dimitoskan Presiden Soekarno sebagai Ratu Adil dengan gelar yang serba agung, “Pemimpin Besar Revolusi”, “Penyambung Lidah Rakyat”, “Seniman Agung”.
Agar dapat mengatasi keterbelakaangan menuju pembangunan dimitoskan Presiden Soeharto sebagai Juru Selamat, dngan menyandang gelar “Bapak Pembangunan”, “Jenderal Besar”.
Agar dapat mengatasi disintegrasi bangsa dimitoskan Gus Dur sebagai “Bapak Pluralisme” (Kuntowijoyo : “Mengakhiri mitos Politik”).
Di kalangan intelektual dimitoskan bahwa ilmu pengetahuan Barat sebagai sumber kemajuan, peradaban.
Para tokoh dimitoskan sebagai pembawa misi profetik (nubuwah ?), sebagai juru selamat, pembebas bangsa dan kemiskinan, keterbelakaaaaaangan, pengantar ke kesejahteraan.
Demokrasi dimitoskan sebagai pembawa kedamaian.
(Asrir BKS1010110730)
Di tengah kepalsuan
Di tengah kepalsuan
Kita manusia Indonesia amat suka dan mudah mengarang mitos untuk member kekuatan atau kepercayaan. Hal ini merupakan warisan turun temurun sejak jaman animism yang dianut oleh nenek moyang kita dulu. Dan sampai dewasa ini, masih banyak sisa-sisanya melekat dalam jiwa kita. Pancasila kita keramatkan memiliki keberkahan, kesaktian, keampuhan, dipandang suci, kudus, memiliki nilai sacral spiritual.
Sejak kita ditindas, dipaksa oleh kekuatan-kekuatan asing dari luar, maka kita sudah amat terbiasa bersikap pura-pura, munafik, hipokrisi, lan di depan, lain di beakang, menyembunyikan apa yang sebenarnya kita rasakan, kita pikirkan, kita kehendaki. Sikap hipokrisi ini merupakan salah satu cri utama kita manusia Indonesia yang cukup menonjol.
Sistim feodal kita di masa lampau, jauh sebelum kita dijajah bangsa asing yang begit menekan, yang telah menindas daya nisiatif kita menjadi saah satu smber dari kemunafikan yang dahsyat ini. Dan ini berlangsung terus sampai dewasa ini.
Dampak kejiwaan dari penjajahan bangsa asing ang terlalu laa, telah melahirkan manusia-manusia berjiwa budak, yang berwatak budak, yang hanya ta’at patuh menurut perntah, tetapi enggan memikul tanggungjwab, meskipun fisik lahiriyah adalah manusia merdeka. Sikap enggan memikul tanggngjawab ini juga merupakan salah satu cirri kita manusia Indonesia yang cukup menonjol. Atasan menggeser tanggungjawab tentang sesuatu kesaaan ata kegagalan kepada bawahan. Dan bawahan kepada yang bawaan lagi, d agar dapat mempertahankan hidup,emikian seterusnya,
Dewasa ini sikap egaliter, sikap kebersamaan tampaknya meluncur menuju kepunanahan. Dan sebaliknya tumbuh subur berkembang kultur suasana paternalism, feodalisme baru. Demikian menurut hewat sementara pengamat masalah social-politik. Hal ini terlhat dalam pelaksaaan kekuasaan Negara, dalam upacara-upacara resmi kenegaraan, dalam hubungan-hubungan organisasi kepegawaian. Di dalam dan di luar pemerintahan sama saja tak ada bedanya.Yang menentukan hanyalah yang berkuasa. Tetap saja budaya feodal.
Sejak UUD-45 didekritkan kembali oleh Presden Sukarno 5 Juli 1959, secara pelan tetapi pasti (mantap), muncul kembali kecenderungan mengacu ke atas, yang lebih dikenal dengan paternalistik. Masyarakat neo-feodalistik lebih paternalistik daripada patrimodial, lebih menonolkan bapak angkat dari anak angkat, lebih menonjolkan siapa (person, figure) dari apa (problem, tema).
Pada masa alu sikap mengacu ke atas ini berkembang subur di kalangan feodalis. Kecenderungan mengacu ke atas ini dapat dipantaqu dari wejangan politik, ceramah, pengarahan, penataran oleh pejabat dan wakil rakyat, baik lewat televise, radio, maupun media cetak. Semanya memantulkan, mencerminkan bahwa pemerntah pihak yang member segalanya, sedangkan rakyat hanya tinggal terima jadi saja, disuapi, digurui, disantuni, dituntun, dibimbing, diayomi, ditatar.
Di mana-mana dipamerkan bahwa pemerntah adalah pihak ang pintar, sedangkan rakyat adalah pihak yang bodoh, yang perlu digurui. Suasana, situasi, kondisi ini tidaklah mencerminkan persamaan dan kebersamaan (egalite) antara pemerintah da rakyat, bahkan sebaliknya mengesahkan pemerintah sebagai pihak atas dan rakyat sebagai pihak bawah. Sistem protokoler (juga hak veto) sebenarnya adalah dipungut dari budaya feodal.
Hal ini juga terlihat dalam sidang pengadilan antara kedudukan atau posisi hakim dengan kedudukan atau posisi terdakwa, yang menempatkan terdakwa tdiak sejajar dengan hakim, meskipun dianut prinsip bahwa terdakwa dianggap tidak bersaah sebelum diputuskan oleh pengadilan Termasuk pembedan penggunaan kata sapaan “Bapak/Ibu” dengan “Saudara”.
Tak terlihat suasana persamaan antara semua orang, baik terdakwa, penuntut, hakim, ang mencerminkan sila kedalatan rakyat yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan permufakatan. Lebih tercermin otkrasi dari demokrasi. Untuk selamanya suasana, situasi, kondisi ini entah sengaja diciptakan secara sistmatis untuk melesatarikan kedudkan ataukah hanya sekedar proses sejarah menuju kembali kea lam majapahit gaya baru.
Ketua para hakim di seluruh kerajaan Abbasiyah, mam Abu Yusuf (murid Ima Hanafi) sampai akhir haatnya merasa menyesal tidak meminta kepada Khalifah (arun a-Rasyid) untuk memberikan sebuah kursi untuk tempat duduk seorang Nasrani yang disidangkan dalam sengketa antara Khalifah dan Nasrani tersebut, padahal jika ia minta aan diberikan oleh Khalifah kepada si Nasrani sebuah kursi agar ia duduk di atasnya (“Khilafah dan Kerajaan”, hal 358).
Yang Islam tida lagi takut akan hukum Islam. Yang bkan Islam tida lagi takut akan hukum Negara. Di antara sekian banyak umat bragama di Indonesia, berapa yang sungguh-sngguh menghayati ajaran agama masing-masing, dan membuat ajaran agama tersebut menjadi pandangan hidup, dasar moral dan tingkah laku mereka setiap hari ? Bukan hanya sekedar rajin melakukan ritus kegamaan sexcara konvensional saja, tetapi yang juga dalam tingkah laku setiap hari dapat mencerminkan nlai dan ajaran mereka.
Di mana-mana disaksikan kepalsuan, kepura-puraan, kebohongan, kedustaaan, kemnafikan, pemutarbaikan, imitasi, hipokrisi, manipuasi, intimidasi, agitasi, provokasi, propaganda, tidak samanya antara pernyataan dan kenyataan,
Di mana-mana disaksikan kesenjangan antara kau dengan amal, antara omongan dengan tindakan, antara ucapan dengan perbuatan, antara teori dengan praktek, antara cita dan cipta, antara karsa dan karya, antara gagasan dengan trepan, antaa ernyataan dengan kenyataan, antara tuntnan dengan tontnan, antara wejangan dengan tindaan, antara tema dengan upaya. Tak heran, bila disaksikan politik sosialis bisa kawin denganekonomi liberalis. Inilah demokrasi feodal-kolonial, demokrasi feodal-kultrstelsel.
(Disimak antara lain dari :
1. PANJI MASYARAKAT, No.221, 15 April 1977, halaman 46-47, “Manusia Indonesia Sekarang” (cuplikan dari ceramah budayaq Mukhtar Lubis tenang “Situasi Manusia Indonesia Kini, dilihat dari segi Kebudayaan dan Nilai”).
2. Ellys L Pambayun : “Ciri Kepribadian Asli Orang Indonesia. Orang Yang Berilmu Kenapa Harus Mendari “Ilmu” Yang Lain”, MEDIA PEMBINAAN, Kanwil Depag Prop abar, Bandung, No.2/XVIII-1991, Mei 1991, alaman 19-20.
3. KIBLAT, No.19, Th.XXXV, 5-20 April 1988, halaman 12-13, “Seangat Egaliter Hampir Pnah ??; alaman 14-15, “Boleh bertanding engga bole menang” (koentar Dr Ahmad Syafi’I Ma’arif dan Dr.Juwono Sudarsno).
4. Alwi As : “Jawaban terhadap Alam ikiran Barat yang keliru tentang al-Islam (Muh Quthub), halaman 58, “Pandangan Islam tentang perbudaka”.
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS9104161145)
Kita manusia Indonesia amat suka dan mudah mengarang mitos untuk member kekuatan atau kepercayaan. Hal ini merupakan warisan turun temurun sejak jaman animism yang dianut oleh nenek moyang kita dulu. Dan sampai dewasa ini, masih banyak sisa-sisanya melekat dalam jiwa kita. Pancasila kita keramatkan memiliki keberkahan, kesaktian, keampuhan, dipandang suci, kudus, memiliki nilai sacral spiritual.
Sejak kita ditindas, dipaksa oleh kekuatan-kekuatan asing dari luar, maka kita sudah amat terbiasa bersikap pura-pura, munafik, hipokrisi, lan di depan, lain di beakang, menyembunyikan apa yang sebenarnya kita rasakan, kita pikirkan, kita kehendaki. Sikap hipokrisi ini merupakan salah satu cri utama kita manusia Indonesia yang cukup menonjol.
Sistim feodal kita di masa lampau, jauh sebelum kita dijajah bangsa asing yang begit menekan, yang telah menindas daya nisiatif kita menjadi saah satu smber dari kemunafikan yang dahsyat ini. Dan ini berlangsung terus sampai dewasa ini.
Dampak kejiwaan dari penjajahan bangsa asing ang terlalu laa, telah melahirkan manusia-manusia berjiwa budak, yang berwatak budak, yang hanya ta’at patuh menurut perntah, tetapi enggan memikul tanggungjwab, meskipun fisik lahiriyah adalah manusia merdeka. Sikap enggan memikul tanggngjawab ini juga merupakan salah satu cirri kita manusia Indonesia yang cukup menonjol. Atasan menggeser tanggungjawab tentang sesuatu kesaaan ata kegagalan kepada bawahan. Dan bawahan kepada yang bawaan lagi, d agar dapat mempertahankan hidup,emikian seterusnya,
Dewasa ini sikap egaliter, sikap kebersamaan tampaknya meluncur menuju kepunanahan. Dan sebaliknya tumbuh subur berkembang kultur suasana paternalism, feodalisme baru. Demikian menurut hewat sementara pengamat masalah social-politik. Hal ini terlhat dalam pelaksaaan kekuasaan Negara, dalam upacara-upacara resmi kenegaraan, dalam hubungan-hubungan organisasi kepegawaian. Di dalam dan di luar pemerintahan sama saja tak ada bedanya.Yang menentukan hanyalah yang berkuasa. Tetap saja budaya feodal.
Sejak UUD-45 didekritkan kembali oleh Presden Sukarno 5 Juli 1959, secara pelan tetapi pasti (mantap), muncul kembali kecenderungan mengacu ke atas, yang lebih dikenal dengan paternalistik. Masyarakat neo-feodalistik lebih paternalistik daripada patrimodial, lebih menonolkan bapak angkat dari anak angkat, lebih menonjolkan siapa (person, figure) dari apa (problem, tema).
Pada masa alu sikap mengacu ke atas ini berkembang subur di kalangan feodalis. Kecenderungan mengacu ke atas ini dapat dipantaqu dari wejangan politik, ceramah, pengarahan, penataran oleh pejabat dan wakil rakyat, baik lewat televise, radio, maupun media cetak. Semanya memantulkan, mencerminkan bahwa pemerntah pihak yang member segalanya, sedangkan rakyat hanya tinggal terima jadi saja, disuapi, digurui, disantuni, dituntun, dibimbing, diayomi, ditatar.
Di mana-mana dipamerkan bahwa pemerntah adalah pihak ang pintar, sedangkan rakyat adalah pihak yang bodoh, yang perlu digurui. Suasana, situasi, kondisi ini tidaklah mencerminkan persamaan dan kebersamaan (egalite) antara pemerintah da rakyat, bahkan sebaliknya mengesahkan pemerintah sebagai pihak atas dan rakyat sebagai pihak bawah. Sistem protokoler (juga hak veto) sebenarnya adalah dipungut dari budaya feodal.
Hal ini juga terlihat dalam sidang pengadilan antara kedudukan atau posisi hakim dengan kedudukan atau posisi terdakwa, yang menempatkan terdakwa tdiak sejajar dengan hakim, meskipun dianut prinsip bahwa terdakwa dianggap tidak bersaah sebelum diputuskan oleh pengadilan Termasuk pembedan penggunaan kata sapaan “Bapak/Ibu” dengan “Saudara”.
Tak terlihat suasana persamaan antara semua orang, baik terdakwa, penuntut, hakim, ang mencerminkan sila kedalatan rakyat yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan permufakatan. Lebih tercermin otkrasi dari demokrasi. Untuk selamanya suasana, situasi, kondisi ini entah sengaja diciptakan secara sistmatis untuk melesatarikan kedudkan ataukah hanya sekedar proses sejarah menuju kembali kea lam majapahit gaya baru.
Ketua para hakim di seluruh kerajaan Abbasiyah, mam Abu Yusuf (murid Ima Hanafi) sampai akhir haatnya merasa menyesal tidak meminta kepada Khalifah (arun a-Rasyid) untuk memberikan sebuah kursi untuk tempat duduk seorang Nasrani yang disidangkan dalam sengketa antara Khalifah dan Nasrani tersebut, padahal jika ia minta aan diberikan oleh Khalifah kepada si Nasrani sebuah kursi agar ia duduk di atasnya (“Khilafah dan Kerajaan”, hal 358).
Yang Islam tida lagi takut akan hukum Islam. Yang bkan Islam tida lagi takut akan hukum Negara. Di antara sekian banyak umat bragama di Indonesia, berapa yang sungguh-sngguh menghayati ajaran agama masing-masing, dan membuat ajaran agama tersebut menjadi pandangan hidup, dasar moral dan tingkah laku mereka setiap hari ? Bukan hanya sekedar rajin melakukan ritus kegamaan sexcara konvensional saja, tetapi yang juga dalam tingkah laku setiap hari dapat mencerminkan nlai dan ajaran mereka.
Di mana-mana disaksikan kepalsuan, kepura-puraan, kebohongan, kedustaaan, kemnafikan, pemutarbaikan, imitasi, hipokrisi, manipuasi, intimidasi, agitasi, provokasi, propaganda, tidak samanya antara pernyataan dan kenyataan,
Di mana-mana disaksikan kesenjangan antara kau dengan amal, antara omongan dengan tindakan, antara ucapan dengan perbuatan, antara teori dengan praktek, antara cita dan cipta, antara karsa dan karya, antara gagasan dengan trepan, antaa ernyataan dengan kenyataan, antara tuntnan dengan tontnan, antara wejangan dengan tindaan, antara tema dengan upaya. Tak heran, bila disaksikan politik sosialis bisa kawin denganekonomi liberalis. Inilah demokrasi feodal-kolonial, demokrasi feodal-kultrstelsel.
(Disimak antara lain dari :
1. PANJI MASYARAKAT, No.221, 15 April 1977, halaman 46-47, “Manusia Indonesia Sekarang” (cuplikan dari ceramah budayaq Mukhtar Lubis tenang “Situasi Manusia Indonesia Kini, dilihat dari segi Kebudayaan dan Nilai”).
2. Ellys L Pambayun : “Ciri Kepribadian Asli Orang Indonesia. Orang Yang Berilmu Kenapa Harus Mendari “Ilmu” Yang Lain”, MEDIA PEMBINAAN, Kanwil Depag Prop abar, Bandung, No.2/XVIII-1991, Mei 1991, alaman 19-20.
3. KIBLAT, No.19, Th.XXXV, 5-20 April 1988, halaman 12-13, “Seangat Egaliter Hampir Pnah ??; alaman 14-15, “Boleh bertanding engga bole menang” (koentar Dr Ahmad Syafi’I Ma’arif dan Dr.Juwono Sudarsno).
4. Alwi As : “Jawaban terhadap Alam ikiran Barat yang keliru tentang al-Islam (Muh Quthub), halaman 58, “Pandangan Islam tentang perbudaka”.
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS9104161145)
Kita ini bangsa fasiq
Fasiq
Kita mengaku berTuhankan Allah, tahu hukum Allah, tetapi kita tidak mau menegakkan hukum Allah, tidak mau menerima hukum Allah, sengaja melanggarnya, beramal, bertindak berentangan dssengan perintah dan ajaran Allah. Kita membenarkan dalam ucapan, tapi kita menyangkal dalam tindakan.
Kita mengaku beriman kepada Allah swt sebagai Rabb, Islam sebagai dien, AlQur;an sebagai pimpinan (imam), Nabi Muhammad saw sebagai suri teladan (uswah, qudwah), tetapi kita tdak mau mengikuti ajarannya.
Kta mengaku bahwa hak sesame Muslimin, baik sebagai tetangga, kerabat, teman sepekerjaan, teman sperkumpulan meliputi menyebarkan salam, menjawab salam, menengo yang sait, mengantarkan jenazah, memohonkan do’a, mendo’akan yang bersin (berbangkis), menolong yang teraniaya (tertindas), menolong yang kesusahan, menasihati yang membutuhkannya, menutupi aibnya, tidak mengganggu atau merugikannya, tetapi kita tidak menunaikannya.
Kita begitu bersemaqngat menghimpun dana untuk meringankan beban penderitaan korban bencana alam dan bendana perang bak di dalam maupun di luar negeri, tetapi kita menutup mata menyaksikan beban penderitaan hidup yang berkepanjangan ang dalami oleh para terlantar, terlunta-lunta, gelandangan, pengemis, pemulung, anak kolong, anak jalanan, tuna arta, tuna wisma, tuna karya.
Di depan umum kita sangat mengecam penghidupan seks bebas yang terbuka atau setengah terbua. Tapi kita buka tempat-tempat mandi uap, kita atur tempat-tempat prostitusi, kita lindungi dengan berbagai aturan resmi, setengah resm ataupun cara swasta.
Dalam lngkungan sendiri, kita pura-pura alim. Begitu lepas, keluar dari lingkungan sendiri, kita antas masuk tepat maksiat. Kita ikut-ikut maki korpsi, tetapi kita sendiri tak bersih dar korupsi, bakan sebagai koruptor.
Kita mengatakan, bawa hukum itu berlaku sama terhadap semua orang. Tetapi dalam kenyataan kita lihat pencuri masu penjara, sedangkan pencuri besar segera akan bebas, atau masuk penjara sebenatar saja.
Kita latah mengajak, menganjurkan memererat, memperkokoh hubungan slaturrahim. Tapi dalam diri kita sendiri tak secuilpun benih raim itu bersemi. Kita daang berkunjung bertamu ke empat sanak family, kita menunggu, menanti kedatangan kunjungan sanak family pada saat hari raya idul fitri untuk mepererat hubungan silaturraim. Tapi diri kita sendiri kosong dar rahim itu. Kita bersalam-salaman, berma’af-ma’afan dengan tetaggag sekitar pada hari raya idul fitri taklebih dari depan pintu rumah.
Kita hibur gembirakan yatim miskin pada hari raya idul fitri dengan menyantuninya dengan sandang dan pangan bilamana nama kita diumumkan, disiarkan, disebut sebagai penyantun. Tapi kia masa bodoh, ta peduli sama sekali bilamana nama kita tak akan diumumkan, disiarkan, disebut sebagai penyantun.Tak pernah tergerak hati kita untuk menghibur menggembirakan keponakan, anak family, anak tetangga berknjung ke taqman ria anak-anak.
Kita mengaku percaya bahwa belum beriman seseorang sebelum ia mencintai sesame Mukmin sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, tetapi kita tak pernah berupaya mewujudkan kesamaan antara pernyataan (Das Sollen) dengan kenyataaqn (Das Sein). Kita getol berkoar meneriakkan seruan menggalang persatuan dan kesatuan. Tapi kita sendiri ogah dating berkujung bertama ke rmah yang berlainan paham dengankita, mengucapkan salam selamat. Lain di bibir, lain di hati.
Kita nyatakan Nabi Muhammad teladan sempurna. Tapi nyatanya, ajaran nabi Muhammad kita lemparkan. Kita pungut yang bukan ajaran abi Muhammad. Kita nyatakan Qur:an itu tuntunan sempurna. Kita gunakan Qur:an untuk sarana sumpah. Tapi nyatanya ajaran Qur:an kita lemparkan. Kia singkirkan Qur:an dari Konstitusi. Kita pungut yang bukan ajaran Qur:an. Kita nyatakan Islam itu system sepurna. Tapi nyatanya ajaran Islam kitaleparkan. Kita punut yang bukan ajaran Islam. Kita nyatakan Allah itu Maha Sempurna. Tapi nyatanya ajaran Allah kita lemparkan. Kita pungut yangbukan aaran Allah. Kita mengaku percaa kepada Tuhan ang Maha Esa (sila pertama Pancasila), tetapi kita juga percaya kepada Nyi Roro Kidul, dewi siluman di laut selatan yang dipandang sakti.
Kita mengaku berTuhankan Allah, tetapi kita tdak mau menunaikan hak Allah, bahkan mencintai makhluk. Kita tahu bahwa yang bernyawa akan mati, tetapi kita mencintai rumah tempat tinggal. Kita percaya akan akhirat, tetapi kita mencintai hidup dunia. Kita percaya bahwa di ahirat kela segala sesuat akan diperhitungkan, tetapi kita mengejar, menumpuk hara kekayaan. Kita percaya akan kewajiban bertobat, tetapi kita suka berbuat maksiat. Kita tau bahwa dunia ini akan lenyap, tetapi kita hidup dalam kemewahan. Kita thu bahwa setiap hal mengikuti takdir, tetapi kita resah gelisah mengalami kegagalan. Kita percaya bahwa neraka disediakan bag yang jahat, tetapi kita melakukan perbuatan dosa. Kita percaya bahwa sorga disedakan bagi yang mengerjakan kebajikan, tapi kita tidak berupaya memperolehnya, bahkan kita tdak merasa puas menikmati kekyaan dunia. Kita tahu bahwa seta itu musuh kita, tetap kita patuh mengikuti kemauan, perintahnya. Kita membaca Qur:an, tapi kita tidak mengamalkan ajarannya. Kita mengaku cinta akan Rasulullah, tetapi kita tidak mengikuti Sunnahnya. Kita tutupi aib kita, tetapi kita beberkan aib orang lain.
Kita bisa saja mengibuli manusia. Api kia tak bisa lepas dari tilkan Yang Maha Kasa. Kita bisa saja mengibuli semua orang pada suatu jumlah orang pada sepanjang masa, tapi kita tak akan bisa mengibuli semua orang semanjang masa.
(Disimak antara lain dari :
1. Abu Fahmi : “Bercinta dan Bersaudara Karena Allah” (Husni Adham Jaurar), Gema Insani Press, Jakarta, 1990:33,38.
2. H Mawardi Noer SH : “Me4milih Pemimpin”, Publicity, Djakarta, 1971:15-16.
3. Drs Asyhuri : “Orang Kafir Dapat Menerima Pahala Dai Surga ?”, KANISA, Assalam, Surakarta, No.03, Rabiul Awal 1410h, halaman 23.
4. PANJI MASYARAKAT, No.221, 15 April 1977, alaman 46-47, Mukhtar Lubis : “Manusia Indonesia”.
5. Abdullah Thaher : “Kitab al-Islaqm wal-Amal”, halaman7.
6. Amien Noersyams : “Rahasia/Keajaiban Hati “ (Imam Ghazali), halaman 130, tentang tempat masuk setan.
7. Mahfud Sahli : “Dibalik Ketqjaman Hati” (Imam Ghazali), halaman 34, tentang Kelengahan, halaan 57, tentang Kecintaan.
8. SUARA MASJID, No.61, Th V, Oktober 1979, halaman 80, “Mutiara Hikmat dari Usman bin ‘Affan”.
9. KOMPAS, Minggu, 28 Maret 1993, halaman 9, Asal Usul, “Interupsi”, Mahbub Junaidi.
10. PANJI MASYARAKAT, No.245, 15 Aprl 1978, halaman 3, “Hikayat Ibrahim bin Adham.
11. H Salim Baqhreisy : “Tarjamah Riadhus Shalihin (Imam Nawawi, jilid II, halaman 416, hadis 2, “Kejelekan orang bermuka dua”; jilid I, halaman 211, hadis 2, “Perintah Menunaikan Amanat”.
12. H Salim Bahreish : “Tarjamah al-Lukluk wal-Marjan” (Muhammad Fuad Abdul Baqi), jilid I, halaman 46, hadis 87, “Tercabutnya amanat dan iman dari hati, dan banyaknya ujian hidup”.
13. S Sjah SH : “Islam Lawan anatisme dan Intoleransi” (Khurshid Ahmad, MA, LLB), Tintamas, Djakarta, 1968, halaman XIII.
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS9104161030)
Kita mengaku berTuhankan Allah, tahu hukum Allah, tetapi kita tidak mau menegakkan hukum Allah, tidak mau menerima hukum Allah, sengaja melanggarnya, beramal, bertindak berentangan dssengan perintah dan ajaran Allah. Kita membenarkan dalam ucapan, tapi kita menyangkal dalam tindakan.
Kita mengaku beriman kepada Allah swt sebagai Rabb, Islam sebagai dien, AlQur;an sebagai pimpinan (imam), Nabi Muhammad saw sebagai suri teladan (uswah, qudwah), tetapi kita tdak mau mengikuti ajarannya.
Kta mengaku bahwa hak sesame Muslimin, baik sebagai tetangga, kerabat, teman sepekerjaan, teman sperkumpulan meliputi menyebarkan salam, menjawab salam, menengo yang sait, mengantarkan jenazah, memohonkan do’a, mendo’akan yang bersin (berbangkis), menolong yang teraniaya (tertindas), menolong yang kesusahan, menasihati yang membutuhkannya, menutupi aibnya, tidak mengganggu atau merugikannya, tetapi kita tidak menunaikannya.
Kita begitu bersemaqngat menghimpun dana untuk meringankan beban penderitaan korban bencana alam dan bendana perang bak di dalam maupun di luar negeri, tetapi kita menutup mata menyaksikan beban penderitaan hidup yang berkepanjangan ang dalami oleh para terlantar, terlunta-lunta, gelandangan, pengemis, pemulung, anak kolong, anak jalanan, tuna arta, tuna wisma, tuna karya.
Di depan umum kita sangat mengecam penghidupan seks bebas yang terbuka atau setengah terbua. Tapi kita buka tempat-tempat mandi uap, kita atur tempat-tempat prostitusi, kita lindungi dengan berbagai aturan resmi, setengah resm ataupun cara swasta.
Dalam lngkungan sendiri, kita pura-pura alim. Begitu lepas, keluar dari lingkungan sendiri, kita antas masuk tepat maksiat. Kita ikut-ikut maki korpsi, tetapi kita sendiri tak bersih dar korupsi, bakan sebagai koruptor.
Kita mengatakan, bawa hukum itu berlaku sama terhadap semua orang. Tetapi dalam kenyataan kita lihat pencuri masu penjara, sedangkan pencuri besar segera akan bebas, atau masuk penjara sebenatar saja.
Kita latah mengajak, menganjurkan memererat, memperkokoh hubungan slaturrahim. Tapi dalam diri kita sendiri tak secuilpun benih raim itu bersemi. Kita daang berkunjung bertamu ke empat sanak family, kita menunggu, menanti kedatangan kunjungan sanak family pada saat hari raya idul fitri untuk mepererat hubungan silaturraim. Tapi diri kita sendiri kosong dar rahim itu. Kita bersalam-salaman, berma’af-ma’afan dengan tetaggag sekitar pada hari raya idul fitri taklebih dari depan pintu rumah.
Kita hibur gembirakan yatim miskin pada hari raya idul fitri dengan menyantuninya dengan sandang dan pangan bilamana nama kita diumumkan, disiarkan, disebut sebagai penyantun. Tapi kia masa bodoh, ta peduli sama sekali bilamana nama kita tak akan diumumkan, disiarkan, disebut sebagai penyantun.Tak pernah tergerak hati kita untuk menghibur menggembirakan keponakan, anak family, anak tetangga berknjung ke taqman ria anak-anak.
Kita mengaku percaya bahwa belum beriman seseorang sebelum ia mencintai sesame Mukmin sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, tetapi kita tak pernah berupaya mewujudkan kesamaan antara pernyataan (Das Sollen) dengan kenyataaqn (Das Sein). Kita getol berkoar meneriakkan seruan menggalang persatuan dan kesatuan. Tapi kita sendiri ogah dating berkujung bertama ke rmah yang berlainan paham dengankita, mengucapkan salam selamat. Lain di bibir, lain di hati.
Kita nyatakan Nabi Muhammad teladan sempurna. Tapi nyatanya, ajaran nabi Muhammad kita lemparkan. Kita pungut yang bukan ajaran abi Muhammad. Kita nyatakan Qur:an itu tuntunan sempurna. Kita gunakan Qur:an untuk sarana sumpah. Tapi nyatanya ajaran Qur:an kita lemparkan. Kia singkirkan Qur:an dari Konstitusi. Kita pungut yang bukan ajaran Qur:an. Kita nyatakan Islam itu system sepurna. Tapi nyatanya ajaran Islam kitaleparkan. Kita punut yang bukan ajaran Islam. Kita nyatakan Allah itu Maha Sempurna. Tapi nyatanya ajaran Allah kita lemparkan. Kita pungut yangbukan aaran Allah. Kita mengaku percaa kepada Tuhan ang Maha Esa (sila pertama Pancasila), tetapi kita juga percaya kepada Nyi Roro Kidul, dewi siluman di laut selatan yang dipandang sakti.
Kita mengaku berTuhankan Allah, tetapi kita tdak mau menunaikan hak Allah, bahkan mencintai makhluk. Kita tahu bahwa yang bernyawa akan mati, tetapi kita mencintai rumah tempat tinggal. Kita percaya akan akhirat, tetapi kita mencintai hidup dunia. Kita percaya bahwa di ahirat kela segala sesuat akan diperhitungkan, tetapi kita mengejar, menumpuk hara kekayaan. Kita percaya akan kewajiban bertobat, tetapi kita suka berbuat maksiat. Kita tau bahwa dunia ini akan lenyap, tetapi kita hidup dalam kemewahan. Kita thu bahwa setiap hal mengikuti takdir, tetapi kita resah gelisah mengalami kegagalan. Kita percaya bahwa neraka disediakan bag yang jahat, tetapi kita melakukan perbuatan dosa. Kita percaya bahwa sorga disedakan bagi yang mengerjakan kebajikan, tapi kita tidak berupaya memperolehnya, bahkan kita tdak merasa puas menikmati kekyaan dunia. Kita tahu bahwa seta itu musuh kita, tetap kita patuh mengikuti kemauan, perintahnya. Kita membaca Qur:an, tapi kita tidak mengamalkan ajarannya. Kita mengaku cinta akan Rasulullah, tetapi kita tidak mengikuti Sunnahnya. Kita tutupi aib kita, tetapi kita beberkan aib orang lain.
Kita bisa saja mengibuli manusia. Api kia tak bisa lepas dari tilkan Yang Maha Kasa. Kita bisa saja mengibuli semua orang pada suatu jumlah orang pada sepanjang masa, tapi kita tak akan bisa mengibuli semua orang semanjang masa.
(Disimak antara lain dari :
1. Abu Fahmi : “Bercinta dan Bersaudara Karena Allah” (Husni Adham Jaurar), Gema Insani Press, Jakarta, 1990:33,38.
2. H Mawardi Noer SH : “Me4milih Pemimpin”, Publicity, Djakarta, 1971:15-16.
3. Drs Asyhuri : “Orang Kafir Dapat Menerima Pahala Dai Surga ?”, KANISA, Assalam, Surakarta, No.03, Rabiul Awal 1410h, halaman 23.
4. PANJI MASYARAKAT, No.221, 15 April 1977, alaman 46-47, Mukhtar Lubis : “Manusia Indonesia”.
5. Abdullah Thaher : “Kitab al-Islaqm wal-Amal”, halaman7.
6. Amien Noersyams : “Rahasia/Keajaiban Hati “ (Imam Ghazali), halaman 130, tentang tempat masuk setan.
7. Mahfud Sahli : “Dibalik Ketqjaman Hati” (Imam Ghazali), halaman 34, tentang Kelengahan, halaan 57, tentang Kecintaan.
8. SUARA MASJID, No.61, Th V, Oktober 1979, halaman 80, “Mutiara Hikmat dari Usman bin ‘Affan”.
9. KOMPAS, Minggu, 28 Maret 1993, halaman 9, Asal Usul, “Interupsi”, Mahbub Junaidi.
10. PANJI MASYARAKAT, No.245, 15 Aprl 1978, halaman 3, “Hikayat Ibrahim bin Adham.
11. H Salim Baqhreisy : “Tarjamah Riadhus Shalihin (Imam Nawawi, jilid II, halaman 416, hadis 2, “Kejelekan orang bermuka dua”; jilid I, halaman 211, hadis 2, “Perintah Menunaikan Amanat”.
12. H Salim Bahreish : “Tarjamah al-Lukluk wal-Marjan” (Muhammad Fuad Abdul Baqi), jilid I, halaman 46, hadis 87, “Tercabutnya amanat dan iman dari hati, dan banyaknya ujian hidup”.
13. S Sjah SH : “Islam Lawan anatisme dan Intoleransi” (Khurshid Ahmad, MA, LLB), Tintamas, Djakarta, 1968, halaman XIII.
(written by sicumpaz@gmail.com in sicumpas.wordpress.com as Asrir at BKS9104161030)
Langganan:
Postingan (Atom)